Sebagai lambang berkabung, solidaritas, dan penghormatan, massa demonstrasi pun serempak berlutut di jalanan. Mereka juga tampak meminta polisi yang tengah mengamankan aksi demonstrasi untuk melakukan gestur serupa.
Pada 2 Juni 2020, sebagai wujud simpati kepada Floyd lebih dari 60 polisi berlutut di depan massa demonstrasi di Carolina Utara. Prosesi itu sukses membuat massa terharu hingga menitikkan air mata.
"Kneeling protest" lalu menyebar secara sporadis. Selain aparat, pejabat publik AS dan warga dunia juga turut melakukan ritus serupa sebagai simbol dukungan.
Mereka berlutut lantas mengheningkan cipta selama 8 menit dan 46 detik yang merupakan durasi saat Floyd tewas usai lehernya ditindih di Minneapolis.
Siapa yang mengawali kneeling protest?
"Kneeling protest" mulai menyita atensi masyarakat global berawal dari National Football League (liga sepak bola Amerika) karena beberapa pemain akan berlutut selama lagu kebangsaan berkumandang.
Protes berlutut yang dilakukan Kaepernick dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran akan kebrutalan polisi kepada warga kulit hitam (Afro-Amerika).
Aksi itu sempat membuat Donald Trump dan para pendukung setianya kebakaran jenggot karena mereka tidak memahami esensinya. Mereka menilai aksi berlutut ketika lagu kebangsaan AS diputar, sama halnya tidak menghormati bendera atau wujud pelecehan terhadap simbol negara.
Bahkan Trump kala itu juga mengancam tidak akan lagi menonton pertandingan American Football jika saja aksi tersebut tetap berlanjut. Tidak hanya itu, Trump juga mendesak agar sang pemain dicopot dari klub. Sementara eks presiden Barack Obama menganggap aksi protes tersebut sebagai hak konstitusi para atlet.
Kaepernick saat itu berkata: "Saya tidak akan pernah berdiri untuk menunjukkan kebanggaan pada bendera sebuah negara yang kerap menindas orang kulit hitam dan orang kulit berwarna."