Ketakutan adalah respons alami untuk bertahan hidup terhadap ancaman atau bahaya, lantas mengapa kita menyukai sensasi tersebut?
Bahkan tak jarang sensasi merinding dan mencekam masih kita rasakan selama berhari-hari. Namun, kita tetap nonton film horor lagi dan lagi. Tiada kapoknya.
Uniknya, semakin seram dan mencekam sebuah film horor, justru akan semakin membuat para penggemarnya ketagihan, bukan sebaliknya.Â
Penonton berharap dibuat terhibur lewat adegan mencekam. Dengan kata lain, kita membayar tiket bioskop untuk ditakut-takuti, aneh kan?
Perasaan mampu bertahan dari situasi mencekam menghadirkan privilise dan anggapan, bahwa tidak semua orang bisa menghadapi ketakutan.Â
Mereka yang gemar nonton film horor mampu melawan rasa takutnya sendiri, bahkan juga menikmati sensasi diteror, diancam, serta ditakut-takuti melalui kejutan atau adegan menyeramkan.
Namun, fakta bahwa semua itu hanya rentetan adegan dalam sebuah film dan tidak akan benar-benar membahayakan atau mengancam, membuat penonton film horor menjadi terbiasa menikmati rasa takut tersebut sebagai hiburan yang bersifat adiktif.
Lain halnya jika kejadian bertemu dengan hantu atau fenomena mencekam lainnya merupakan pengalaman nyata. Bukannya terhibur atau ketagihan, malah justru bisa membuat kita trauma dan ketakutan sepanjang waktu.
Film horor memberikan kita kesempatan untuk mengidentifikasi dan berperang melawan ragam jenis "hantu psikologis". Bukan hantu di film yang sebenarnya kita hadapi, tetapi pikiran kita sendiri.
Kenikmatan yang didapatkan dari film horor bukan bersumber dari rasa takut, melainkan dari mekanisme pelepasan emosi (emotional relief) yang mengikuti situasi atau adegan menakutkan.