Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Profesi "Professional Cuddler", Tanda Generasi Bangsa Krisis Kasih Sayang?

11 Agustus 2020   00:46 Diperbarui: 11 Agustus 2020   18:10 2444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cuddle Cafe Japan | populareverything.com

Cuddling dengan orang asing tanpa melibatkan aktivitas seksual menjadi gaya hidup baru bagi generasi milenial. Seiring tingginya popularitas cuddling, lahirlah professional cuddler.

Apakah kemunculan profesi tersebut menjadi tanda, bahwa generasi bangsa sedang mengalami krisis kasih sayang?

Twitter sering menjadi rujukan tentang isu teraktual. Fitur trending topic dapat memudahkan kita untuk melihat dan mengikuti isu-isu yang tengah hangat dibahas di linimasa, baik melalui cuitan maupun tagar.

Selain topik FWB yang sudah saya rangkum dalam artikel bertajuk "Friends With Benefits, Pacaran Segan Nikah Tak Mau", topik tentang cuddle atau cuddling juga tak kalah hangatnya didengungkan oleh warganet Tanah Air.

"Dicari cuddle buddy, no sex"

Narasi tersebut sangat lazim ditemukan di linimasa media sosial semisal Twitter, Whisper, atau aplikasi kencan Tinder dengan tujuan utama "berburu" rekan cuddling atau cuddle buddy.

Ketika mengetikkan kata "cuddle" atau "cuddling" di kolom pencarian Twitter, tak kurang dari puluhan cuitan bisa ditemukan setiap harinya–seperti contoh cuitan di atas–yang menunjukkan bahwa cuddling cukup populer di Indonesia.

Jika diamati secara seksama, fenomena cuddling memiliki pola yang sama seperti halnya para FWB seeker dalam mencari partnernya, yakni melalui media sosial atau aplikasi kencan dengan syarat serta kondisi yang telah disepakati bersama.

Sebagian besar akun yang berani secara terbuka untuk membahas topik tersebut adalah akun alter, pasalnya cuddling merupakan hal yang cukup tabu untuk diperbincangkan. 

Sebelum berevolusi menjadi sebuah profesi yang serius, banyak akun alter yang sudah terlebih dahulu menawarkan jasa cuddling dengan kode "open cuddle care" yang disematkan pada bio atau secara langsung lewat cuitan. Tarifnya pun cukup beragam, mulai dari ratusan ribu sampai jutaan Rupiah per jam.

Jika tarif sudah disepakati oleh kedua belah pihak, para cuddler (pemberi jasa pelukan) dan cuddlee (penerima pelukan) dapat melanjutkan transaksi virtualnya menuju ranjang. Lazimnya cuddler akan memasang tarif lebih jika cuddlee menginginkan "layanan tambahan".

Selain cuddling berbayar, banyak pula muda-mudi yang mencari partner cuddling melalui menfess (mention confess) di akun-akun yang dikhususkan untuk memfasilitasi aktivitas perkelonan. Misalnya saja akun FWB-Fess yang pernah saya singgung di artikel FWB, juga memfasilitasi pencari cuddle buddy.

Biasanya, mereka yang telah sepakat untuk berkelon ria memiliki beberapa batasan yang pantang untuk dilanggar, taruhlah telanjang ok, stimulasi ok, namun penetrasi NOT OK.

Tidak jarang kegiatan kelonan berujung pada aktivitas "mantap-mantap" jika kedua belah pihak menghendakinya. Setidaknya itu menurut pengakuan dari sejumlah netizen yang diungkapkan lewat menfess.

Namun, bukannya tanpa resiko. Kegiatan berpelukan itu juga dapat menempatkan para pelakunya pada situasi yang sangat rentan. Kekerasan seksual atau sexual assault bisa saja menimpa, terutama pada kaum Hawa.

Dalam sebuah thread di Twitter, seorang wanita asal Solo mengaku pernah dipaksa berhubungan badan saat melakukan cuddling dengan seorang pria di sebuah hotel, meski awalnya kedua belah pihak hanya sepakat untuk sebatas melakukan cuddling.

Tindakan tidak menyenangkan yang didapatkan oleh wanita asal Kota Batik itu menegaskan, bahwa cuddling bukan merupakan pilihan yang tepat jika kegiatan itu dimaksudkan untuk sekedar mendapatkan afeksi dan mengusir rasa kesepian.

Risiko yang dapat ditimbulkan tidak sebanding dengan manfaatnya. Karena kita tidak akan pernah tau orang macam apa partner cuddling yang kita jumpai. Oleh karena itu, kegiatan kelon semacam ini patut untuk dihindari dan diganti dengan aktivitas lain yang lebih positif, selain karena bertabrakan dengan norma-norma yang berlaku di Indonesia.

Cara yang sedikit berbeda dicetuskan oleh Akbar Sahbana selaku founder Indocuddle. Meski sama-sama menawarkan jasa cuddling, dirinya mengaku start up-nya itu memberikan layanan yang lebih profesional dan tidak melibatkan kegiatan seksual.

Loker Indocuddle | IG indocuddle via Twitter @ezash
Loker Indocuddle | IG indocuddle via Twitter @ezash
Profesi eksentrik ini mulai mencuri perhatian netizen setelah akun Eza Hazami @ezash mengunggah lowongan professional cuddler di linimasa Twitter beberapa waktu lalu.

Tak lama setelah cuitan tersebut diunggah, reaksi yang cukup beragam ditunjukkan oleh para netizen. Ada yang merasa terheran-heran dengan lahirnya profesi yang terbilang nyeleneh ini.

Namun, banyak juga yang berminat meskipun mereka merasa salah jurusan karena yang dibutuhkan adalah lulusan Psikologi. Sebagian lainnya khawatir jika layanan ini akan disalahgunakan oknum tertentu untuk melakukan pelecehan dan kekerasan seksual.

Berangkat dari pengalaman buruknya di masa lalu atas perceraian kedua orangtuanya, dari sinilah Akbar mendapatkan inspirasi untuk membuka layanan curhat dan pelukan bagi mereka yang merasa kesepian dan membutuhkan perhatian.

Akbar Sahbana mengatakan bahwa layanan yang berbasis di Cikarang itu diperuntukkan bagi orang-orang yang mengalami depresi, korban bullying, serta mereka yang berkebutuhan khusus.

"Kalau umur 1-12 tahun bebas memilih cuddler, di atas 12 tahun cuddler harus sesama jenis. Nanti ada dua tim yang berangkat, satu orang cewek dan satu orang cowok," jelasnya seperti dilansir dari era.id.

Perusahaan rintisan yang telah diluncurkan April lalu itu kini sedang dalam tahap permohonan izin usaha, namun belum diketahui kejelasannya.

Akbar mengklaim sudah memiliki pelanggan. Ia pun sudah punya 4 orang professional cuddler. Selain itu, meski dilengkapi dengan sesi curhat, namun layanan Indocuddle bukan terapi bak psikolog atau psikiater.

Tarif yang dipatok Indocuddle terbilang cukup mahal, yakni Rp 700 ribu per jam. Pelanggan diharuskan mengisi google form yang sudah dipersiapkan serta membaca standart operational procedure (SOP) yang berlaku sebelum memesan.

Jasa semacam ini sebetulnya sudah lebih dahulu dikenal di luar negeri, terutama di AS dan Jepang. Situs Cuddlist.com misalnya, sudah menawarkan jasa professional cuddle therapy sejak 2015.

Seorang cuddler (cuddle therapist) dari Cuddlist mengaku memasang tarif US$ 80 (sekitar Rp 1 juta) per jamnya. Mahalnya tarif disinyalir karena para cuddler di situs tersebut harus mengikuti seminar psikoterapi untuk mendapatkan sertifikat.

Cuddle Cafe Japan | populareverything.com
Cuddle Cafe Japan | populareverything.com
Sementara itu di Jepang, ada sebuah kafe bernama Cuddle Cafe yang dibuka pada 2012 lalu. Kafe yang terletak di distrik Akihabara itu menawarkan jasa pelukan dari gadis-gadis cantik saat tidur.

Cuddle Cafe mengenakan biaya yang sangat mahal, namun para pecandu kerja dapat mencurahkan rasa putus asa dan melepas lelah di sana.

Harga yang ditawarkan mulai dari tidur siang selama 20 menit sebesar 3.000 yen atau sekitar Rp 387 ribu hingga paket tidur malam selama 10 jam sebesar 50 ribu yen atau sekitar Rp 6,5 juta.

Seperti halnya SOP yang berlaku di Indocuddle, kegiatan seksual juga dilarang dilakukan di Cuddle Cafe maupun oleh pemakai jasa Cuddlist.com.

Jadi, menurut Anda, apakah professional cuddler betul-betul dibutuhkan dan bisa diterapkan dengan baik di Indonesia yang terkenal akan budaya Timurnya?

*****
Penelitian telah membuktikan pelukan memiliki manfaat fisiologis yang positif terhadap kesehatan fisik dan mental. Manfaat itu dapat dirasakan baik oleh orang yang memeluk maupan yang dipeluk.

Alangkah baiknya aktivitas cuddling dan berpelukan dilakukan oleh orang-orang yang tepat dan memang telah kita kenal, seperti keluarga atau kerabat.

Sebisa mungkin hindari gaya hidup cuddling sembarangan. Alih-alih menyehatkan secara fisik dan mental, malah justru dapat memicu tindak kekerasan seksual.

Ingat kata Bang Napi. Kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat pelakunya, tetapi juga karena ada kesempatan di saat kelonan. Waspadalah! Waspadalah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun