"FWB-an yuk, F 21 Jakarta"
Cuit cewek 21 tahun asal Jakarta melalui akun biro pencari friends with benefits (FWB) di laman Twitter.
Meski baru seumur jagung, akun yang baru saja saya ketahui eksistensinya itu kini sudah memiliki lebih dari 54 ribu pengikut, yang sebagian besar berada pada rentang usia 18-30 tahun.
Akun itu, sejauh penelusuran saya, lebih dikhususkan untuk mempertemukan mereka yang mendambakan teman berkencan lewat menfess (mention confess) atau pesan anonim melalui direct messages yang kemudian dipromosikan oleh admin di lini masanya.
Sebagian besar pengikutnya adalah akun alter, baik untuk tujuan iseng, mencari circle pertemanan, sex oriented, money oriented, atau kombinasi keempatnya. Lazimnya akun alter digunakan untuk menyamarkan karakter serta identitas asli pemilik akun agar mereka lebih "bebas" mengekspresikan sisi lain dari dirinya.
Jika aplikasi perjodohan seperti Tinder mewajibkan penggunanya untuk membayar agar bisa menikmati layanan chat dan fitur premium, lain halnya dengan akun, sebut saja FWB-Fess, yang memberikan jasa makcomblangnya secara cuma-cuma.
Sebuah dedikasi yang luar biasa, guna memfasilitasi generasi bangsa yang kekurangan
gizikasih sayang.
Tak kurang 100 ribu cuitan telah dipromosikannya hanya dalam tempo 5 bulan sejak akun dilahirkan. Sekira di angka itu pula para kawula milenial yang haus kasih sayang dipertemukan secara virtual.
Selain memfasilitasi para FWB seeker, FWB-Fess juga menampung beragam pertanyaan tabu atau bahkan yang absurd sekalipun. Semisal, FWB kalau HS (having sex) 20-25 menit itu termasuk lama gak sih?
Ada yang bisa bantu jawab?
Media sosial semakin menunjang gaya hidup FWB di kalangan milenial. Kehadirannya dapat memperluas jangkuan dan mempertemukan jutaan orang dengan berbagai macam wujud, karakter dan latar belakang. Sebelum itu, pencarian partner FWB hanya dilakukan dalam lingkup pertamanan di dunia nyata (offline).
![Screencapture popularitas FWB melalui Netray | dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/08/01/statistik-netray-fwb-01-01-5f252a51097f36118a3913d2.jpg?t=o&v=770)
Data menunjukkan FWB adalah topik yang cukup populer dibahas, impression berada di angka 7.682 dan potential reach sebesar 1,4 juta, dengan total 866 cuitan. Sementara FWB-Fess menjadi akun penyumbang terbesar topik FWB.
Jika saja Netray mampu menghitung topik FWB yang diperbincangkan di kolom direct messages, angka itu akan jauh lebih besar lagi karena bagi sebagian orang topik FWB merupakan hal tabu untuk dibicarakan secara langsung di lini masa, kecuali mereka yang memakai akun alter.
Selain Twitter, aplikasi biro jodoh seperti Tinder dan media sosial anonim berbasis lokasi Whisper atau media serupa lainnya juga dinilai telah menaikkan popularitas FWB dan hookup culture di Indonesia.
FWB adalah suatu hubungan pertemanan layaknya orang pacaran, akan tetapi keduanya tidak memiliki komitmen serius dan tidak adanya status pacaran (no strings attached).
Hubungan pertemenan ini lebih didasarkan pada aktivitas seksual suka sama suka sebagai bentuk "benefit-nya".
Fenomena FWB sebenarnya bukan hal yang benar-benar baru dalam pergaulan muda-mudi Tanah Air. Kita lebih dahulu mengenal istilah teman tapi mesra (TTM) yang pernah dipopulerkan lewat sebuah lagu dengan judul yang sama oleh Duo Ratu pada 2005 lalu. Artinya, TTM yang serupa FWB itu sudah eksis jauh sebelum lagu itu dirilis.
FWB dan TTM adalah dua hal serupa, namun ada sedikit perbedaan dalam hal orientasi. Jika TTM berkaitan pada hubungan kemesraan yang "wajar", sementara FWB berkolerasi erat dengan aktivitas seks (sex oriented) yang lebih dominan daripada kebutuhan emosional ataupun afeksi.
Selain itu, dalam menjalin TTM akan membutuhkan waktu yang relatif lebih lama bagi kedua belah pihak untuk saling mengenal satu sama lain. Sedangkan FWB hanya memerlukan waktu yang singkat untuk menuju ke tahap yang lebih intim.
Hal itu dicerminkan dari sejumlah narasi dalam akun FWB-Fess yang menyertakan foto atau keterangan tertentu agar kedua belah pihak dapat melanjutkan komunikasi secara privat dengan syarat yang telah disepakati bersama sebelum menjalin FWB.
Tidak jarang pula hanya dibutuhkan waktu sekejap bagi mereka yang merasa cocok untuk bisa saling bertemu dan memadu kasih. Jika hubungan FWB itu tidak berlanjut, kondisi semacam ini dikenal dengan istilah one night stand (ONS) atau cinta satu malam.
Akan tetapi tidak selamanya kegiatan meet up itu akan berakhir dengan aktivitas "membuang protein". Selain ONS, ada pula Kopdar dan aktivitas cuddling yang juga sama-sama digemari oleh para milenial setelah mereka mendapatkan partner yang dirasa sesuai dengan kriteria yang diiinginkan.
Seperti halnya TTM yang memiliki versi musik, FWB juga mempunyai versi filmnya. Friends With Benefits, sebuah film besutan Hollywood yang dirilis pada 2011 itu berkisah mengenai persahabatan antara Dylan (Justin Timberlake) dan Jamie (Mila Kunis).Â
Dylan yang baru saja pindah dari kota asalnya, Los Angeles, bertemu dengan Jamie di kota New York. Dia adalah satu-satunya orang yang dikenal Dylan.
Sebagai perekrut eksekutif di agen perekrutan di New York, Jamie membantu Dylan untuk mencari pekerjaan di salah satu media ternama, mengingat Dylan ialah direktur seni di perusahaan sebelumnya.
Akibat bayang-bayang trauma pacaran, Jamie dan Dylan kemudian memutuskan untuk mencoba hal baru dalam gaya pertemanannya. Mereka berdua setuju untuk berhubungan badan tanpa melibatkan ikatan perasaan serta tanpa status apapun. Murni hanya sebatas memenuhi kebutuhan fisik semata.
Apa yang dilakukan Jamie dan Dylan adalah potret fenomena FWB yang sangat populer dan digemari oleh kalangan anak muda, termasuk di Indonesia.
Banyak hal yang melatarbelakangi FWB kerapkali dipilih sebagai jalan keluar untuk menjalin sebuah hubungan. Taruhlah Jamie dan Dylan yang lebih memilih FWB atas dasar trauma dalam menjalani hubungan pacaran.
Adapula pasangan yang tidak bisa "memuaskan" kebutuhan fisiknya satu sama lain, akhirnya lebih memilih untuk mencari teman FWB. Pelakor dan Pebinor seringkali terlahir dari situasi seperti ini.
Ikatan pertemanan lawan jenis yang sangat dekat juga dapat terjebak dalam situasi FWB. Kedekatan itu bisa menghilangkan batasan hal-hal tabu yang dapat menggiring mereka untuk saling meluapkan hasrat terpendamnya satu sama lain.
Bagi petualang cinta, FWB menawarkan kebebasan karena tidak adanya status bagi yang menjalaninya. Tidak ada aturan yang mengekang sebagaimana orang pacaran, sehingga keinginan untuk menjalin hubungan lain di luar circle FWB semakin terbuka dan dimungkinkan. Kesetiaan tidak pernah ada di dalam kamus mereka.
Terciptanya FWB memiliki dua kemungkinan, salah seorang bisa saja sudah memiliki hubungan di luar lingkup FWB-nya atau keduanya sama sekali tidak memiliki relasi asmara dengan siapapun. Selama kondisi itu bisa disepakati, maka tak jadi soal.
Mereka ingin menghindari rumitnya hubungan asmara dan hanya mengingingkan "enaknya" saja. Oleh karena tidak adanya komitmen dan status pacaran itulah mereka bisa bebas menyukai orang lain, namun keduanya tetap saling membutuhkan.
![Ilustrasi FWB | Independent.ie](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/08/01/manworried-5f252d21097f360873743fd4.jpg?t=o&v=770)
Awalnya hubungan seksual bagi manusia bertujuan untuk mempertahankan keturunan. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, naluri "eros" sebagai representasi hasrat seksual itu juga digunakan untuk sarana rekreasi, alias untuk kesenangan semata.
Namun juga perlu diketahui, agama dan konstruksi budaya Timur telah lama melarang aktivitas seks di luar nikah karena dapat mengakibatkan hal-hal yang merugikan kita dalam berbagai aspek di kemudian hari.
Setidaknya ada 3 hal yang patut dipertimbangkan bagi siapa saja, agar sebisa mungkin menghindari untuk menjalin hubungan FWB semacam ini.
#Ditinggal saat lagi sayang-sayangnya
Bagi yang sedang atau memiliki keinginan menjalani FWB agaknya poin ini patut diberikan perhatian lebih karena sejatinya FWB tidak memiliki ikatan apapun. Tidak ada perhatian khusus atau sekedar bertukar pikiran layaknya pasangan yang saling mencintai.
Pasangan FWB tidak akan selalu ada pada momen terendah kita, karena pada dasarnya FWB dibangun bukan atas dasar komitmen dan kesetiaan dalam suka maupun duka.
Oleh karena itu, mereka bisa saja kehilangan teman FWB kapanpun, baik dengan alasan sudah memiliki pasangan yang dapat membahagiakannya ataupun ketika salah seorang ingin berhenti menjalin FWB itu sendiri.
Kehilangan teman FWB akan terasa menyakitkan jika hubungan yang awalnya tanpa ikatan menimbulkan perasaan suka atau bahkan cinta yang disebabkan kebiasaan keduanya menghabiskan waktu bersama. Terlebih lagi jika sudah melibatkan hubungan badan.
Ketika salah satunya sudah mulai nyaman dan timbul rasa sayang (baper), alih-alih hubungan berlanjut ke jenjang yang lebih serius, malah justru dicampakkan begitu saja. Lantas, karena sudah bosan pasangan FWB kita kembali "berburu" partner FWB lainnya.
Sesungguhnya tiada hal yang lebih menyakitkan selain ditinggalkan saat lagi sayang-sayangnya. Bukan begitu, Mblo?
#Bukan pasangan yang setia
Melalui direct message, dara manis bernama Nath, menuturkan jika seorang yang pernah menjalin FWB menunjukkan dirinya bukanlah pasangan yang setia. Meski mengikuti akun FWB-Fess, ia mengaku tidak tertarik untuk terlibat dalam jerat hubungan FWB.Â
Pengakuan cewek jurusan komunikasi itu sekaligus mewakili pandangan dari kaum Hawa, bahwa para pelaku FWB bukan merupakan pasangan hidup yang ideal karena kerap mengkesampingkan kesetiaan.
Hal yang sama juga berlaku bagi kaum Adam yang tentunya akan lebih memilih pasangan yang belum pernah menjalin FWB sebagai pendamping hidup.
Dengan menjalin FWB, artinya mereka tidak berani berkomitmen dan memantapkan hati hanya pada satu pasangan saja. Hati kamu misalnya.
#Glorifikasi seks bebas dan risiko PMS
FWB adalah salah satu jalan untuk melegalkan hal tabu dalam lingkup pertemanan. Bersatunya dua raga yang dinilai sakral menjadi hal yang "normal" untuk dilakukan bahkan dengan orang yang baru dikenal sekalipun.Â
Jangan berharap lebih pada hubungan FWB yang dibangun atas dasar kebutuhan biologis semata. Tidak adanya komitmen akan menghilangkan rasa tanggung jawab jika terjadi hal yang tak diinginkan.
Mungkin awalnya kita bisa menyalurkan gairah seks semaunya bersama pasangan FWB sesuai dengan kriteria idaman. Namun, justru disitulah letak risiko terbesarnya.
Terjadinya "kecelakaan" saat berhubungan badan selain dapat berisiko pada terjadinya kehamilan di luar nikah juga meningkatkan peluang terpapar penyakit menular seksual (PMS), karena bisa jadi pasangan FWB kita juga menjalin hubungan FWB dengan lelaki atau wanita lainnya. Kecendrungan berganti pasangan adalah "ruh" dari jalinan FWB itu sendiri.
Kita tentunya tidak mau bukan, yang awalnya ingin happy-happy malah dapat bonus Sifilis atau bahkan doorprize HIV-AIDS. Horor!
*****
Menurut Bisson dan Levine dalam Negotiating A Friends with Benefits Relationship, hanya sekira 10% kemungkinan individu yang menjalani FWB dapat melanjutkan hubungan ke arah yang lebih romantis.
Hal itu menegaskan bahwa jalinan kisah FWB tidak akan membawa kita kemana-mana, malah justru dapat menempatkan kita pada situasi rentan.
Sekali lagi, jangan terlalu berharap pada hubungan yang dibangun di atas pondasi yang rapuh seperti FWB, karena kisah yang berujung happy ending hanya ada dalam film Friends with Benefits.
"Sex without love is a meaningless experience, but as far as meaningless experiences go it's pretty damn good." ~ Woody Allen (actor & writer)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI