Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Diktator Fasis di Balik Sukses Real Madrid

22 Juni 2020   18:57 Diperbarui: 22 Juni 2020   18:53 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fransisco Franco | theamericanconservative.com

Ia berdalih penunjukan orang-orang pilihannya itu guna menstabilkan kembali klub Lionel Messi itu setelah perang sipil, meski tujuan sebenarnya adalah untuk melemahkan kelompok oposisi Katalan.

Makam Josep Sunol | panditfootball.com
Makam Josep Sunol | panditfootball.com
Hingga puncaknya pada 6 Agustus 1936, presiden Barca yang ke-28 sekaligus aktivis pro-demokrasi, Josep Sunyol, ditangkap dan ditembak mati oleh para tentara fasis di bawah komando Jenderal Franco.

Ia menjadi penguasa tunggal Spanyol sejak 1939 sampai pada tahun 1975. Kesuksesan Madrid atas jasa Jenderal 'Fasis' Franco menandakan awal dari kekalahan demokrasi dan kaum republikan, khususnya bangsa Katalan dan FC Barcelona.

Los Blancos telah meraih 16 gelar juara sejak La Liga pertama kali digulirkan pada 1929 hingga kematian Franco pada 1975. Sementara Barca hanya mampu meraih 9 kali gelar juara dengan periode yang sama. Dimana 14 gelar atau 42% gelar La Liga Real Madrid diraih pada rezim Franco. 

30 Mei 1957, Miguel Muoz menerima piala Champions dari tangan Francisco Franco setelah mengalahkan Fiorentina 2-0. Gelar Eropa ke-2 Real Madrid secara beruntun. | abc.es
30 Mei 1957, Miguel Muoz menerima piala Champions dari tangan Francisco Franco setelah mengalahkan Fiorentina 2-0. Gelar Eropa ke-2 Real Madrid secara beruntun. | abc.es
Dari ke-13 raihan trofi UCL, lima diantaranya diraih pada lima edisi perdana secara beruntun, yang saat itu masih disebut Piala Champions Eropa. Los Blancos menjadi kampiun pada periode 1955-56 hingga 1959-60 saat Jenderal Franco masih berjaya.

Sejatinya Jenderal Franco adalah penggemar Athletic Bilbao, Real Madrid hanyalah sebuah kendaraan politik untuk melanggengkan kekuasaannya.

Ia menyadari bahwa sepakbola dapat menarik massa yang besar, sehingga ia tak pernah segan menggelontorkan dana melimpah untuk menggaet pemain bintang seperti Raymond Kopa, Ferench Puskas, hingga Alfredo Di Stefano. Franco juga tak pernah absen hadir saat Madrid berlaga di Stadion Santiago Bernabeu.

Franco memimpin Spanyol hingga akhir hayatnya. Setelah ia tiada, prestasi Real Madrid di kancah Eropa pun terhenti. Los Blancos baru juara lagi 32 tahun kemudian, di Liga Champions musim 1997/98.

Tak hanya gelar juara, warisan Jenderal diktator itu juga berwujud mental tangan besi dari manajemen Real Madrid. Para pemain bintang yang telah dibelinya dengan harga fantastis pun tak bisa bernapas lega, jika bermain buruk mereka tak segan-segan untuk menendangnya.

Tidak ada ruang bagi kemunduran sekecil apapun. Nilai-nilai itu juga menular ke suporter setianya. Pemain bintang seperti Cristiano Ronaldo dan Gareth Bale pernah merasakan cercaan dari para suporter ketika bermain buruk. Sejumlah pelatih pun tak lepas dari tekanan serupa.

44 tahun setelah kematiannya, jasad diktator Spanyol, Jenderal Francisco Franco, digali pada 24 Oktober 2019 dari kompleks Valley of the Fallen untuk dipindahkan ke makam istrinya di Mingorrubio El Pardo, utara Madrid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun