Terdapat 500 ribu hingga 1 juta jiwa yang menjadi korban kekejaman rezim Franco. Korban tewas tidak hanya sebatas dalam medan pertempuran, namun juga mereka yang gugur dalam aksi pemboman dan eksekusi, serta kekurangan gizi, penyakit, dan kelaparan.
Sama halnya dengan rezim otoriter lainnya di dunia, Franco juga berkuasa dengan periode yang panjang. Bahkan kekuasaan Franco di Spanyol lebih lama jika dibanding dengan rezim Orde Baru-nya Soeharto.
Otoritarianisme memiliki ciri khas serupa yaitu cara mempertahankan status quo melalui penghancuran aspek demokrasi dan hak-hak sipil. Sebagaimana yang diterapkan oleh Franco. Meski terkesan netral saat Perang Dunia II, Spanyol dikenal menjadi salah satu negara fasis.
Sikap otoriter dan semangat ultra-nasionalisme membuatnya menentang adanya perbedaan budaya. Ia ingin menyeragamkan semua hal dalam negara bentukannya. Mulai dari aspek politik, sosial, dan budaya, bahkan sepakbola pun tak lepas dari intervensinya.
FC Barcelona (Barca) adalah salah satu klub yang merasakan langsung dampak rezim otoriter Franco. Bukan hal yang aneh jika Jenderal Franco selalu mendeskreditkan dan mengintimidasi Barca.
Blaugrana terlahir dalam nuansa pluralisme yang menjunjung demokrasi dan kesetaraan. Hal ini justru berlawanan dengan sikap Franco yang menolak demokrasi serta menghendaki penyeragaman.
Katalan (Catalunya atau Catalonia) terdiri dari 4 provinsi yakni Barcelona, Girona, Lleida, dan Tarragona. Namun Barcelona lah yang paling getol dalam mendukung kemerdekaan daerahnya dari Spanyol. Barca merupakan simbol perlawananan sekaligus kemerdekaan bangsa Katalan.
Semangat demokratis dan pluralisme yang terbangun di Katalan menjadi daya tarik bagi kaum republikan, musuh besar rezim Franco. Realitas sosial-politik itulah yang membuat Barca sangat dibenci oleh Jenderal Franco.
Sentimen negatif itu yang akhirnya memicu Jenderal Franco seringkali melakukan tindakan represif terhadap klub asal Katalan tersebut.
Salah satunya adalah ketika ia melakukan intervensi untuk mengagalkan transfer Alfredo Di Stefano ke Barca. Tidak banyak yang tahu jika legenda Real Madrid itu hampir bergabung dengan rival utamanya, Barca. Dan atas jasa Franco, Real Madrid mampu menggaetnya.
Tindakan represif Franco terhadap Barca tak hanya sebatas pembajakan transfer. Ia juga terlibat dalam penunjukan Presiden klub Barca saat itu, yaitu Joan Soler dan Enrique Pineyro.