#Transformasi Yakuza
Tidak hanya Indonesia yang dinilai lamban, Jepang awalnya juga dikritik atas responsnya yang lamban dalam menanggulangi penyebaran virus corona. Sementara itu, sindikat kriminal terorganisir telah bergerak untuk mengambil keuntungan di tengah krisis.
Pandemi menjadi medan perang baru bagi geng-geng kriminal di negara itu, kelompok Yakuza generasi tua berusaha memulihkan reputasi mereka melalui aksi sosial, sementara Yakuza generasi muda bersaing untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan perlengkapan medis.
Virus corona menjadi mimpi buruk bagi bisnis haram Yakuza. Langkah-langkah otoritas Jepang telah menghambat perdagangan narkoba dan memaksa bisnis dunia malam berhenti beroperasi, praktis mereka kehilangan penghasilan terbesarnya.
Semenjak diberlakukannya karantina, harga ganja dan narkoba meningkat tajam dua kali lipat. Untuk mengakomodir keterbatasan itu para pelanggan bisa memesan lewat telpon dan akan diantarkan langsung sampai ke rumah.
Banyak anggota Yakuza telah berusia lanjut yang termasuk dalam kategori berisiko tertular akhirnya terpaksa tinggal di dalam rumah. Imbasnya, Yakuza hanya bisa bergantung pada anggotanya yang lebih muda untuk mencari uang.
Sindikat Yakuza menghasilkan uang melalui Shinogi, istilah Jepang yang berarti keramaian. Namun, dengan macetnya roda bisnis membuat mereka harus memutar otak untuk menghasilkan uang dengan cara berbeda.
Salah satu hal yang kini terpaksa mereka lakukan adalah menjual peralatan kesahatan--seperti masker--dengan harga tinggi sebagi bisnis kecil mereka.
Di sisi lain, kelompok Yakuza generasi tua dilaporkan membagikan kebutuhan gratis kepada mereka yang tidak mampu dan bahkan menawarkan diri untuk membersihkan kapal pesiar yang dikarantina untuk memperoleh imbalan.
"Dengan cara ini, Yakuza, yang selama ini dianggap negatif, berharap agar diterima di masyarakat," kata Garyo Okita, seorang jurnalis dan pakar Yakuza.
Yakuza yang dikenal sebagai sindikat kriminal yang kejam, namun justru seringkali berdiri di garis depan dan dengan sigap mengirim pasokan bantuan ke seluruh negeri setiap kali bencana besar melanda Jepang. Menjadi fakta yang sukar diterima oleh polisi dan media setempat.