Mohon tunggu...
Kit Rose
Kit Rose Mohon Tunggu... -

Mawar Hitam. Arema 60th.\r\nDid you know about this and that? Well I want to know.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sang Ratu

30 Maret 2010   17:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:05 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia. Merah darahku, putih tulangku,

bersatu dalam semangatmu.

Indonesia. Debar jantungku, getar nadiku,

berbaur dalam angan-anganmu,

kebyar-kebyar, pelangi jingga.

 

Biarpun bumi bergoncang, kau tetap Indonesiaku.

Andaikan matahari terbit dari barat, kau pun tetap Indonesiaku.

Tak sebilah pedang yang tajam, dapat palingkan daku darimu. Kusingsingkan lengan, rawe-rawe rantas

Malang-malang tuntas. Denganmu Indonesia. Merah darahku, putih tulangku. Bersatu dalam semangatmu Indonesia. Debar jantungku, getar nadiku. Berbaur dalam angan-anganmu Kebyar-kebyar, pelangi jingga. Indonesia. Merah darahku, putih tulangku. Bersatu dalam semangatmu Indonesia. Nada laguku, symphoni perteguh. Selaras dengan symphonimu

~~~~~

 

Syair-syair yang sudah dipersiapkan dengan matang itu tidak jadi digelar. Kedatangan tamu asing yang disebut sebagai calon mitra usaha sang pemilik perusahaan, membuat kerajaan kecil itu heboh dan mengalami banyak penataan ulang, yang hampir semuanya tidak sesuai dengan misi awal dibentuknya perusahaan dengan lima divisi itu. Dan kini segala yang terjadi di sana menjadi sebuah mimpi buruk bagi para pengelola.

Selanjutnya Jalu memainkan irama Dimmu Borgir - Sorgens Kammer sambil meneliti satu persatu wajah-wajah yang duduk di ruangan itu dengan hati bergetar. Wajah-wajah terbungkus pakaian elegant dengan dasi seharga entah berapa, Jalu tak dapat menghitung dan memperkirakannya. Wajah-wajah itu terlihat sangat menikmati irama musik yang dimainkan Jalu tanpa peduli bagaimana perasaan pemuda itu.

"Percuma kita latihan menciptakan not yang menawan Jal." Bisik Leo temannya saat musik hendak dimainkan.

"Tenang, ini hanya pembukaan aja. Lagu-lagu lain masih bisa kita mainkan setelah ini."

"Semoga saja. Karena kulihat mata Sang Ratu bicara lain."

Lalu setelah instrumen pembukaan usai dimainkan Jalu dan teman-temannya, seorang wanita cantik, anggun dan berwibawa bangun dari tempat duduknya, berjalan dengan gemulai mendekati panggung itu dan tangannya memberi isyarat agar Jalu mendekat. Pemuda itu dengan enggan meletakkan gitarnya dan mendekat dengan wajah datar.

"Apa lagi yang akan dilakukannya." Bisiknya geram.

"Sekarang kamu mainkan lagu-lagu barat."

"Hari ini jadwal kita mengisi lagu-lagu bernuansa kebangsaan Bu."

"Dan sekarang aku memerintahkan untuk dirubah."

"Tapi Bapak memintanya demikian. Hari ini Bapak ingin menunjukkan pada para tamu bahwa perusahaan ini sangat nasionalis."

"Itu tidak diperlukan lagi. Aku sudah punya rencana."

"Bukankah Bapak dan Ibu mengundang mereka untuk menyaksikan kebudayaan kita? Dan teman-teman sudah mempersiapkannya dengan matang."

"Itu kan hanya siasat agar mereka bersedia berkunjung ke sini. Dan menyenangkan mereka ini juga salah satu cara agar mereka bersedia bekerja sama dengan kita."

"Tapi."

"Lakukan saja dan kamu akan segera naik jabatan. Tidak hanya sekedar menyanyi di panggung ini."

"Mohon diijinkan saya membicarakannya dulu dengan Bapak."

"Pilihanmu hanya dua. Lakukan sekarang atau kamu keluar dari ruangan ini dan jangan pernah kembali."

Jalu menatap geram wanita yang kembali berjalan dengan anggun itu menjauh darinya. Tangannya mengepal dan mulutnya mendesis sambil menatap kain persegi berwarna merah putih yang sudah disiapkannya dengan cantik di sudut panggung. Lalu menatap nanar pada diktat berisi bait-bait kebangsaan yang kini menjadi sia-sia.

"Benar kan dugaanku." Leo berbisik di sebelahnya.

"Masih ada waktu lima belas menit. Aku akan cari cara untuk bicara dengan Bapak."

"Percuma Jal. Bapak dari tadi menyaksikan perbincangan kalian dari jauh, dan beliau hanya mampu tertunduk."

"Aku keluar kalau begitu."

"Jangan gegabah Jal. Kalau kamu keluar, kita pasti akan dilempar semua keluar dari sini. Lalu bagaimana nasib lima orang teman kita itu?"

Jalu melirik teman-temannya yang sedang sibuk mempersiapkan diri. Tangannya semakin mengepal dan matanya mulai memerah.

"Kita cari jalan keluarnya nanti."

Desisnya perlahan lalu melangkah ke tengah panggung diikuti temannya Leo dan segera mempersiapkan diri menyenangkan hati Sang Ratu, memainkan nyanyian yang diinginkan para tamu asing. Hatinya bergemuruh, namun nadinya tak mampu bersuara. Ditatapnya Sang Ratu yang dengan ramah melayani para tamu. Senyumnya sangat menawan dan melenakan. Namun Jalu mencium aroma anggur beracun dalam senyum menawan itu. Entah apa berikutnya.*****

 

by Kit rose

____________________________________________________

 

Dan istana ini akan damai jika Sang Ratu menuang anggurnya,

lalu kami akan teronggok kaku bersama bias racun yang tersimpan di dalamnya,

tapi untuk apa menangis, karena lukisan langit belum pada saatnya istanaku bergolak.

____________________________________________________

  Cuplikan : Cerita Cinta Dari Negeri Dongeng Ilustrasi : Google Lirik lagu : Gombloh

Cerita fiksi ini didedikasikan untuk bang Faizal Assegaf, yang mungkin malam ini tidak akan bisa ikut meramaikan ruangan ini karena tidak bisa lagi login di rumah sehat Kompasiana. Entah mengapa dan untuk berapa lama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun