Mohon tunggu...
kirana quinta
kirana quinta Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

psychology’22

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gray Area Between Reason to Life and Death

15 November 2022   21:49 Diperbarui: 15 November 2022   22:31 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

The Problem of Gen Z

Di masa dimana segala sesuatu serba instan seperti saat ini, terdapat sebuah fenomena sosial dimana ketika seseorang merasakan sebuah penderitaan, maka dia akan melakukan generalisasi terhadap hidupnya. Dia akan menganggap bahwa hidup hanyalah untuk menderita, dan tidak ada yang dinamakan essence of living, sehingga ia akan menjadi seseorang yang pesimis dan tidak memiliki semangat untuk hidup.

Essence of Living adalah sebuah serangkaian pembelajaran yang terus berjalan, pembelajaran tersebut dapat dilakukan melalui mencari kebenaran, serta mengerti dan bisa memahami sesuatu secara utuh tanpa memandang ekspetasi, masa lalu, dan juga rumor-rumor mengenai hal tersebut. Sedangkan pesimis adalah  orang yang memiliki pandangan yang tidak baik/tidak memiliki harapan yang baik terhadap apapun, serta orang yang sudah putus harapan.

Jika individu tidak dapat memaknai Essence of Living dan selalu pesimis, maka lama kelamaan orang tersebut bisa jatuh kedalam jerat depresi. Depresi adalah sebuah kondisi dimana seorang individu mengalami gangguan mental yang mempengaruhi perasaan, cara berpikir, dan cara bertindak seseorang menjadi lebih sedih dan menjadi kehilangan semangat hidupnya.

Individu yang mengalami depresi biasanya dia akan menimbulkan gejala-gejala fisik umum seperti lelah dan tidak berenergi (meskipun sudah beristirahat), gelisah dan sulit berkonsentrasi terhadap segala sesuatu, perubahan selera makan dan pola tidur. Dan gejala psikologis seperti rasa cemas, khawatir, sedih dan marah yang berlebihan, hilang minat bergaul dengan orang lain, menyakiti diri(self-harm), dan berpikiran untuk mengakhiri hidupnya.

Mayoritas orang yang mengalami depresi dan berpikiran untuk mengakhiri hidupnya adalah orang-orang yang biasanya telah mengalami stress dalam waktu yang lama dan tidak ada orang untuk sharing mengenai masalah yang dihadapi individu tersebut. Hal tersebut membuat mereka menjadi tidak memiliki semangat hidup dan merasa bahwa hidup mereka Worthless di mata diri sendiridan orang lain.

Individu yang berpikiran mengakhiri hidupnya biasanya akan cenderung menjauhi Social life, mulai tidak memerdulikan stigma orang terhadap mereka, menjadi lebih egois, menjadi lebih tertutup terhadap keluarga dan teman, mulai sering melakukan self-harm. 

Ketika seseorang merasa ingin bunuh diri, mereka sebenarnya tidak benar-benar ingin "mati" melainkan mereka hanya ingin "sesuatu" dalam diri mereka, yang mereka benci untuk mati dan menghilang.

Orang-orang yang mengalami depresi ini memliki  kecenderungan lebih pesimis dalam memandang segala sesuatu, sehingga mereka tidak akan berekspetasi baik terhadap apapun dan siapapun. Karena mereka tidak berekspetasi baik terhadap siapapun dan apapun merekapun merasakan kehampaan dalam kehidupannya, mereka akan mencoba mengakhiri hidupnya juga karena mereka merasa bahwa Eksistensinya di dunia ini tidak ada gunanya (karena mereka termakan oleh kehendaknya sendiri)

Beberapa orang yang ingin mengakhiri hidupnya terkadang akan merasakan rasa takut akan kematian itu sendiri, karena mereka tidak benar-benar ingin mengakhiri hidupnya melainkan mereka ingin mengakhiri sebuah/sesuatu entah itu sifat/masalah yang ada dalam hidupnya yang tidak mereka inginkan.

Ketika seseorang yang ingin mengakhiri hidupnya dihadapkan dengan suatu peristiwa yang membahayakan hidupnya, maka dia pun akan cenderung tetap ingin melanjutkan kehidupannya. Karena sebenarnya mereka memiliki ketakutan akan kematian itu sendiri, mereka tidak siap terhadap kematian itu, sehingga ia akan mengimplementasikan Will to Survive mereka.

The Root of the Phenomenon

Kehendak Buta adalah buah pemikiran oleh Schopenhauer yang menyatakan mengenai bahwa kehendak manusia merupakan dorongan buta, dimana kehendak tersebut terus menerus mendorong manusia tanpa tujuan melewati berbagai taraf realitas. Ketika kita ingin melakukan sesuatu sebenarnya itu tidak ada alasan rasional, tetapi kita merasionalkan keinginan kita tersebut sebagai sesuatu yang rasional.

Kehidupan sebagai penderitaan adalah salah satu dari teori Schopenhauer yang mengatakan bahwa hidup manusia dikuasai oleh kehendak yang tidak ada habisnya, sedangkan pemenuhan kehendak itu terbatas. Pada akhirnya akan menyebabkan ketidakpuasan akan kehendak itu sendiri dan hal itu akan menyebabkan hidup manusia akan penuh dengan penderitaan.

Kecemasan akan Ketiadaan adalah teori Heidegger mengenai bahwa manusia akan merasakan kecemasan danketakutan ketika mereka akan mengalami sebuah peristiwa yang mendekati ketiaadaan.  Karena bagi Heidegger bahwa ketiadaan adalah sebuah ancaman nyata yang menghancurkan segala jenis realitas dan eksistensi. Kecemasan biasanya disebabkan juga karena ketidaktahuan kita terhadap objek/subjek lain yang kita temui.

Theory Kematian adalah sebuah pemikiran Heidegger dimana ia menganggap bahwa kematian merupakan akhir dari kemungkinan-kemungkinan yang mungkin saja terjadi. Berarti bahwa manusia tidak akan bisa untuk melakukan aktivitas dan juga pemenuhan dari tujuan-tujuannya. Menurut Heidegger manusia itu ada untuk menuju kematian itu sendiri.

Keotentikan diri dapat dimaknai ketika kita mendekati ketiadaan/kematian, hal tersebut dikarenakan kita dapat memaknai kehidupan kita selama ini, kita juga dapat untuk menggabungkan tiga dimensi temporalitasnya yaitu masa lalu, masa kini, dan masa depan. 

Tanpa kesadaran akan kematian manusia tidak akan dapat mencapai keotentikan dirinya, ketika menyadari tentang kematian manusia dapat membuat rencana hidup dengan mempertimbangkan faktisitas, situasi masa kini, dan harapannya akan masa depan.

Reduksi Fenomenologis adalah sebuah fenomena dimana kita menyisihkan dan menyaring pengalaman/emosi/prasangka kita terhadap suatu objek/hal.  Sehingga ketika kita akan memahami sesuatu kita akan memahami hal tersebut secara objective dan menyebabkan kita tidak bias terhadap suatu fenomena ataupun objek tertentu.

The Correlation

Bercermin pada teori Kehendak Buta, maka penyebab dari orang-orang ingin mengakhiri kehidupannya adalah karena mereka sepenuhnya dikendalikan oleh kehendak dalam dirinya. Serta mereka merasa bahwa kehidupan itu sendiri merupakan penderitaan dan hidup hanya menimbulkan masalah-masalah yang lainnya, sehingga menyebabkan mereka ingin rage quit dari masalah dan penderitaan dengan cara mengakhiri hidupnya sendiri.

Sedangkan menurut pandangan Heidegger dengan teori Kecemasan akan Ketiadaan dan Kematian. Berdasarkan teori kecemasan para remaja akan cenderung ingin mengakhiri hidupnya tetapi mereka sebenarnya tidak benar benar ingin untuk melakukan hal tersebut, melainkan mereka ingin agar sesuatu dalam dirinya untuk hilang. 

Ketika mereka berhadapan dengan situasi antara hidup dan mati, mereka akan cenderung untuk berusaha agar tetap hidup karena mereka takut akan ketiadaan itu sendiri (Kematian).

Sedangkan untuk sebagian kecil remaja, mereka menganggap bahwa kematian sendiri itu merupakan tingkat tertinggi dari keotentikan diri yang hanya akan dimiliki diri sendiri dan cenderung akan berbeda setiap orang, dimana ketika saat kita akan mengalami kematian itu sendiri hal tersebut tidak akan bisa dititipkan dan diwakilkan oleh orang lain.

Kita bisa mengkritisi fenomena remaja depresi yang ingin mengakhiri dirinya ini melalui pemikiran Sartre, yaitu dimana ketika seseorang ingin melakukan sesuatu mereka harus menanggalkan/menyisihkan/mengesampingkan perasaan dan ego dari dirinya supaya dapat berpikir secara terbuka untuk mengambil keputusan dan tidak berdasarkan pada kehendak manusia itu sendiri.

 Kesimpulan

Kita bisa melihat fenomena depresi remaja yang ingin mengakhiri hidupnya ini melalui beragam sudut pandang, seperti sudut pandang Kehendak buta, Kehidupan sebagai Penderitaan, Kecemasan akan ketiadaan, dan juga teori kematian Heidegger. Dimana berbagai sudut pandang bisa digunakan untuk memahami suatu fenomena.

Kita juga bisa mengkritisi hal tersebut menggunakan Reduksi Fenomenologis ala Sartre, supaya kita tidak terkungkung oleh suatu hal yang negatif saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun