Ketika mereka berhadapan dengan situasi antara hidup dan mati, mereka akan cenderung untuk berusaha agar tetap hidup karena mereka takut akan ketiadaan itu sendiri (Kematian).
Sedangkan untuk sebagian kecil remaja, mereka menganggap bahwa kematian sendiri itu merupakan tingkat tertinggi dari keotentikan diri yang hanya akan dimiliki diri sendiri dan cenderung akan berbeda setiap orang, dimana ketika saat kita akan mengalami kematian itu sendiri hal tersebut tidak akan bisa dititipkan dan diwakilkan oleh orang lain.
Kita bisa mengkritisi fenomena remaja depresi yang ingin mengakhiri dirinya ini melalui pemikiran Sartre, yaitu dimana ketika seseorang ingin melakukan sesuatu mereka harus menanggalkan/menyisihkan/mengesampingkan perasaan dan ego dari dirinya supaya dapat berpikir secara terbuka untuk mengambil keputusan dan tidak berdasarkan pada kehendak manusia itu sendiri.
 Kesimpulan
Kita bisa melihat fenomena depresi remaja yang ingin mengakhiri hidupnya ini melalui beragam sudut pandang, seperti sudut pandang Kehendak buta, Kehidupan sebagai Penderitaan, Kecemasan akan ketiadaan, dan juga teori kematian Heidegger. Dimana berbagai sudut pandang bisa digunakan untuk memahami suatu fenomena.
Kita juga bisa mengkritisi hal tersebut menggunakan Reduksi Fenomenologis ala Sartre, supaya kita tidak terkungkung oleh suatu hal yang negatif saja.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI