Kemenangan Barack Obama pada Pemilu di Amerika tahun 2008 dan 2012 tidak bisa dilepaskan dari kemampuan Obama dalam memanfaatkan dan mendayagunakan internet dan media sosial.Â
Selain di negara Amerika Serikat, di Indonesia juga terjadi fenomena yang sama dalam hal pemanfaatan media sosial dalam politik, secara spesifik pemilu.Â
Kekuatan media sosial terbukti dalam kemenangan Joko Widodo pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2012 dan Ridwal Kamil pada Pilkada Kota Bandung tahun 2013. Jokowi memenangkan pertarungan di media sosial dan unggul atas Fauzi Bowo.Â
Jokowi lebih banyak diperbincangkan dengan angka sebanyak 55,43% sementara Fauzi Bowo hanya diperbincangkan oleh pengguna media sosial sebanyak 44,57%. Selain itu juga kemenangan Ridwal Kamil pada Pilkada Kota Bandung tahun 2013. Ridwan Kamil melakukan kampanye dengan memanfaatkan media sosial secara kreatif.Â
Ridwan Kamil ditampilkan sebagai anak muda yang memberi harapan khususnya kepada pemilih pemula. Dengan akun Facebook Ridwan Kamil yang diikuti oleh 58 ribu pengikut sementara akun Twitter diikuti oleh 185 ribu pengikut, ia terbilang berhasil mendapatkan dukungan suara anak muda pada saat itu, dan bahkan hingga saat ini pun Ridwan Kamil dikenal dengan sosok pemimpin milenial yang dekat dengan masyarakat melalui media sosial.
Dengan menggunakan contoh kasus Pemilu Amerika, Pilkada DKI Jakarta dan Bandung, penulis berkesimpulan media sosial akan memainkan peranan penting pada Pemilu dan komunikasi politik di masa mendatang. Bahkan media sosial menjadi pilar kekuatan demokrasi kelima yang perlu diperhatikan.Â
Melalui media sosial, masyarakat bisa bersuara secara bebas serta terlibat dengan isu-isu politik. Jika sebelumnya pembicaraan politik hanya didominasi oleh elit, melalui media sosial warga bisa ikut terlibat dalam membicarakan isu-isu politik.Â
Namun demikian, terkait dengan kebebasan berpendapat di media sosial, perlu adanya upaya untuk mempertahankan nilai-nilai demokrasi, dalam hal ini perlu adanya pertimbangan kembali terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang dinilai telah membahayakan demokrasi.Â
Pasal-pasal yang dimuat di dalamnya terkesan mengekang kebebasan berpendapat di media sosial di mana itu sangat jauh sekali dari prinsip-prinsip demokrasi. Karena peran media sosial dalam politik tidak hanya seputar komunikasi politik saja, akan tetapi kebebasan bersuara masyarakat di media sosial juga sangat penting dalam hal controlling terhadap pemerintah ataupun rezim yang sedang berkuasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H