Mohon tunggu...
Kingkin BPrasetijo
Kingkin BPrasetijo Mohon Tunggu... Guru - Guru yang suka menulis

Suka ngebolang atau bersepeda menikmati keindahan alam karya ciptaan Tuhan. Pencinta semburat jingga di langit pagi dan senja hari. Suka nonton film dan membaca dalam rangka menikmati kesendirian.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Biar Hati Bicara (part 16)

4 Desember 2024   17:48 Diperbarui: 5 Desember 2024   05:11 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

      Abimanyu masih terpaku di tempatnya berdiri, menatap tidak percaya sang kekasih hati ada di depannya, juga sedang menatapnya. Beberapa saat lamanya, keduanya hanya saling menatap tanpa suara. Abimanyu mati-matian menahan gejolak kerinduan yang ditahannya sedari tadi. Ingin rasanya berlari, meraih gadis berbaju kasual itu dalam pelukannya, menumpahkan kerinduannya, menghancurkan jarak yang diyakininya sudah tidak ada.

     Abimanyu yakin, Andara juga merindukannya. Abimanyu bisa merasakan, suara gadis itu terdengar bergetar ketika mereka berkomunikasi melalui telepon kemarin. Keceriaan setelah itu, tawa lepasnya mewarnai obrolan mereka selanjutnya. Jantung Abimanyu serasa mau meledak karena bahagia. Perjuangannya meraih hati gadis tomboi berhati lembut itu membuahkan hasil.

     Sekarang Andara berdiri hanya beberapa langkah darinya, dengan tatapan rindu yang sama. Tatapan terkejut yang berhasil ditangkap mata elangnya, dengan cepat berganti. Gadis itu seperti sedang meyakinkan diri, mungkin juga memupus ego yang terus digenggamnya. Abimanyu berinisiatif mengubah ekspresi wajahnya, mengulas sebuah senyuman yang diharapkan bisa memperbaiki suasana canggung di antara mereka. Lalu menghitung mundur dalam hati, sambil mengatur pernapasan seperti yang biasa dilakukannya ketika berlatih bela diri. Pada hitungan ke sepuluh, Abimanyu merasa yakin dengan keputusannya.

     "Hai, Ra," sapanya memecahkan keheningan. 'Aku rindu' lanjutnya dalam hati. Andara membalas senyumnya, tubuh yang sejak beberapa menit lalu berdiri kaku itu melemas. Abimanyu menangkap kelegaan di wajah yang biasanya tenang itu, begitu pun dengan dirinya. Abimanyu lega mampu bertahan sejauh ini. Kebekuan mencair perlahan, Abimanyu mengaruk tengkuknya sambil berpikir keras. Bagaimana caranya memulai percakapan secara natural.

     Memastikan dirinya tetap menjaga sikap, dia tidak mau usahanya berakhir sia-sia. Keinginan membawa gadis itu ke dalam pelukannya, dipatahkan dengan cepat. Sebesar apa pun rindu, dan hasrat memiliki si gadis, Abimanyu tidak mau gegabah. Penerimaan orang tua Andara, Devandra, serta dukungan Sena, cukup menjadi modal untuk melangkah selanjutnya.

     Abimanyu lega, setelah membuka sedikit latar belakang keluarganya kepada laki-laki yang menjadi cinta pertama Andara. Restu laki-laki itu sangat penting, untuk memulai hubungan dengan Andara. Meski Abimanyu tidak tahu sampai di mana hubungan mereka nanti, usia mereka masih sangat muda. 

     "Tidak usah banyak berjanji, lakukan dan buktikan saja. Kamu akan menjaga anak Om, seperti Om menjaganya selama ini. Mengalir saja dulu, tidak perlu terlalu berandai-andai. Jalani hubungan dengan benar, saling menjaga sikap, hati, dan kepercayaan. Kalau kamu sungguh mencintai Dara, harus tahu batasan, mana yang boleh dan yang tidak." Begitu pesan Gunawan, saat Abimanyu berjanji akan mencintai anaknya dengan sungguh-sungguh.

     "Mencintai itu tidak memiliki seutuhnya, mengikat hati, membuatnya bergantung kepadamu. Tidak seperti itu, kalau itu yang kamu lakukan, kamu malah akan kehilangan ketika dia sadar. Kalau benar, alasan Kamu menyukai Dara, seharusnya Kamu tahu bagaimana kami mengasuhnya. Dara punya cara sendiri menjalani hidupnya, dia tidak biasa diikat. Kami memberikan kebebasan memilih apa yang dia mau, jadi jangan mencoba memaksanya." Katanya lagi. Abimanyu mengangguk takzim, tidak berniat menjeda. Bersyukur, ayah Andara memberinya banyak masukan, membuka lebar-lebar pintu untuknya. Dalam diamnya, Abimanyu teringat papanya. Kebersamaan seperti ini, tidak pernah dilakukannya dengan sang ayah. Satu tekad terbersit, sepulang dari rumah ini, dia akan membuat sejarah baru dengan ayahnya.

     "Satu hal lagi yang perlu Om sampaikan. Andara mempunyai banyak kelebihan yang tidak dimiliki anak lain seusianya. Mungkin kamu pikir saya terlalu percaya diri tentang putri semata wayang kami. Tetapi itu fakta yang tidak bisa kamu pungkiri, kan? Kecerdasan emosionalnya sangat bagus, cara berpikirnya terlalu mengandalkan logika. Om sengaja menanamkan hal itu sejak dini, dengan melibatkannya dalam semua proses kehidupannya, dan memupuk kebiasaan membaca. Jujur, kadang Om merasa mis, tidak mampu mengimbangi cara berpikirnya. Tentang itu kamu harus sabar, kalau sudah tidak sabar itu tandanya kamu harus melepaskannya. Om tidak mau kamu berlaku kasar. Saling menghormati itu kunci sebuah kebersamaan. Sama seperti Om menghargai dan percaya denganmu, hargai dan percayalah juga dengan Andara kami. Om yakin Kamu bisa melakukan itu. Menurut Om, ini yang paling sulit, meyakinkan gadis keras kepala itu, alasan kamu menyukainya. Om yakin kamu bisa. Kuncinya sabar, dan goodluck" Pak Gunawan mengakhiri nasihatnya dengan mengepalkan tangan kanannya. Abimanyu tersenyum lega, dadanya membuncah oleh rasa bahagia. Tenggorokan tercekat, sekuat tenaga dia menahannya. Abimanyu tidak boleh berlaku cengeng, di depan ayah Andara yang sudah memberinya kepercayaan penuh. 

      Dalam hati Abimanyu salut dengan laki-laki itu. Sepanjang percakapan mereka,beliau selalu mengatasnamakan kami ketika menyebut status Andara dalam keluarganya. Meski sang istri sudah meninggal, Pak Gunawan masih menganggapnya ada. Sementara keluarganya? Uniknya, Pak Gunawan tidak keberatan anaknya berhubungan dengan anak broken home.Abimanyu berdoa semoga Andara juga berpikiran yang sama, setelah tahu keadaan keluarganya. 


      "Saya berjanji, tidak akan mengecewakan Om." Janjinya serius.  Laki-laki bijaksana itu, menepuk pundak Abimanyu, lalu tertawa.

     "Ra..."

     "Mas..." Keduanya saling berpandangan, lalu tertawa menyadari kekonyolan sikap mereka. Abimanyu memberi tanda kepada Andara untuk bicara terlebih dahulu.

     "Mas Abi dulu,"  jawabnya pelan. Abimanyu menggaruk pelipisnya, sebelum melemparkan pertanyaan konyol yang membuat Andara tergelak, lalu berjalan mendekati cowok yang dirindukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun