"Hei, kami di sini!" teriak Petra sambil melambaikan tangan ke arah pintu masuk kafe. Abimanyu menoleh, seorang gadis berambut sebahu, dengan gaya cuek melangkah mendekati meja mereka. Abimanyu mengenali gadis itu. Benar, dia Danasti salah satu sahabat Andara.
   "Kamu undang dia? Buat apa?" bisik Abimanyu panik.
   "Santai Bro, Danasti sepupu Petra. Kalau pembahasan hari ini lancar, dia akan menjadi informan Lo," sahut Boim santai. Abimanyu menghela napas panjang, kesal tetapi juga berharap. 'Ngomong-ngomong kapan mereka meminta Danasti ke sini?' tanyanya dalam hati. Bukankah dari tadi mereka bersama, latihan basket, lalu berjalan ke kafe ini sambil mengobrol. Â
   "Gila Kamu, Ko! Ngapain nyuruh aku ke sini, lagi enak tidur juga!" semprot Danasti sambil berkacak pinggang. Petra malah tergelak, tindakan yang membuat mata sipitnya hilang. Boim tertawa kecil, sementara Abimanyu tersenyum kecut.
   Tanpa menunggu undangan selanjutnya, Danasti menghempaskan tubuhnya di kursi kosong sebelah Petra. Sekarang mereka duduk saling berhadapan dengan Abimanyu dan Boim, yang duduk bersebelahan.
   "Non, kenalin ini Gading. Eh, maksudku Abimanyu Gading Bawana, cowok keren seantero sekolah kita. Tapi kamu enggak boleh naksir dia, soalnya.. aduh, mainnya kasar, ah! Enggak jadi dibantuin ini!" teriak Petra kesakitan. Tulang keringnya ditendang Abimanyu di bawah meja. Danasti dan Boim memandang Petra yang masih meringis kesakitan. Keduanya mengangkat bahu tidak mengerti, pertanyaan mereka terjawab ketika Petra menunduk untuk mengelus tulang kering tidak bersalah itu. Danasti tidak bisa menahan tawanya, mukanya sampai merah padam saking bahagianya. Tindakan Abimanyu cukup membalaskan kejengkelannya.Â
   "Sorry! Ngenalinya tidak usah lebay juga kali!" Abimanyu menangkupkan kedua tangannya meminta maaf. Boim hanya tertawa melihat kelakuan kedua sahabatnya.
   "Halah, begitu saja sakit. Lebay tahu, Ko!" Danasti mencibir.
   "Anjir, sakit tahu tulang kering ketemu ujung sepatu!" Petra mengomel menahan sakit. Danasti tidak peduli, tangannya dengan gesit mengambil es cappucino favorit sepupunya, dan mencecapnya.
   "Aduh Noni, kebiasaan burukmu enggak berubah juga! Ini masih pandemi, tidak boleh asal minum punya orang. Pesan sendiri malas amat!" protes sang empunya minuman.
   "Itu tahu! Lagian haus, lama kalau pesan sendiri," sahutnya acuh. Petra mendesah pasrah melihat Noni meminum habis isi gelasnya.
   Â
   Noni adalah panggilan sayang keluarga mereka untuk Danasti. Sepupu paling dekat yang dia punya, karena usia mereka hanya beda satu tahun. Danasti memang cuek, tetapi dia paling asyik diajak kerja sama. Sifat yang paling Petra suka dari Danasti adalah dia tidak neko-neko (macam-macam). Meski pamannya jauh lebih kaya dari keluarga, Danasti si anak semata wayang tetap bersahaja dan tidak manja. Hanya sifat kurang sabar menunggu membuat mereka sering berantem kecil. Ujungnya dia harus mengalah, karena dia lebih tua. Alasan apa itu?