Saya menangkap Filosofi Teras sebagai interpretasi sekaligus testimoni Mas Henry terhadap filsafat stoisisme.Â
Sangat subyektif namun tentunya tak mengurangi intisari dan manfa'at yang bisa didapatkan pembacanya. Oleh karena itu, dalam tulisan ini pun saya akan melakukan hal yang sama terhadap buku Filosofi Teras milik Mas Henry.
Berikut 3 perubahan yang saya rasakan setelah membaca Filosofi Teras:
1. Tidak Mudah Tersulut Emosi
Salah satu bagian awal yang dijabarkan dalam Filosofi Teras adalah "dikotomi kendali". Dalam hidup ada hal-hal yang bisa kita kendalikan dan tidak bisa kita kendalikan.Â
Kerap kali, tanpa kita sadari (karena mengabaikan nalar sendiri) emosi negatif yang kita rasakan sering muncul karena kita terlalu fokus pada hal-hal yang berada di luar kendali kita.
Terjebak kemacetan, misalnya. Itu kan di luar kendali kita. Kita tak bisa melakukan apapun untuk mengubah keadaan.Â
Tapi saking seringnya memanjakan emosi negatif akhirnya kita pun marah, kesal, dan melontarkan sumpah-serapah memaki kemacetan yang terjadi. Padahal itu semua tidak bisa mengubah apapun.
Setelah membaca filosofi teras dan terjebak kemacetan, alhamdulillah, saya tak mudah tersulut amarah seperti sebelumnya. Ketika bertemu dengan kemacetan saya berdialog dengan pikiran sendiri:Â
"Kemacetan ini berada di luar kendali saya. Memang menyebalkan. Saya bisa telat ke tempat tujuan. Tapi marah dan mengeluarkan kata-kata makian tak akan mengubah apapun.Â