Mohon tunggu...
DMS
DMS Mohon Tunggu... Bankir - Simpul Persatuam

Pro bangat gitu

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ini Kronologi Sengketa Lahan Masyarakat Adat Besipae

16 November 2020   19:28 Diperbarui: 16 November 2020   20:03 930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masyarakat Adat Besipae | dok. Antara

 

Kronologi Tanah Adat PUBABU


a. Bahwa pada  tahun 1982 terjadi kesepakatan kerjasama antara pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur dan masyarakat adat Pubabu-Besipae, tujuan kesepakatan bersama di buat dalam surat pernyataan yang ditandantangani Tua-tua Adat di Desa Mio tertanggal 13 April 1982  dengan tujuan  Pelaksanaan Proyek Percontohan Intensifikasi Peternakan Besipae di Kabupaten Daerah Tingkat II Timor Tengah Selatan, pelaksanaan proyek tersebut melibatkan desa Oe Ekam, Mio, Polo dan Linamnutu, pelaksanaan proyek tersebut memakai luas wilayah 6000 Ha (bukti 1)  


b. Bahwa di tahun 1982-1987 Kerjasama antara Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur melakukan kerjasama dengan Pemerintahan Australia dengan program Percontohan pembibitan ternak namun dalam kurun waktu 5 (lima) tahun. Program tersebut tidak berjalan sehingga program tersebut dipinjamkan kepada Dinas Kehutanan melalui Program GERHAN (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan) yang melibatkan  4 (empat) desa yaitu desa Polo, Desa Mio, Desa Oe Ekan, dan Desa Eno Neten di Kec. Amanuban Selatan dengan luas mencapai 6.000 ha yang kemudian kawasan tersebut dijadikan sebagai kawasan budidaya untuk tanaman komoditas seperti jati dan mahoni dengan skema HGU dari tahun 1988 hingga 2008. Padahal masyarakat adat tidak pernah dimintai persetujuan penggunaan kawasan tersebut sebagai program GERHAN.


c. Di tahun 1995 Dinas Kehutanan mengeluarkan Nomor Register tanah Kehutanan (NTK) Nomor 29 yang termuat dalam Berita tata Batas Negara yang merupakan kawasan hutan Negara (Fungsi Hutan lindung) yang ditandatangani oleh Gubernur NTT seluas 2900 (duaribu sembilan ratus) hektar


d. Bahwa dari tahun 2003 sampai 2008  Dinas Kehutanan Timor Tengah Selatan (TTS) telah melakukan pembabatan dan pembakaran hutan adat pubabu akibatnya 1050 (seribu lima puluh)  Ha hutan adat pubabu menjadi Gundul


e. Areal kawasan hutan adat besipae di Desa Linamnutu dan Desa Mio,Kecamatan Amanuban selatan adalah Hutan Negara (Fungsi Hutan Lindung) dan merupakan kawasan hutan yang  diolah oleh Dinas Kehutanan dengan Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan tahun 2007 yang diluncurkan / lanjutan ke tahun 2008 dan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan) tahun 2008 belum ada namun program Gerhan yang dilaksanakan pada tahun 2008 ini  merupakan luncuran / lanjutan dari Gerhan tahun 2007, tempat lokasi kawasan hutan koa, besipae, Desa Linamnutu dan Desa Mio Kecamatan Amanuban Selatan  Kabupaten Timor Tengah Selatan yang termuat dalam berita Tata Batas Negara tahun 1995 yang merupakan kawasan hutan Negara (Fungsi Hutan Lindung) yang ditanda tangani oleh Gubernur NTT Seluas 2900 (dua ribu Sembilan ratus) hektar


f. Ditemukan di areal kawasan hutan pubabu besipae terdapat banyak ditumbuhi pohon kayu produktif, berupa Jenis pohon Kanunak, Pohon Manufunu, Pohon Jati, Pohon Niko, POHON Kayu merah, pohon kayu kabesak kurang lebih 4 (empat) meter dan rumpun bambu-bambu yang tingginya kurang lebih 20-25 meter dan sudah dalam keadaan terbakar


g. Ditemukan bahwa areal hutan pubabu besipae dikerjakan oleh beberapa kelompok masyarakat (kelompok tani) yang terbagi menjadi 8 (delapan) kelompok masyarakat (kelompok tani)  

h. Di tahun 2007 wilayah Hutan adat pubabu yang diklaim oleh Dinas kehutanan menjalankan program Gerhan (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan) program ini adalah program lanjutan dari tahun 2007 merupakan kelompok hutan Koa yang melibatkan 4 Lokasi, yaitu kawasan hutan koa, Besipae, Desa Linamnutu, dan Desa Mio. kawasan hutan adat tersebut hutan tercatat dalam tercata dalam nomor register tanah `kehutanan (NTK) nomor 29 yang termuat dalam Berita Tata batas Negara Hutan (lindung yang dintandatangani oleh Gubernur NTT seluas 2900 Hektar


i. Di  tahun 2008 masyarakat adat melakukan aksi penolakan perpanjangan HGU untuk program GERHAN tersebut. Adapun alasan penolakan masyarakat dikarenakan aktifitas pembatatan hutan alam yang menyebabkan mengeringnya sumur-sumur sekitar kawasan hutan. Selain itu, masyarakat juga kehilangan akses terhadap kawasan hutan yang justru milik mereka sendiri. Masyarakat dilarang memasuki kawasan hutan, bahkan sekedar untuk mengambil ranting kering untuk kebutuhan kayu bakar dan mengambil pakan ternak. Begitupun dengan populasi hewan buruan seperti rusa dan sebagainya, yang berkurang secara drastis setelah aktifitas pembabatan hutan tersebut.


j. Bahwa pada tanggal 12 April 2008 terjadi pembabatan hutan besipae yang ketiga mencakup 2 (dua ) desa yaitu desa Pollo dan Desa Linamnutu, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan yang dilakukan oleh beberapa kelompok yang dibentuk oleh Dinas Kehutanan  Kab. TTS PRov.NTT dengan alasan untuk merehabilitas hutan melalui program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Aktifitas penebangan ini menyebabkan kekeringan total mencakup 2 (dua) desa yaitu desa Pollo dan Desa Linamnutu skibatnya
- Sumur bor yang kedalamannya mencapai 62 meter menjadi kering
- Hilang/ punah jenis-jenis satwa liar
- Hilang/ pubanh jenis-jenis satwa langkah
- Hilang/ pubah pohon-pohon komoditi eksport
- Hilang/ punah hasil-hasil alam lainnya.


k. Bahwa akibat pembabatan hutan tersebut, pada tanggal 16 Januari 2009  7 (tujuh)  orang masyarakat adat besipae yang diwakili oleh Rison Taopan, Nikodemus Manao, marthen Tanono, Paulus Selan, Benyamin Selan, Daud Selan, Lefinus Neolakan melaporkan kejadian ini di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Jakarta (bukti 2 )


l. Bahwa pada tahun 2011, masyarakat adat Pubabu/ Besipae yang tergabung  dalam Ikatan Tokoh Adat Pencari Kebenaran dan Keadilan membuat surat  pembatalan perpanjangan kontrak Dinas Peternakan Prov.NTT (Instalasi Besipae ) dengan nomor surat :03/ITAPKK/II/2011(bukti 3)


m. Bahwa pada tahun 2013, pemerintah menerbitkan sertifikat hak Pakai Nomor 00001/2013-BP.794953, tangal 19 Maret 2013 dengan total luas 37.800.000M2


n. Bahwa pada tanggal 06 April 2011 surat yang dikeluarkan oleh Komnas HAM Republik Indoonesia Nomor 873/K/PMT/IV/2011 perihal permasalahan hutan masyarakat adat pubabu Besipae di Kabupaten Timor Tengah Selatan  yang isi suratnya menyebutkan


1. Menjaga agar situasi aman dan kondusif  di dalam masyarakat dan menghindari adanya intimidasi sampai adanya solusi penyelesaian masalah tersebut.


2. Menjaga agar kawasan hutan tetap lestari


3.Menghentikan  untuk sementara kegiatan Dinas Peternakan Prov.NTT dan Dinas Kehutanan  Kabupaten Timor Tengah Selatan di lahan bermasalah sampai ada penyelesaian

4.Bahwa komnas HAM akan menindaklanjuti pengaduan ini  dengan melakukan pemantauan ke lokasi  dan atau melakukan upaya mediasi para pihak. (Bukti 4)
o.Bahwa pada  tanggal  09 November 2012 surat yang dikeluarkan surat Oleh KOMNAS HAM Republik  Indonesia  nomor Surat 2.720/K/PMT/XI/2012,perihal permasalahan hutan masyarakat adat pubabu Besipae di Kabupaten Timor Tengah selatan yang isi suratnya


1. Mengembalikan lahan pertanian yang  dipinjam Dinas Peternakan Prov.NTT yang berakhir pada tahun 2000 kepada warga untuk  dikelola demi menghidupi keluarganya.


2. Mengevaluasi UPTD Prov.NTT dan Program Dinas Peternakan yang melibatkan warga, dimana pada kenyataannya program tersebut tidak mengembangkan warga tetapi justru membebani warga. (bukti 3) 


p. Di tahun 2013, Pemerintah menerbitkan sertifikat Hak Pakai sebagai dasar ata kepemilikan hutan adat tersebut. hal inilah yang menjadi Konflik semakin memanas karena masyarakat di tahun 2011 telah membatalkan kontrak perpanjangan


q. Situasi konflik makin memanas ketika di tbahun 2017, tepatnya tanggal 17 Oktober Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur melakukan intimidasi terhadap masyarakat adat pubabu sebagai berikut :  


1. HKedatangan Polisi Pamong Praja, Dinas Peternakan Propinsi dan UPT Dinas Peternakan Timor Tengah Selatan yang dikawal Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur sekitar pukul 15.00 Wita, membawa surat Nomor : BU.030/105/BPPKAD/2017 tertanggal 17 Oktober 2017, perihal : penegasan tentang tanah Instalasi Besipae Milik Pemerintah Propinsi NTT mendatangi masyarakat adat hutan  pubabu dengan tujuan memberikan surat untuk segera mengosongkan lahan milik Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan dalil bahwa tanah/ adalah tanah milik/ aset Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur atas dasar Sertifikat Hak Pakai nomor :00001/2013-BP,794953, tanggal 19 Maret 2013 dengan luas tanah 37.800.000 M2 (bukti 4)


2. Berdasarkan isi surat yang ditandatangani oleh Sekretaris Daerah Ir. Benediktus Polo Maing  menjelaskan sebagai berikut


a)tanah instalasi besipae merupakan tanah milik Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang tercatat pada Daftar Barang Milik Daerah Propinsi NTT dan Daftar Barang PJengguna pada Dinas Peternakan Propinsi NTT

b)Meminta perhatiannya untuk menghentikan segala aktivitas  diatas tanah instalasi Besipae milik pemerintah Propinsi NTT tersebut dan segera membongkar sendiri bangunan yang telah dibangun terhitung mulai tanggal 18 Oktober sampai dengan 24 Oktober 17


c)Apabila samapi batas waktu yang telah ditentukan tidak diindahkan maka akan dilakukan penertiban dan pembongkaran bangunan oleh Pemerintah Propinsi NTT


3. Bahwa dengan  dasar surat Sertifikat Hak Pakai nomor :00001/2013-BP,794953, pada pukul 15.30 Wita Polisi Pamong Praja, Sekretaris Kecamatan, Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur, melakukan intimidasi dengan  menerobos masuk rumah bapak David Manisa untuk segera melakukan penandatangangan surat pengosongan lahan atau hutan adat pubabu, kedatangan tersebut membuat Bapak David Manisa merasa ketakutan dan trauma, tanpa sebab akibat dan tanpa menjelaskan maksud penandatangan surat tersebut, akhirnya Bapak David Manisa enggan untuk menandatangani surat pernyataan tersebut, oknum kepolisian pamong praja beserta Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur dan UPT Dinas Peternakan Propinsi Nusa Tenggara Timur memaksa lagi, ada yang membentak, ada yang memfoto layaknya seorang teroris besar, dan ada salah satu oknum yang termasuk dalam rombongan berkata " foto dia supaya dia lari na kita bisa kejar dia". 

Tanpa ada perlawanan dari Bapak David Manisa maka mereka mengambil foto Bapak David manisa yang sedang memakai celana pendek tanpa menggunakan busana baju, dan akhirnya Bapak  david Manisa pun diajak untuk mengikuti mereka agar bersama dengan mereka untuk kerumah warga masyarakat adat lain


4. Bahwa selesai dari Bapak Rumah David Manisa. mereka juga menandatangi ke rumah bapak Frans Sae, perbuatan pemaksaan juga terjadi di Rumah Bapak Frans Sae, Bapak Frans Sae juga dipaksa untuk menandatangani surat pernyataan pengosongan lahan, pemaksaan yang dilakukan oleh rombongan tersebut mendapat protes, Bapak Frans Sae juga enggan menandatangani surat pernyataan tersebut, dia juga di Intimidasi dengan cara difoto, dan mereka juga berkata, foto dia juga supaya kalau dia lari kita bisa tangkap dia.


5. Bahwa perbuatan tidak senonoh dan tidak manusiawi juga , ketika mereka mendatangi rumah Ibu Damaris, mereka memaksa Ibu Damaris tanpa memperhatikan Ibu Damaris yang sedang memakai busana. perbuatan tersebut adalah perbuatan tidak manusiawi terhadap kaum perempuan. perbuatan pemaksaan juga dilakukan terhadap ibu Damaris, Ibu Damaris juga enggan melakukan penandatangani surat pernyataan tersebut, akhinya Ibu Damaris juga difoto yang sama persis dengan kedua orang tersebut diatas.  


6. Bahwa pada 15.30 mereka juga mendatangani rumah Bapak sebagai Ketua RT, yang dimana rumahnya berdekatan dengan Lopo (tempat masyarakat adat berkumpul untuk melakukan pertemuan)  disitu ada masyarakat yang sedang berkumpul, terjadi perdebatan antarka masyarakat adat pubabu, karena masyarat dengan tegas menolak aksi intimidasi yang dilakukan oleh Polisi Pamong praja untuk memaksa masyarakat untuk menandatangani surat pernyataan tersebut, situasi semakin memanas akibat tindakan membawa surat pernyataan tersebut tanpa ada sosialisasi terhadap masyarakat adat pubabu, akibatnya masyarakat adat pubabu shock dan trauma akibat dari tindakan intimidasi yang dilakukan oleh pihak Satpol Pamong Praja Propinsi Nusa Tenggara Timur


r. Konflik agraria berkaitan dengan status kepemilikan tanah terpanjang di Nusa Tenggara Timur telah berlangsung dari tahun 2008-2017 atau dalam kurun waktu 9 (sembilan) tahun tersebut masyarakat adat pubabu sekitar 10 (orang) masyarakat adat Pubabu dipenjara, hidup dalam ketakutan, kecemasan, kekhwatiran dan hidup dalam keterasingan.


s. Bahwa pada tanggal 09 Februari 2020  rombongan pemerintah yang dipimpin langsung oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur kurang lebih 12 (dua belas) mobil  mendatangi kawasan hutan adat Pubabu untuk mengecek beberapa aset (gedung) yang dulunya adalah peninggalan Australia. Kedatangan tersebut tidak diketahui oleh masyarakat adat pubabu karena kedatangan tersebut pada hari Minggu, dimana masyarakat adat pubabu merupakan masyarakat yang bermayoritas beragama Kristen Protestan yang dimana kebiasaan hari minggu masyarakat adat pubabu ke Gereja untuk melangsungkan ibadah syukur (jarak antara tempat tinggal di hutan adat pubabu ke gereja 3 (tiga) kilometer).
Kedatangan tersebut diketahui oleh dua orang masyarakat adat besipae yang  bernama (Mama) Damaris Tefa dan (Mama) Marselina Selan dan beberapa anak-anak yang sedang bermain di areal gedung bekas peninggalan Australia. 

Kedatangan tersebut membuat mama Damaris dan Mama Marselina menghampiri rombongan tersebut dan masuk ke dalam kompleks gedung peninggalan Australia. Sesampainya didalam turunlah rombongan termasuk Gubernur Prov.NTT, tanpa basa-basi pernyataan Gubernur NTT langsung menyatakan ke 2 orang tersebut  bahwa kalian (masyarakat adat pubabu) segera keluar dari sini, karena tanah dan hutan ini adalah aset Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan kami akan melakukan renovasi gedung ini.


t. Bahwa pada tanggal 13 Februari 2020 pemerintah Provinsi NusaTenggara Timur  mengeluarkan surat dengan nomor : BU.005/89/BPAD/2020,perihal undangan  kepada masyarakat adat besipae guna melakukan sosialisasi rencana Pemerintah Prov.NTT atas pengembangan lahan Instalasi Ternak Besipae Milik Pemerintah Prov.NTT. Bukti


u. Bahwa pada hari Jumat tanggal 14 Februari 2020 Pemerintah Prov.NTT hendak melakukan sosialisasi kepada masyarakat adat pubabu, namun ditolak oleh masyarakat adat pubabu sehingga sosialisasi gagal/tidak dilakukan.


v. Bahwa pada Sabtu, tanggal 15 Februari 2020 Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur mendatangi masyarakat adat pubabu melakukan sosialisasi kepada masyarakat adat pubabu, sosialisasi yang dimaksud adalah terkesan intimidasi dan sepihak sehingga masyarakat melakukan penolakan untuk diadakan sosialisasi, adapun alasan masyarakat melakukan penolakan sebagai berikut :


1. Sosialisasi yang intimidasi
Sosialisasi yang dimaksud Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur  adalah menurunkan aparat Gabungan seperti Satuan Polisi Pamong Praja, Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur, Brimob, Tentara Nasional Indonesia yang turun dalam kondisi lengkap yaitu menggunakan senjata, senjata gas air mata


2. Sosialisasi yang sepihak
Sosialisasi yang dimaksud Pemerintah Prov.NTT adalah sepihak, dimana Pemerintah Prov.NTT melakukan penipuan publik dimana bahwa masyarakat adat pubabu dan Pemerintah Prov.NTT telah melakukan kesepakatan secara bersama yaitu masyarakat menyepakati untuk direlokasi dan tanah yang diberikan kepada pemerintah seluas 20X40 M2 bersertifikat.


w. Bahwa pada hari Senin Tanggal 17 Ferbuari 2020,Tim gabungan yang terdiri dari Kepolisian ,Brimob, Satuan Polisi Pamong Praja dan Tentara Nasional (TNI), adapun Tim Kepolisian yang didalamnya ada sniper,water canon dan pasukan anti huru hara  melakukan penggusuran terhadap masyarakat adat pubabu, sentak kedatangan tersebut dihadadang oleh masyarkat adat pubabu, tetapi ada perlawanan dari masyarakat adat pubabu Tim Gabungan berhasil melakukan penggusuran kepada 3 (tiga) kepala keluarga. Akibat dari penggusuran yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dikawal oleh Tim Gabungan banyak anak-anak dan Ibu-ibu yang mengalami depresi,menangis,ketakutan, bahkan sampai ada yang pingsan akibat dari upaya paksa untuk melakukan penggusuran kepada 3 kepala Keluarga.persoalan lain juga pemindahan barang-barang yang dilakukan oleh Kesatuan Polisi Pamong Praja tanpa melihat atau memperhatikan isi barang-barang yang ada di rumah yang ditempati oleh Kepala Keluarga.

Bahkan barang-barang yang dipindahkan dari dalam rumah dibiarkan saja di luar sampai bahkan ada barang-barang milik 3 (tiga) kepala keluarga menjadi rusak dan bahkan separuh barang ada yang  hilang dan diambil oleh Pihak Satuan Kepolisian Pamong Praja. Selesai tim gabungan melakukan penggusuran di areal gedung Instalasi besipae, Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur memagari areal kawasan hutan adat pubabu dengan Police line. (Bukti 7)


x. Pada tanggal 18 Februari 2020,Wakil Bupati menemui masyarakat adat pubabu guna melakukan negosiasi atas 3 kepala rumah tangga yang berhasil dieksekusi adapun tawaran yang dilakukan oleh wakil bupati, memberikan rumah bantuan sosial kepada 3 kepala rumah tangga yang telah dieksekusi oleh Pemprov.NTT, atas negosiasi tersebut tetapi masyarakat adat pubabu melakukan penolakan

y. Pada tanggal 19 Februari 2020,BNPB melakukan negosiasi kepada masyarakat adat pubabu untuk memberikan bantuan kepada masyarakat adat pubabu berupa bantuan tetapi bantuan tersebut ditolak oleh masyarakat adat Pubabu


z. Bahwa sejak dilakukakan penggusuran oleh Pemerintah Prov.NTT 3 (tiga) kepala rumah tangga masih tetap bertahan di kawasan hutan adat pubabu dan masyarakat adat pubabu bergotong royong mendirikan/ membangun rumah kepada 3 (Tiga) kepala keluarga.


Pada hari kamis ( 30 juli 2020 ), 6 0rang aparat kepolisian (intel ) kabupaten Timor tengah Selatan, NTT mendatangi masyarakat yang ada di besipae dan menginformasikan kepada masyarakat terkait kedatangan pemerintah propinsi yang akan berkantor dilokasi konflik dari tanggal 3-13 agaustus 2020. Dalam pertemuan tersebut pihak intel menyampaikan bahwa pemerintah provinsi sudah melakukan pertemuan internal dan memebuat kesepakatan bahwa dalam waktu dekat mereka akan datang berkantor di lokasi konflik yang di huni oleh masyarakat besipae hingga saat untuk menjalankan program yang mereka canangkan. 

Bukan hanya itu saja tetapi pihak pemprov akan melakukan pendataan terhdapa masyarakat, penertiban dan merelokasi masyarakat di tempat yang samapi hari ini masyarakatpun tidak tahu tempat mereka akan direlokasi. Atas informasi yang diterima oleh masyarakat melalui Intel tersebut, masyarakat langsung membuat surat pemebritahuan aksi mimbar bebas di lokasi selama 10 hari mulai tanggal 3-13 agustus sebagai bentuk penolakan masyarakat terhadap kedatangan pemerintah provinsi kerena masyarakat menganggap bahwa kesepakatan yang di buat oleh pemerintah tidak pernah melibatkan masyarakat dan dalam upaya penyelesaian kasus hutan Pubabupun tidak pernah di indahkan oleh pemerintah.


Pada tanggal 4 agustus 2020 tiba dilokasi kurang lebih pukul 11.00 wita, hampir 60 unit mobil diantaranya mobil dinas pemprov dan mobil pihak keamanan yang didalamnya juga ada mobil water canon. Ratusan POL PP, POLRI, TNI pun hadir untuk mengamankan pemprov dan jajarannya.  dan lanjut diskusi dengan masyarakat dari jam 11.30-13.00 wita dan tidak ada kesepakatan diakhir diskusi. Setelah itu pihak keamanan melakukan pembongkaran rumah pertemuan yang dibangun oleh masyarakat besipae secara gotong royong. Dalam proses pembongkaran rumah pertemuan terjadi perdebatan antara masyarakat dengan pihak keamanan dan pemprov, namus disela-sela perdebatan tersebut terjadi tindakan represif yang dilakukan oleh pihak keamanan masyarakat diantaranya : jeng Selvi Selan salah satu pemuda yang pingsan karena sandar di dinding rumah yang dibongkar oleh pihak keamanan dari pembongkaran itulah dia langsung terjatuh hingga pingsan. anak-anak dan pemuda serta ibu-ibu yang dibarisan depan langsung dimasukkan ke keranjang mobil kepolisian kabupaten timor tengah selatan bahkan ada anak-yang yang dibuang begtu saja ke keranjang maobil kepolisian, ada pula yang sampai dibanting oleh pihak keamanan atas nama Riki Tamonop. 

Hingga saat ini masyarakat masih tetap dilokasi dan pemprov serta jajarannyapun tetap lakukan aktivitas dilokasi konflik hingga tanggal 13 agustus 2020 dengan menghadirkan puluhan aparat kepolisian, TNI dan Pol PP.
Demikian Kronologi Ini Kami Buat. Kami Akan Update Setiap Perkembangan Situiasi. SEKIAN DAN TERIMAKASIH

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun