Sikap terhadap orang yang memilih untuk menjalin hubungan kembali dengan suami yang telah berselingkuh masih dapat terpengaruh oleh stereotip dan prasangka. Sebagian besar masyarakat berpikir bahwa selingkuh adalah hal yang tidak bisa dimaafkan dan dengan konsekuensi harus ditinggalkan (diceraikan). Dalam konteks tersebut, jika seorang yang sudah diselingkuhi dan secara terang - terangan membagikan capture chat perselingkuhan antara pasangan nya dengan orang lain dianggap mengumbar aib kepada khalayak banyak. Stereotip ini juga dapat mencakup pandangan negatif terhadap individu yang memilih menjalin hubungan kembali meski diselingkuhi dan telah mengumbar capture chat perselingkuhan pasangannya yang dianggap mengumbar aib sebagai orang yang tidak tahu malu, tidak dewasa, tidak bertanggung jawab, atau tidak konsisten dalam berkeputusan.
Stereotip adalah representasi mental yang terlalu disederhanakan tentang kelompok atau individu berdasarkan atribut tertentu. Dalam kasus perselingkuhan Ira Nandha, stereotip kognisi berperan dalam membentuk opini publik.
1. Stereotip Gender:Â
-
Perempuan Sebagai Penjaga Moralitas: Ada ekspektasi sosial yang kuat bahwa perempuan harus menjaga kesetiaan dan moralitas keluarga. Perselingkuhan oleh seorang perempuan seringkali dipandang lebih negatif karena dianggap melanggar peran tradisional ini.
Persepsi Terhadap Laki-laki dan Perempuan dalam Perselingkuhan: Laki-laki yang terlibat dalam perselingkuhan kadang dipersepsikan dengan lebih longgar karena ada stereotip bahwa laki-laki lebih cenderung mengikuti hasrat seksual. Sebaliknya, perempuan yang berselingkuh sering kali menerima hukuman sosial yang lebih berat.
2. Stereotip Sosial:Â
Status dan Moralitas: Jika Ira Nandha memiliki status sosial atau publik tertentu, tindakan perselingkuhannya mungkin dipandang lebih mengejutkan dan mengecewakan. Publik cenderung mengharapkan standar moral yang lebih tinggi dari individu dengan status tertentu.
3. Stereotip otomatis
Wanita lebih emosional daripada pria: hal ini terbukti karena Ira Nandha memposting perselingkuhan suaminya di sosial media saat emosi nya tidak stabil dengan tujuan memberikan sanksi sosial kepada suaminya.
Prejudice
Menurut Matsumoto (2003) didefinisikan sebagai keinginan memberikan penilaian kepada orang lain yang didasari pada keanggotaan kelompok sosial seseorang. Emotional Prejudice melampaui sekedar penilaian positif atau negatif terhadap suatu kelompok. Ini melibatkan berbagai emosi seperti rasa takut, jijik, iri hati, kasihan, cemas, kecewa dan dendam yang semuanya memiliki kualitas yang berbeda. Emosi-emosi spesifik ini ditujukan kepada kelompok tertentu dan menggerakkan perilaku secara khusus, sehingga memegang peranan penting secara praktis.Â