Situasi semakin memanas ketika Pak Joko memutuskan untuk membersihkan halaman belakangnya. Ia mengumpulkan semua ranting yang berserakan dan menyimpannya di sudut halaman. Namun, keesokan harinya, ia menemukan lebih banyak ranting yang muncul kembali. "Apa ini tidak ada habisnya?" pikirnya kesal.
Sementara itu, Bu Ani merasa sedikit bersalah. Ia melihat Pak Joko yang tampak kesal setiap kali membersihkan halaman. Namun, ia tidak ingin mengakui bahwa ia adalah penyebabnya. "Mungkin ini hanya bagian dari alam," pikirnya. "Lagipula, hujan terus turun, dan saya tidak bisa membakar atau membuangnya."
 Hari Kesepuluh
Setelah beberapa hari berlalu, Pak Joko memutuskan untuk menghadapi Bu Ani. Ia mengundangnya untuk minum teh di rumahnya, berharap bisa membicarakan masalah ini dengan baik. Saat mereka duduk di teras, Pak Joko mencoba hati-hati membuka percakapan. "Bu Ani, saya sudah membersihkan halaman belakang saya, tetapi ranting-ranting itu terus muncul. Anda tidak tahu dari mana asalnya, kan?" tanyanya sambil tersenyum.
Bu Ani, yang merasa terpojok, berusaha untuk tetap tenang. "Ah, mungkin itu angin yang membawanya. Kita tidak bisa mengontrol alam, Pak Joko," jawabnya sambil berusaha menyembunyikan ketegangan di wajahnya.
Pak Joko merasa ada yang tidak beres. "Tapi, Bu Ani, saya rasa ini bukan hanya karena angin. Saya merasa seperti ada yang membuangnya dengan sengaja," ujarnya, suaranya sedikit meninggi.
Perdebatan semakin memanas, dan keduanya mulai saling menuduh. "Anda tidak bisa menyalahkan saya atas semua ini, Pak Joko! Saya tidak pernah membuang sampah di halaman Anda!" seru Bu Ani, suaranya mulai terdengar marah.
Pak Joko tidak mau kalah. "Tapi saya menemukan ranting-ranting ini setiap hari! Saya rasa Anda tidak peduli dengan kebersihan!" balasnya, wajahnya memerah.
Tetangga-tetangga lain mulai memperhatikan. Mereka berkumpul di sekitar pagar, mendengarkan pertikaian antara dua tetangga yang biasanya akur. Namun, alih-alih mencari solusi, keduanya malah semakin terjebak dalam perdebatan yang tidak ada habisnya.
Setelah beberapa menit berdebat, Pak Joko dan Bu Ani akhirnya terdiam. Keduanya saling memandang, merasa lelah dengan pertikaian yang tidak ada gunanya. Dalam keheningan itu, mereka menyadari betapa konyolnya perdebatan mereka. Namun, tidak ada yang mau mengalah.
Pak Joko mengambil langkah mundur, merasa tidak ingin melanjutkan perdebatan. "Baiklah, saya akan membersihkan halaman saya sendiri," ujarnya dengan nada dingin.