Dari sini, sebenarnya inti dari tahlilan adalah: pertama, menghadiahkan pahala bacaan Alquran untuk mayyit sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnu Taymiyah dalam kitabnya Majmu'ah al-Fatawa. Ketika Ibnu Taymiyah ditanya mengenai bacaan Tasbih, Tahmid, Tahlil, dan Takbir yang dihadiahkan untuk mayyit apakah sampai atau tidak beliau menjawab sampai.[12] Kedua, mengkhususkan bacaan-bacaan tersebut pada waktu tertentu. Ketiga, sedekah untuk mayyit, berupa makanan yang disuguhkan untuk para pembaca tahlilan.
- Ziarah Kubur
Kaum Muslimin di Indonesia sering berziarah kubur. Saat itulah mereka membaca bagian-bagian tertentu Alquran seperti surat Al-Ikhlas, Mu'awidzatain, Yasin, Al-Baqarah dan lain sebagainya. Kaum muslimin Indonesia meyakini bahwa bacaan Alquran tersebut dapat membawa keberkahan dan manfaat bagi si ahli kubur. Biasanya, setelah membaca ayat Alquran, kaum muslimin berdoa agar pahala bacaan itu disampaikan kepada ahli kubur. Imam Syafi'i mengatakan "Aku suka andai Alqur'an dibacakan di samping kubur dan (pahalanya) didoakan untuk mayit, tak ada doa tertentu dalam waktu tersebut"[13].Â
Dari sini, ziarah kubur adalah salah satu bentuk amalan yang baik. Karena substansi dari ziarah kubur sebenarnya bukan mengunjungi kuburan dengan memohon kepada mayyit yang telah dikubur namun membacakan Alquran atau bacaan tertentu untuk si mayyit di samping kuburnya.
- Mauludan Â
Perayaan Maulid Nabi Muhammad pada bulan Rabiul Awal merupakan kegiatan rutin setiap tahun yang dirayakan oleh mayoritas umat Islam. Di Indonesia, ada berbagai macam cara untuk menyambut hari kelahiran Nabi tersebut sesaui dengan daerahnya masing-masing. Mulai dari diadakannya perlombaaan seperti MQK, adzan, sholawat dan lain sebagainya. Adat di Bondowoso dan sekitarnya biasanya dikenal dengan tradisi "mulotan", orang-orang akan berbondong-bondong membawa makanan dan aneka buah ke masjid untuk dijadikan hidangan setelah prosesi serangkaian maulid selesai. Hal itu adalah bentuk rasa syukur sekaligus penghormatan atas kelahiran yang mulia, Nabi Muhammad.
Mengenai rangkaian acara Maulid, hampir tidak memiliki perbedaan di berbagai daerah. Didalamnya berisi pembacaan Tahlil, ayat Alquran, Sholawat dan doa serta ceramah agama. Mengenai hal ini Jalauddin Assuyuti dari kalangan Syafi'iyyah mengatakan "ia (peringatan Maulid Nabi) merupakan bid'ah hasanah yang pelakunya memperoleh pahala, sebab hal itu sebagai bentuk pengagungan pada kemuliaan Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wasallam dan ungkapan rasa bahagia akan kelahiran Nabi yang mulia"[14]
- Peringatan Haul
Sesuai dengan namanya "haul" yang bermakna satu tahun. Nama perayaan ini dibuat berdasarkan waktu dilaksanakannya karena dilaksanakan setiap satu tahun sekali. Kegiatan ini biasanya dilakukan untuk mengenang para leluhur sanak famili yang telah meninggal. Di pesantren, kegiatan ini menjadi acara besar pesantren karena untuk memperingati hari wafatnya para guru besar dan penggagas pesantren. Sehingga semua keluarga dan santri wajib untuk menghadirinya. Kegiatan ini dilakukan disertai dengan selamatan arwah, mulai dari pembacaan khataman Alquran, Sholawat, Istighotsah dan bacaan-bacaan yang lain. Dalam hal ini, diriwayatkan dari seorang penduduk Madinah dari Suhail bin Abi Shalih dari Muhammad bin Ibrahim al-Taimy, ia berkata : "Nabi Saw. mendatangi kuburan orang-orang yang mati syahid pada setiap awal tahun lalu beliau berdoa, 'semoga keselamatan senantiasa tercurahkan kepada kalian atas kesabaran kalian. Tempat kalian adalah sebaik-baiknya tempat kembali'." Periwayat hadits berkata, "Abu Bakar, Umar dan Utsman pun melakukan hal demikian.[15]
- KESIMPULAN
Dalam pandangan Imam Syafi'i bid'ah terbagi menjadi dua yakni bid'ah yang tercela (dlalalah) dan bid'ah yang tidak tercela (hasanah). Bid'ah dlalalah adalah perkara baru yang menyimpang dari ajaran atau prinsip-prinsip syariat sementara bid'ah hasanah adalah perkara baru yang tidak dipertentangkan oleh syariat. Dari uraian yang telah disampaikan di atas, kegiatan atau amaliyah warga Nahdhiyyin di atas tidak termasuk dalam pemahaman hadits Nabi yang dipahami secara tekstual yang artinya "setiap yang baru (bid'ah) menyesatkan, dan setiap yang menyesatkan adalah di neraka". Sehingga amaliyah warga Nahdhiyyin bisa dikategorikan ke dalam bid'ah hasanah dalam pandangan Imam Syafi'i.
[1] Muhammad Hasyim Asy'ari, Risalah Ahlu al-Sunnah Wa al-Jamaah (Maktabah al-Turats al-Islami: Jombang, t.t.), hal. 6
[2] Muslim bin Hajjaj al-Naisaburi, Shohih Muslim (Dar Ihya' al-Turats al-Arabiy: Beirut, t.t), juz 2, hal. 592
[3] Mustofa Muhammad asy-Syak'ah, Islam bi Laa Madzaahib, (Biarut: Dar al-Nahdah
al-'Arabiyyah), h. 349.