Mohon tunggu...
Nuri_Nurzikri
Nuri_Nurzikri Mohon Tunggu... Jurnalis - travelers, Motorist, Citizen Journalist

Aku sudah banyak merasakan kepahitan dalam hidupku. dan yang paling pahit adalah berharap kepada manusia-Ali bin abuThalib.ra

Selanjutnya

Tutup

Financial

Penguatan Lembaga Pembiayaan adalah Dampak dari Kepatuhan Pelaku Usaha Dalam Menjalankan POJK

5 November 2019   23:08 Diperbarui: 5 November 2019   23:22 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Kredit memiliki sejarah yang panjang dan tidak berdiri sendiri. Sebagai sarana pembiayaan, Kredit juga sangat berpengaruh dalam mengembangkan sejarah perekonomian dan perdagangan dunia.  Sejak diawalinya perkembangan perdagangan lintas Benua melalui lautan maka seorang pemilik modal  bisa menyertakan Modal kepada pedagang  sebagai Biaya perjalanan kapal dagang. 

Jenis pinjaman ini dikenal dengan "sea Loans".  Jika pedagang untung maka modal kembali kepada pemodal dengan bonus dan bunga. namun jika kapal tenggelam karena bencana dan juga lainnya maka kerugian menjadi tanggungan bersama. 

Ada juga "Fair Letter" yang berkembang pada abad pertengahan dimana sering diadakan event pertemuan para pedagang antar wilayah. Jika para pedagang kekurangan modal utk membeli barang maka diadakan kesepakatan semacam Promissory Note atau "fair Letter" untuk menunda pembayaran.

Dalam literatur modern, para Cendikiawan mencoba menafsirkan kata Kredit. Diantaranya : 

"Kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain yang akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu disertai dengan suatu kriteria prestasi, berupa bunga." (Mardiyatmo, 2008:93) 

 "pengertian kredit itu sendiri mempunyai dimensi yang aneka ragam, dimulai dar arti kata "Kredit" yang berasal dari bahasa Yunani "Credere" yang berarti "kepercayaan" atau dalam bahasa latin "Creditum" yang berarti "kepercayaan akan kebenaran" (Teguh Pudjo  2007:9)

Istilah Kredit, berasal dari perkataan latin credo, yang berarti I Believe, I Trust, saya percaya atau saya menaruh kepercayaan  ( Rivai   2006:3)

Didalam undang-undang republik Indonesia nomer 10 tahun 1998 tentang perbankan disebutkan bahwa Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga"

Perkembangan Kredit di Indonesia tidak dapat lepas dari peran serta Pemerintah dan juga lembaga Keuangan dalam upaya bersama menggerakan masyarakat untuk dapat mengakses fasilitas kredit.

 Perkembangan Industrialisasi dan juga infrastruktur di tahun 90-an mendorong kesadaran masyarakat untuk memperkuat kekuatan ekonomi dan kesejahteraan keluarga. Simbol material menjadi ukuran yang sangat kuat dari kesuksesan usaha masyarakat.  

Perkembangan Otomotif, sebagai penunjang transportasi sangat pesat  Pertumbuhan import barang mewah terutama elektronik juga sangat cepat. 

Menuntut konsumen yang ingin menikmati perkembangan tehnologi juga menyesuaikan gaya hidup. Perkembangan property, pengembangan perumahan juga menikmati peningkatan permintaan melalui fasilitas Kredit perumahan. 

Semua dinamika itu tidak lepas dari peranan Lembaga Kredit, lembaga pembiayaan dan perbankan yang mendorong Masyarakat menjadi lebih mudah dalam mengakses kebutuhan barang serta pemenuhan gaya hidup.

Industri Keuangan yang kian pesat memaksa pemerintah untuk menelorkan Regulasi Financial. Dari beberapa kebijakan pemerintah tentang keuangan yang erat sekali kaitannya dengan Kredit adalah dengan ditandainya  operasional Otoritas Jasa Keuangan disingkat OJK Per 31 Desember 2013 dimana Pengawasan Perbankan sepenuhnya beralih dari Bank Indonesia ke OJK. Dimulailah babak baru dunia Perkreditan di Indonesia.

Kita ketahui bersama bahwa Lembaga Keuangan dibagi menjadi dua jenis yaitu Lembaga Keuangan Bank (LKB) yaitu terdiri dari Bank Sentral; Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sedangkan Lembaga keuangan Bukan Bank (LKBB) dibagi lagi menjadi Pegadaian, Pasar Modal (Bursa Efek), Lembaga Pembiayaan,  Perusahaan Asuransi, Lembaga Dana Pensiun, Koperasi Simpan Pinjam.

Berbicara  Institusi Keuangan LKBB yang dekat kaitan dan singgungannya dengan masyarakat adalah Lembaga Pembiayaan.  Berbicara Perkembangan lembaga Pembiayaan sangatlah Pesat di Indonesia. OJK mencatat dalam statistik Asset Lembaga Pembiayaan tahun 2017 sebesar Rp. 555,87 Triliun.  Dengan jumlah perusahaan tertinggi yang tercatat selama kurun tahun 2013-2017 sebanyak 203 Lembaga Pembiayaan. 

Puncaknya per Desember 2018 meningkat sebanyak 252 Lembaga.   Namun dibalik perkembangan tersebut juga tidak dapat dipungkiri catatan negative dari perkembangan lembaga tersebut.

 Tidak kurang dari 15 Perusahaan Pembiayaan diberitakan oleh media telah dibekukan Oleh OJK. (Berita Keuangan Kontan.co.id - Minggu, 11 November 2018 / 17:25 WIB) mengapa hal ini dapat terjadi? Dan berapakah ongkos Biaya yang terpaksa dipikul masyarakat, Pemodal serta Negara akibat dari kondisi diatas.  

Untuk itu tulisan singkat ini mencoba mengungkap (review) sejauh mana perangkat aturan yang telah dibentuk oleh regulator mewarnai penguatan proses kerja lembaga keuangan dan dari itu dapat disimpulkan mengapa lembaga leuangan bisa "gagal" kelola sehingga menyebabkan rontoknya usaha dan berakibat pembekuan Izin Usaha.

Dalam dasar keputusan presiden terkait lembaga keuangan telah dibuat Kepres no.61 tahun 1988 tentang lembaga keuangan. Didalamnya memuat beberapa hal terkait jenis kegiatan usaha, Jenis lembaga, pembatasan biaya, pembagian saham dan lainnya. Hanya saja peraturan ini masih bersifat umum dalam mengawal langkah kegiatan lembaga keuangan. 

Dalam perkembangannya peraturan menteri serta aturan Bank Indonesia melalui surat edarannya (SE)  saling melengkapi untuk mengawal langkap lembaga keuangan dalam operasional usaha sehingga tidak melampaui batas-batas kewenangan dalam usaha. 

Seiring waktu dengan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan ditandainya  operasional Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Per 31 Desember 2013 dimana pengawasan perbankan sepenuhnya beralih dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan. Dimulailah babak baru dalam lembaga keuangan.

Aturan apa saja yang sudah dibuat oleh OJK, dalam mengawal lembaga pembiayaan ? kita awali dengan syarat pendirian lembaga.

beberapa peraturan dibuat untuk menentukan ketentuan baik itu yang umum maupun khusus tentang kelembagaan. Peraturan itu tentu dimunculkan sebagai "nafas tambahan"  bagi keberlanjutan lembaga keuangan sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan mendukung perkembangan usaha perusahaan pembiayaan itu sendiri. 

Didalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan no. 28/POJK.05/ 2014 disebutkan selain ketentuan umum bahwa lembaga keuangan memiliki badan hukum, Izin Usaha serta permodalan. Juga dalam Struktur Organisasi disyaratkan bahwa Lembaga keuangan Wajib memiliki Administrasi pembukuan, pemasaran, analisis Kredit serta bagian Collection. tidak kalah penting guna melengkapi harus ada manajemen Resiko, pengendalian internal serta team yang dapat menerapkan prinsip-prinsip pengenalan nasabah. 

Semua departemen yang membawahi pekerjaan diatas tersebut harus dibuatkan Sistem Kebijakan Perusahaan yang menjelaskan rinci uraian tugas, wewenang dan tanggungjawab secara tertulis.  Ini semua dibuat agar seluruh Sumberdaya yang ada bisa menjalankan perannya secara sinergi tidak tumpang tindih. Terkait sumber daya manusia (SDM) Lembaga Keuangan wajib menganggarkan 2,5 % biaya pegawai pengembangan dan pelatihan kecakapan karyawan. 

Pelatihan ini mencakup program pendidikan yang wajib dilaporkan pelaksanaannya kepada OJK setiap tahunnya. Hal lain dalam peraturan no.28/POJK.05/2014 tersebut juga mengatur Pendirian Kantor Cabang, sistem Pelaporan, Penggabungan, pengambil alihan serta pemisahan Lembaga juga Konversi menjadi Pembiayaan Syariah. 

Lebih utama dalam aturan diatas tersebut memuat Sanksi Pencabutan Izin Usaha. Inilah dasar hingga timbulnya kabar media terkait pencabutan dan pembekuan 15  perusahaan pembiayaan diatas sebelumnya. Hal-hal yang dilanggar dalam peraturan  no.28/POJK.05/2014  beresiko membuat gangguan perekonomian akan menuai sanksi Pencabutan. 

Dari peraturan tersebut diatas, masih ada peperapa produk peraturan yang ditelurkan oleh OJK terkait jaring pengaman guna kesehatan Lembaga keuangan. peraturan  no.1/POJK.05/2015 memuat Penerapan Manajemen Risiko bagi Lembaga Jasa Keuangan Non Bank. Peraturan ini mengikat lembaga keuangan untuk melakukan pengendalian Intern menyeluruh dalam resiko-resiko Startegi usaha, operasional usaha, pengelolaan Asset, risiko kepengurusan perusahaan juga tata kelola dan dukungan Dana serta Resiko Asuransi. Peraturan ini juga mewajibkan perusahaan melaksanakan Self Assesment setahun sekali.  

Menjawab pertanyaan sebelumnya terkait berita  OJK membekukan 15 Perusahaan Pembiayaan. Sudahkah perusahaan yang dibekukan tersebut mematuhi aturan-aturan tertuang dalam dua peraturan diatas? Jawabannya mudah ditebak. 

Berbicara Usaha Keuangan memerlukan kepatuhan, ketepatan serta konsisten dalam menjalankan aturan secara tepat dan ketat guna memperkecil resiko-resiko yang ditimbulkan dikemudian hari dari output bisnis Pembiayaan.  

Tidak berhenti dan juga tidak ingin bepangku tangan sehingga kecolongan dikemudian hari, banyak sekali peraturan-peraturan yang dibuat OJK guna menjaring Perusahaan Pembiayaan agar tidak terjatuh dalam Lubang kepailitan, kehancuran sehingga mengganggu roda perekonomian Negara, khususnya Ekonomi Indonesia. 

Seiring dalam peranan pembuatan aturan, ada hal khusus yang perlu diperhatikan oleh pelaku usaha. Didalam peraturan  no.4/POJK.05/2013 disyaratkan untuk mengikuti Penilaian Kemampuan dan kepatutan bagi pihak pengelola seperti Direksi, Dewan Komisaris anggota Dewan Pengawas Syariah Badan Perwakilan Anggota, pemegang saham pengendali, tenaga ahli dan tenaga asing. Syarat ini dibuat semata-mata untuk menjaga arah lembaga keuangan agar dikendalikan oleh pihak yang kompeten dan faham atas kegiatan usaha yang dijalani melalui kompetensi , Integritas serta Reputasi Pengendali Lembaga Pembiayaan.  

Didalam peraturan yang lain ada aturan khas yang dibuat oleh OJK terkait Konsumen. peraturan  no.39/POJK.05/2015 membahas Tentang Penerapan Program anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme. 

Program ini wajib dilaksanakan dengan membuat Pedoman Penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme yang menjadi Sistem Kebijakan Perusahaan. Pelaksanaannya harus dilakukan dalam unit khusus yang dibentuk dalam Organisasi lembaga Pembiayaan yang laporan pertanggungjawabannya langsung kepada Direksi.

Banyak sekali peraturan terkait yang menempatkan perusahaan pembiayaan dalam kondisi Aman dan terhindar dari Fraud, gejolak NPF yang tidak terkendali serta tindakan Bailout yang menyebabkan terganggunya "Kesehatan" perusahaan Pembiayaan. 

Hanya saja persaingan yang ketat serta Segmentasi pasar yang semakin sempit menyebabkan pelaku usaha terkadang mengabaikan rambu-rambu yang sudah dibuat. Permainan Downpayment (DP)  yang telah digariskan terkadang menjadi hal yang lumrah. 

Ini berakibat pada Over pembiayaan atas objek  jaminan kredit. Lebih parah lagi adalah pengawasan direksi yang kurang terhadap departemen Kredit yang bertugas "menggodok" pengajuan kredit. Dimana kewajiban KYC atau Knows Your Customer menjadi tumpul. Akhirnya Fraud kredit memaksa mendongkrak NPF yang memaksa Departemen Collection bertindak sesuai rumusan "reaksi berantai" dari proses perjalanan Kredit.

Penarikan Jaminan kredit menjadi lebih sering dilakukan yang pada gilirannya membebani Pos Asset Disposal di lembaga pembiayaan. Keterbatasan perusahaan dalam biaya Pengelolaan AYDA  menambah beban kerugian menjadi besar yang akhirnya meningkatkan anggaran resiko Kredit.

Itu semua tidak harus terjadi bilamana pelaku usaha keuangan memiliki komitmen dalam menerapkan Aturan-aturan yang dituangkan dalam POJK secara Konsisten, Persisten. 

Tentunya berita Pencabutan dan Pembekuan Perusahaan Pembiayaan oleh Otoritas Jasa Keuangan akan berbeda cerita. Penting rasanya pelaku Usaha menyusun Kebijakan dan Rencana Pembiayaan, menyusun dan menerapkan Sistem  standar Kebijakan Perusahaan serta wajib dibentuknya unit kerja  yang memastikan standar kebijakan tersebut terlaksana dengan baik. 

Betapa penting dan bergunanya dunia pembiayaan ini untuk diperhatikan agar peradaban manusia tetap bergerak, berjalan mengemban perekonomian yang bertumbuh, berkeadilan dan berkelanjutan bagi kemanusiaan. 

Dan dengan adanya peraturan-peraturan yang ditelurkan, OJK ikut serta membangun negeri untuk kejayaan Indonesia. 

Semoga kedepan tidak banyak lagi Perusahaan Pembiayaan yang jatuh, dibekukan dan dicabur izinnya yang berdampak negatif pada kesejahteraan karyawan, kerugian Konsumen serta beban perekonomian Negeri.

Nuri Nurzikri

nurinurzikri@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun