Padahal, Rasulullah SAW telah memerintahkan kita untuk bersikap tawazun seperti contoh kisah para sahabat Rasulullah SAW. Contoh yang dimaksud adalah ketika ada tiga sahabat Rasulullah SAW yang datang kepada beliau dan mengutarakan maksudnya masing-masing. Orang pertama mengatakan bahwa dia tidak akan menikah selama hidupnya. Kemudian orang yang kedua mengatakan bahwa dia tidak akan berpuasa setiap hari dan terus menerus seumur hidupnya. Orang yang terakhir mengatakan bahwa ia akan sholat tanpa henti-hentinya.
Namun apa yang Rasulullah SAW katakan? Beliau mengatakan jangan seperti itu. Karena masing-masing urusan itu ada haknya, urusan dunia itu ada haknya dan urusan akhirat juga ada haknya. Jadi, jalankanlah hal tersebut dengan seimbang -- Rasulullah SAW mengingatkan para sahabatnya.
Oleh karena itu, jika ada seseorang yang tidak mampu menata pikirannya secara seimbang, maka kebenaran atau kebaikan  hanya ada pada dirinya, orang lain salah dan buruk. Selain itu, Ketika ada seseorang menutup peluang/ kemungkinan "benar atau baik" bagi orang lain, maka orang lain tersebut dianggap sebagai musuh, demikian seterusnya. Sehingga beragam realitas sosial dianggap atau sebagai sumber persoalan, bukan diterima sebagai keniscayaan. Ketidakmampuan berpikir seimbang simetris dengan ketidakmauan menerima realitas keanekaragaman, yang merupakan sunnatullah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H