Lelaki itu bersenandung lagu cicak-cicak di dinding kesukaan anaknya dengan irama Nahawand yang bersifat tenang, tentram, dan damai. Ia berharap dengan nyanyian itu, putrinya bahagia meski ayahnya nyaris gugur sebagai pahlawan yang terteb4s sangkur perpisahan.Â
"Cicak-cicak di dinding, diam-diam merayap, datang seekor nyamuk,"
"Hap!" Suara Namira dan Laila kompak membuat lelaki itu menoleh ke arah anak di pangkuan istrinya, dilihatnya Namira tertawa kecil dan satu kecupan dari ibunya mendarat di pipi mungilnya. Anak istrinya perlahan hilang seperti transisi fade out di aplikasi edit video.Â
"Lalu terlelap. Selamat tidur panjang, Sayang!"
Lelaki itu mengecup nisan yang tertanam di atas gundukan kesedihan.
Seduh sebelum sedih! Kulanjutkan ceritanya.
Lelaki itu menulis surat untuk Tuhan, tintanya dari ampas kopi dan wangi hujan.Â
"Duhai Tuhan yang Esa-Nya tiada diduakan
Duhai Tuhan yang setia tanpa kawan Duhai Tuhan cinta tanpa kepalsuan
Duhai Tuhan yang sendiri tanpa kesepian Hamba-Mu ini satu dari sekian Melupakan, dilupakan, terlupakanÂ
Hamba-Mu setia tapi tertawan