Mohon tunggu...
Wahyu Barata
Wahyu Barata Mohon Tunggu... Penulis - Marketing Perbankan

Wahyu Barata.Lahir di Garut 21 Oktober 1973. Menulis puisi, cerita pendek,dan artikel. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di Sari Kata, majalah Aksara , Media Bersama, Kompas, Harian On Line Kabar Indonesia, beberapa antologi bersama, dan lain-lain.Kini bekerja sebagai marketing perbankan tinggal di Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Keledai dan Jangkrik

22 Maret 2022   16:16 Diperbarui: 22 Maret 2022   16:21 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dahulu kala di Kenya hidup seekor keledai yang sangat tidak bahagia sebab dia bekerja sangat keras dari matahari terbit sampai matahari terbenam. Dia tak pernah punya waktu untuk bermain atau untuk berbaring dengan nyaman di bawah hangat sinar mentari seperti jangkrik temannya.

"Maksudku bukan pekerjaannya terlalu banyak." katanya kepada jangkrik suatu hari.

"Ini mengensi waktu yang digunakan untuk mengerjakan segala hal. Sesegera kuselesaikan satu bagian pekerjaan, majikanku menemukan sesuatu yang lain, yang dia ingin aku bawa atau kutarik. Aku mulai benar-benar tidak menyukai hidupku. Aku tak pernah punya waktu untuk bermain."

"Mengapa kau tidak bernyanyi sambil bekerja?" tanya jangkrik. 

"Lalu beban yang kaubawa akan terasa jauh lebih ringan."

"Lebih mudah mengatakannya daripada mengerjakannya. Hanya karena kau bisa bernyanyi sangat baik, bukan berarti berkata setiap orang bisa. Kau tahu apa yang terjadi setiap kubernyanyi. Majikanku sangat marah sehingga dia memukuliku tanpa ampun."

"Itu karena kau berdiri diam di tengah jalan." kata jangkrik. "Dan kau tetap bernyanyi hee-haw selama berjam-jam"

"Tapi kau bernyanyi selama berjam-jam, dan tak seorangpun memukulimu."

"Aku tidak bernyanyi hee-haw selama berjam-jam dan aku tidak berhenti diam di tengah jalan."

Keledai malang terkejut dengan penjelasan ini. "Apa yang salah dengan bernyanyi hee-haw?" tanya keledai.

"Nah, itu bukan lagu yang menyenangkan, bukan? Dan orang-orang tidak suka mendengar hal yang sama berulang dan berulang lagi."

"Oh begitu." kata keledai. "Dapatkah kau ajari aku bagaimana bernyanyi dengan cara yang sama seperti yang kaulakukan."

Jangkrik tertawa. "Keledai tidak bisa bernyanyi seperti jangkrik." jawabnya. "Aku tidak akan benar."

"Mengapa tidak?" tanya keledai dengan sedihnya.

"Hanya tidak akan. Aku tidak akan mengatakan kepadamu mengapa." jawab jangkrik. "Itu rahasia keluarga."

"Oh aku janji untuk tidak mengatakannya kepada seseorang tentang itu kalau kau mengajariku. Ayolah, Pak Jangkrik, ayolah!"

"Baik - baik, baiklah, Kukatakan kepadamu rahasianya, tapi jangan pernah kau katakan kepada orang lain."

"Tidak akan." kata keledai. "Aku janji, aku janji. Katakan."

"Rahasianya adalah jangan kau memakan atau meminum sesuatu selain embun. Embun, seperti kau tahu adalah air yang menempel di rumput di awal pagi. Tak ada yang lain lagi. Lalu kau bisa bernyanyi sepertiku."

"Tak ada yang lain selain embun?" seru keledai. "Bagaimana aku bisa hidup hanya dengan embun."

"Itulah kau. Tidak mau mendengarkanku. Seharusnya tidak usah kukatakan kepadamu rahasiaku."

"Maafkan aku, Pak Jangkrik. Aku sangat bersyukur kau katakan kepadaku dan aku akan melakukan apa yang kaukatakan. Kaupikir aku akan bisa bernyanyi sepertimu suatu hari nanti?"

"Aku yakin kau akan bisa." kata kelinci.

Sejak hari itu keledai berhenti memakan rumput. Dia hanya menjilat embun dari rumput dan...menelannya dengan hati-hati. Setelah beberapa hari dia pergi dengan sangat lemah, dan dia mencoba untuk bernyanyi. Suaranya yang ke luar masih hee-haw tetapi sangat lebih lembut dan lebih tinggi dari sebelumnya. Hampit setinggi suara jangkrik dan keledai sangat senang.

Dia memutuskan untuk tidak pernah memakan rumput lagi, dan terus hidup dengan embun. Tetapi ketika selanjutnya dia mencoba bernyanyi hasilnya tidak ke luar suara sama sekali, dan sesudahnya keledai malang itu mati.

Itulah alasannya mengapa keledai marah ketika mereka mendengar suara jangkrik bernyanyi. Mereka menendang dan mereka berteriak hee-haw, hee-haw. Mereka berkeliaran mencari jangkrik, mencoba menginjaknya, tetapi jangkrik selalu bisa melarikan diri.

(Judul Asli : The Donkey and The Cricket dari buku Fables from Kenya disusun oleh L. Farrant. Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Wahyu Barata)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun