"Mama kan begitu ke cucunya.kalau musim liburan nggak pada ke sini, suka nanyain, takut kenapa-kenapa?"
Kusnadi berbalik memandang ke luar. Mengamati hujan yang semakin lebat.
"Yang dari Jakarta pada ke sini juga?" tanya Kusnadi. Kakaknya Mira ada yang tinggal di Jakarta. Kakak laki-lakinya yang sulung, menikah dengan orang Bali.
"Nggak. Tahun ini liburannya giliran ke neneknya yang di Bali. Gantian setahun sekali."
Kusnadi teringat kepada orang tuanya. Jangan-jangan tidak terlalu berbeda. Keponakan-keponakannya sudah mulsi berdatangan pada liburan. Terbayang nakal-nakal. Ke neneknya bermanja-manja melebihi ke ibunya. Apa lagi anak-anaknya Teh Kiki. Nakalnya lebih dari yang lain. Ibu suka terganggu kalau mau salat. Tetapi Kusnadi juga tahu, ibunya itu sabar dihormati orang. Senakal apapun cucunya, tidak sampai ada yang disabet apa lagi dipukul. Cukup menegurnya saja. Sepertinya itulah yang menyebabkan cucu-cucunya pada betah.
"Gimana kalau hujannya nggak berhenti?" Â tanya Mira agak bermalas-malasan.
Kusnadi tak menjawab. Dia terus mengamati air hujan yang jatuh dari atap.
"Iya." Â ujarnya pelan. "Kata orang tua kalau hujan putih mah suka lama."
"Gimana kalau yang menemui Kang Zul Kus aja sendiri."
"Ah nggak akan bener. Gimana kalau di sana teh ngajak merundingkan pesangon?" kata Kusnadi sambil tertawa.
"Pesangon apa?" tanya Mira heran.Â