Terbangun dari mimpi buruk. Mimpi yang terasa nyata dan sulit untuk kulupakan, selalu membayangi pikiranku.
Saat bangun kepalaku pusing, keringat dingin serta khawatir akan sesuatu. Kekhawatiran yang selalu menghantui pikiranku setiap waktu.
Tubuhku terkulai lemas, rasa ingin menyerah selalu muncul dalam benakku. Namun semakin merasa putus asa, rasa ketakutanku semakin menjadi-jadi.
Selama 11 tahun rasa ketakutan ini terus menyelimuti kehidupanku dan kedua orang tuaku. Kami sama-sama takut akan hal yang sama.
Keluarga miskin ini takut jika rumah tempatnya berteduh sudah tak mampu bertahan dari panasnya matahari siang yang menyengat, hawa dingin malam serta tamparan badai saat musim hujan.
Kerja banting tulang sudah kulakukan selama 4 tahun terakhir ini, tapi upah yang kuterima hanya cukup untuk makan sehari-hari serta biaya listrik.
Jika masih ada sisa uang lebih kumasukkan kedalam celengan ayam yang isinya tak kunjung berat. Mengisinyapun tak rutin, hanya kadang kala.
Dalam lamunan aku berandai-andai untuk memiliki rumah kokoh yang bisa menampungku serta orang tuaku yang sudah semakin ringkih badannya.
Namun apalah daya, uang penghasilan serta tabunganku masih belum cukup untuk membeli sebuah rumah kecil.
"Pasti membutuhkan waktu berpuluh-puluh tahun", ucapku dalam hati.
Lamunanku terhenti ketika melihat wanita tua menghampiriku, itu ibu tercintaku yang menyuruh untuk mencari bambu di tepi sungai.
Selama sebulan ini setiap sore sepulang glidik, aku pergi ke tepian sungai untuk menebang bambu.
Bambu itu kugunakan untuk memperkokoh belakang rumahku yang hampir rubuh akibat terjangan angin saat hujan badai.
Kekuatan angin itu lebih besar dari pada kekuatan rumah tuaku itu, maklum lah orang saja semakin tua pasti akan semakin rentan sakit.
Apalagi rumah itu sudah lama ditempati, semakin tua juga akan mudah roboh jika bergelud dengan angin badai.
Kira-kira begitulah kondisi hunianku. Istana yang sedari kecil kutinggali bersama orang tuaku.
Di hantam keadaan seperti itu membuatku harus kerja extra tiada henti, bahkan tak ada waktu untuk tidur cukup.
Usia masih muda tapi kelopak mataku sudah menghitam dan mengkerut. Terlalu banyak beban yang kuemban.
Hampir setiap hari dan saat kerja diriku terus melamun dalam durasi lama. Sampai kerap kena tegur mandorku.
Diriku dan mandorku sudah seperti saudara. Tak canggung diriku langsung mengutarakan semua beban pikiranku.
Dengan mata berkaca-kaca, kami berdua saling meneteskan air mata haru. Mandor yang selama ini mengira diriku baik-baik saja, kenyataannya tak seperti yang ia bayangkan.
Berbagai wejangan dari atasanku itu kudengarkan dengan seksama, dengan wajah memelas dan mata sembab berkaca-kaca.
Sampai pada titik dimana ia mengatakan sesuatu yang tak pernah kusangka-sangka. Wajahku yang sebelumnya memelas berubah menjadi sumringah.
"Melok o program tuku lemah oleh lemah e pak gubernur", ucapnya penuh saran.
Mendengar ucapannya itu, banyak pertanyaan yang mencuat dalam otakku. Semua pertanyaan kukeluarkan agar mendapat jawaban dari atasanku itu.
Dan benar saja, program pemimpin nomor satu di Jateng itu memang benar adanya dan berjalan sampai sekarang.
Mendengar kabar bahagia itu tak sabar diriku bergegas pulang bertemu orang tuaku. Tak lupa memberikan informasi penting yang kudapatkan.
Sepulang kerja langsung kupeluk ibukku yang saat itu sedang menyapu teras rumah beralaskan tanah.
Perempuan paruh baya itu bingung, dan bertanya mengapa diriku bisa segirang ini. Dari arah kamar bapak juga keluar menanyakan hal sama.
Saat itu lah aku menceritakan dari A -- Z terkait info yang kudapat. Mendengar hal itu bapak yang sudah berumur tersenyum dan meneteskan air matanya.
Mata tua mereka tak bisa berbohong, kebahagiaan menyelimuti hati keduanya ketika mendengar kabar yang kuberikan. Tak lama, diriku beranjak dan berjalan ke kamar untuk mengambil celengan ayam yang tak kunjung kenyang itu.
Celengan ayam yang sudah setia menemani masa sulit dengan terpaksa kubuka, karena ingin mewujudkan harapanku.
Dengan berhati-hati kurobek perut ayamku, sedikit demi sedikit mulai terlihat pundi-pundi uang yang selama ini bersembunyi di baliknya.
Tak butuh waktu lama, semua isi dalam celengan itu sudah keluar. Kuhitung selembar demi selembar kumpulan uang yang selama ini kukumpulkan.
Memang tak banyak jumlahnya, tapi itu sudah cukup untuk mendobrak apa yang kulamunkan selama ini.
Kupakai tabungan yang terkumpul untuk membeli rumah dari programnya gubernur berambut putih itu. Suhunya jateng itu memang cakap dalam membuat program.
Walaupun diriku tak banyak tahu tentang program beliau, tapi dari salah satu programnya itulah yang dapat mewujudkan mimpiku.
"Tuku lemah, oleh omah" begitulah program suhunya Jateng itu.
Setelah kutelisik lebih dalam lagi, ternyata program mantan DPR RI itu tidak memerlukan DP untuk mendapatkan bantuan rumah itu.
Rasa sesal sedikit kurasakan karena telah menyembelih ayam yang setia menjaga uangku. Tapi tak apa, pasti uang itu juga akan berguna.
Dari info yang sudah kukantongi, gubernur berambut putih itu membuat kebijakan terkait syarat mendapatkan rumah.
Yang membuatku takjub dan tercengang, ketika ia hanya mematok biaya bulanan sebesar 355 ribu perbulan.
Bayangkan betapa dermawannya si rambut putih. Ini biaya beli rumah lho, bukan ngekos. Nominal uang yang gak begitu memberatkan rakyat.
Rumah dengan tanah berukuran 6x8 meter dan bangunan 6x6 meter bisa dicicil dengan jumlah sekian, yang pastinya bisa dijangkau rakyat miskin seperti diriku.
Dan yang membuatku tambah kaget lagi, rumah yang dibangun itu terlihat minimalis dan nampak mewah.
Beruntung sekali aku tinggal di Jateng. Banyak sekali fasilitas yang beliau berikan untuk mengurangi kesulitan rakyatnya, salah satunya ya program ini.
Beruntungnya kami punya pemimpin seperti Ganjar Pranowo ini, yang selalu berada di garda terdepan untuk rakyatnya dalam mewujudkan mimpi.
Pantas saja banyak yang mengidolakannya. Berbagai keluh kesah rakyat sudah ditampung dalam pikirannya.
Tampungan keluh kesah rakyat itu membuat dirinya tak lelah bekerja demi memberikan solusi terbaik bagi rakyat.
Mungkin kata lelah sudah tak mempan untuk sosok jangkung ganteng itu.
Gubernur yang di elu-elukan akan menjadi capres terkuat itu selalu membuat nyaman rakyatnya.
Tak heran pula jika suhunya Jateng ini selalu dikerumuni rakyat jika melakukan aksi sweeping di wilayahnya memimpin.
Antusias rakyat ketika menyambut sosok jangkung rupawan ini luar biasa. Adapula rakyat yang tanpa canggung mengeluh terkait pembangunan jembatan yang tak kunjung selesai.
Memang gubernur satu itu terkenal dengan aksi merakyatnya, jadi banyak warga yang sudah menganggapnya kawan sendiri. Tapi tetap masih ada unggah-ungguhnya lho, ya.
Mendengar keluhan rakyatnya, sontak ia langsung buru-buru melihat pembangunan yang masuk daftar programnya itu.
Tak lama, beliau pun dengan tegas bertanya untuk waktu yang dibutuhkan dalam pembangunan itu.
Yap, tindakan beliau itu membuatku semakin tambah kagum. Begitu sayangnya beliau dengan rakyat.
Memang bener dialah sosok pemimpin yang kami idam-idamkan. Selain baik sosok jangkung itu juga selalu hadir dalam setiap masalah yang kami hadapi.
Tak memandang jabatan apa yang dimiliki rakyat, beliau selalu netral dan memperlakukan rakyat dengan baik.
Terkagum-kagum aku dibuatnya. Masih ada pemimpin yang sangat begitu memperhatikan keadaan rakyatnya terutama wong cilik sepertiku ini.
Jatuh bangun sudah ia rasakan pastinya agar rakyat bisa hidup aman, nyaman dan tenang.
Pemimpin seperti inilah yang dibutuhkan rakyat Indonesia. Karakter serta kepribadian baiknya patut untuk dijadikan suhunya generasi putih.
Generasi itulah yang nantinya akan membantu perjuangan Ganjar Pranowo dalam membuat kemajuan bangsa ini.
Dialah yang selalu menjunjung tinggi integritas serta memberikan layanan terbaik untuk masyarakat umum.
Kiki Daliyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H