Mohon tunggu...
Kiki Ambarizki
Kiki Ambarizki Mohon Tunggu... Lainnya - ♡

Done better than perfect, practice make perfect.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kehangatan Kasih

26 Juli 2024   20:46 Diperbarui: 27 Juli 2024   05:09 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ganti dulu ajalah mah, abis itu nonton tv."

"Makan, nonton tv mulu, yaudah sekalian ambil sisirnya, sama pita juga bawa kesini."

"Iya Ma, okedeh."

Sambil menyantap nasi goreng di depan tv, Dewi sudah ada didekat Okta dengan sisir dan segala macam bentuk hiasan rambut yang akan mentereng di rambut Okta. Akhirnya, rambut okta dibuat kelabang 2 dengan simpul pita ungu di ujungnya berpadu poni cantiknya yang lurus. Setelah sarapan dan menyiapkan semuanya Dewi menghantarkan Okta ke sekolah seperti biasa dan menunggunya hingga pulang, sedang Adiknya yang kecil bersama dengan Neneknya.

Memang semua kebutuhan terpenuhi saat itu, bisa dibilang mapan apapun Okta bisa merasakannya, namun apakah itu sangat berarti, ternyata tidak, baginya yang sangatlah berarti adalah kehadiran ibunya yang selalu ada untuknya kala apapun itu, entah ibunya merasakan sakit ataupun bahagia, tapi yang terpancar bagi Okta adalah kasih sayang dari Ibunya yang tulus yang membuatnya bahagia.

Siapa yang pertama mengenalkannya pada angka, huruf, mengajari menulis, dan membaca hingga berhitung tentu saja Dewi, yakni ibunya sendiri. Disaat kelas 1 SD adalah awal dari belajar dimulai karena Okta tidak mengalami TK terlebih dahulu, namun kemampuan belajarnya cukup bagus dan selalu masuk 5 besar. Disaat semuanya bermain sepeda tanpa roda siapa lagi yang selalu membantunya mendorong dan memegangi sepeda dari belakang dengan perlahan untuk belajar dan selalu mencoba jika bukan Ibunya, mulai dari sepeda roda 4, kemudian lepas 1 tinggal 3 walaupun sering kena bully karena sering jatuh dan akhirnya tidak ditemani, tapi Dewi selalu jadi garda terdepan untuk anaknya tetap tumbuh dan semangat untuk tidak menyerah belajar. Dan akhirnya usaha dewi tidak sia-sia, Okta mampu menaiki sepeda tanpa bantuan roda tambahan. Pada saat masa belajarnya, Ibunya selalu datang ketika jam makan tiba dengan sebuah mangkok yang berisikan nasi, sayur, dan lauk saat Okta berkeliling naik sepeda di lingkungan rumahnya, Ibunya juga ikut berkeliling, bahkan tidak ada amarah dalam dirinya sama sekali, hanya terucap, "Makan dulu di isi bensinnnya, Mama capeknih mutar-muter, Mama tunggu sini aja nanti kamu berhenti disini ya." Setelah makan selesai Okta kembali sibuk dengan sepedanya.

Suaranya yang selalu terdengar hanyalah kata "Pulang, mandi", "Pulang ngaji dulu", "Pulang, makan, kalau udah makan baru main lagi" 1 kali kalimat yang berisi kemarahan tidak pernah ada terdengar dari mulutnya, apalagi pukulan kecil mungkin terasa asing bagi Okta selama masa kecilnya. 

Tidak hanya dalam hal kecil, Okta merasa ibunya selalu mendukung apapun yang dimiliki oleh anaknya, baik kemampuan yang harus dikembangkan ataupun setiap yang akan dilakukan. 

Bahkan ketika anaknya didapati juara ke dua dalam acara Maulid Nabi kategori membaca Al-Qur'an, saat Okta sakit bukan hadiahnya yang diuatamakan, tapi ibunya menyuruh Okta untuk di rumah saja saat malam pengambilan hadiah untuk diwakilkan saja pada temannya, baginya kesehatan anaknya justru lebih penting.

Hingga beranjak berumur 11 tahun, dengan kondisi Dewi yang sering dibawa ke rumah sakit jiwa padahal bagi Okta sebagai anak tidak pernah melihat ibunya sakit tapi entah kenpa selalu ibunya yang kena serangan dari segala arah, namun dia tetap saja memikirkan bagaimana anaknya, bahkan sore itu hari terakhir Okta berhadapan dengan Dewi, bisa-bisanya dia yang sedang ingin makanan itu, Okta dengan tidak tahu dirinya mengambil sayur yang disukai ibunya juga, dan akhirnya ibunya mengalah. 

Lalapan sayur daun pepaya dengan sambal yang berebut kala itu adalah akhir cerita Okta dan Dewi. Sebelum magrib Dewi tiba-tiba menghilang begitu saja, bukan sebab makanan, melainkan masalah yang sering terjadi dalam keluarga yang tidak Okta ketahui. Dari saat itu, hingga kini saat Okta dewasa ibunya tidak kunjung kembali lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun