Mohon tunggu...
Kiki Ambarizki
Kiki Ambarizki Mohon Tunggu... Lainnya - ♡

Done better than perfect, practice make perfect.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kehangatan Kasih

26 Juli 2024   20:46 Diperbarui: 27 Juli 2024   05:09 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kreasi Kiki Ambarizki

Menjadi seorang ibu tidaklah mudah, dari perempuan yang terbiasa sendirian, kemudian mengandung anak selama 9 bulan dengan perut buncit yang terasa membebankan badan. Belum lagi drama lainnya yang harus diurus secara berurutan. 

Beruntungnya jika memiliki suami yang bisa ikut andil dalam segala hal, tapi betapa ruginya ketika hamil ditinggal setiap hari sendirian dengan kondisi kehamilan yang tentu tidak mudah dijalankan. 

Sayangnya kehamilan ini tidaklah lama, hanya berangsur sampai pada masa di 9 bulannya, Dewi keguguran anak pertamanya yang berjenis kelamin laki-laki. Perasaannya campur aduk dengan semua yang terjadi apalagi di usianya yang hamil muda, namun pada akhirnya setelah lambat laun waktu berjalan Dewi kembali menjalani hidup seperti biasa lagi karena sudah memiliki anak perempuan dan laki-laki setelah mengalami keguguran pada kehamilan pertamanya di waktu yang cukup lama.

Anak perempuannya bernama Okta yang kini sudah beranjak kelas 1 SD, sedangkan yang laki-laki kini sudah berusia 2 Tahun, selama masa itu Dewi selalu mengurus anaknya sendiri tanpa bantuan suaminya, karena yang suaminya lakukan hanya mencari uang pulang hanya sebentar. 

"Taaa, bangun sekolah enggak, mandi ayok."

"Iya Ma, bentar."

"Nanti nonton tvnya, pasti mau nonton spongebob apa kapur ajaib, mandi dulu."

"Nonton dulu aja ya bentar....."

Dengan sigap Dewi langsung menuntun untuk menghantarkan Okta ke kamar mandi agar segera bergegas mandi, sedangkan itu setelahnya Dewi melanjutkan memasak nasi goreng untuk sarapan.

"Udah mandinya, Mamah udah siapin baju semuanya di kamar, mau ganti sekarang apa mau makan dulu?"

"Ganti dulu ajalah mah, abis itu nonton tv."

"Makan, nonton tv mulu, yaudah sekalian ambil sisirnya, sama pita juga bawa kesini."

"Iya Ma, okedeh."

Sambil menyantap nasi goreng di depan tv, Dewi sudah ada didekat Okta dengan sisir dan segala macam bentuk hiasan rambut yang akan mentereng di rambut Okta. Akhirnya, rambut okta dibuat kelabang 2 dengan simpul pita ungu di ujungnya berpadu poni cantiknya yang lurus. Setelah sarapan dan menyiapkan semuanya Dewi menghantarkan Okta ke sekolah seperti biasa dan menunggunya hingga pulang, sedang Adiknya yang kecil bersama dengan Neneknya.

Memang semua kebutuhan terpenuhi saat itu, bisa dibilang mapan apapun Okta bisa merasakannya, namun apakah itu sangat berarti, ternyata tidak, baginya yang sangatlah berarti adalah kehadiran ibunya yang selalu ada untuknya kala apapun itu, entah ibunya merasakan sakit ataupun bahagia, tapi yang terpancar bagi Okta adalah kasih sayang dari Ibunya yang tulus yang membuatnya bahagia.

Siapa yang pertama mengenalkannya pada angka, huruf, mengajari menulis, dan membaca hingga berhitung tentu saja Dewi, yakni ibunya sendiri. Disaat kelas 1 SD adalah awal dari belajar dimulai karena Okta tidak mengalami TK terlebih dahulu, namun kemampuan belajarnya cukup bagus dan selalu masuk 5 besar. Disaat semuanya bermain sepeda tanpa roda siapa lagi yang selalu membantunya mendorong dan memegangi sepeda dari belakang dengan perlahan untuk belajar dan selalu mencoba jika bukan Ibunya, mulai dari sepeda roda 4, kemudian lepas 1 tinggal 3 walaupun sering kena bully karena sering jatuh dan akhirnya tidak ditemani, tapi Dewi selalu jadi garda terdepan untuk anaknya tetap tumbuh dan semangat untuk tidak menyerah belajar. Dan akhirnya usaha dewi tidak sia-sia, Okta mampu menaiki sepeda tanpa bantuan roda tambahan. Pada saat masa belajarnya, Ibunya selalu datang ketika jam makan tiba dengan sebuah mangkok yang berisikan nasi, sayur, dan lauk saat Okta berkeliling naik sepeda di lingkungan rumahnya, Ibunya juga ikut berkeliling, bahkan tidak ada amarah dalam dirinya sama sekali, hanya terucap, "Makan dulu di isi bensinnnya, Mama capeknih mutar-muter, Mama tunggu sini aja nanti kamu berhenti disini ya." Setelah makan selesai Okta kembali sibuk dengan sepedanya.

Suaranya yang selalu terdengar hanyalah kata "Pulang, mandi", "Pulang ngaji dulu", "Pulang, makan, kalau udah makan baru main lagi" 1 kali kalimat yang berisi kemarahan tidak pernah ada terdengar dari mulutnya, apalagi pukulan kecil mungkin terasa asing bagi Okta selama masa kecilnya. 

Tidak hanya dalam hal kecil, Okta merasa ibunya selalu mendukung apapun yang dimiliki oleh anaknya, baik kemampuan yang harus dikembangkan ataupun setiap yang akan dilakukan. 

Bahkan ketika anaknya didapati juara ke dua dalam acara Maulid Nabi kategori membaca Al-Qur'an, saat Okta sakit bukan hadiahnya yang diuatamakan, tapi ibunya menyuruh Okta untuk di rumah saja saat malam pengambilan hadiah untuk diwakilkan saja pada temannya, baginya kesehatan anaknya justru lebih penting.

Hingga beranjak berumur 11 tahun, dengan kondisi Dewi yang sering dibawa ke rumah sakit jiwa padahal bagi Okta sebagai anak tidak pernah melihat ibunya sakit tapi entah kenpa selalu ibunya yang kena serangan dari segala arah, namun dia tetap saja memikirkan bagaimana anaknya, bahkan sore itu hari terakhir Okta berhadapan dengan Dewi, bisa-bisanya dia yang sedang ingin makanan itu, Okta dengan tidak tahu dirinya mengambil sayur yang disukai ibunya juga, dan akhirnya ibunya mengalah. 

Lalapan sayur daun pepaya dengan sambal yang berebut kala itu adalah akhir cerita Okta dan Dewi. Sebelum magrib Dewi tiba-tiba menghilang begitu saja, bukan sebab makanan, melainkan masalah yang sering terjadi dalam keluarga yang tidak Okta ketahui. Dari saat itu, hingga kini saat Okta dewasa ibunya tidak kunjung kembali lagi.

Jiwanya memang sudah lama pergi, tapi kasih sayangnya tetap abadi, mungkin tidak banyak yang bisa dipelajari dalam waktu yang singkat dalam pertemuan itu, namun rasa  itu tumbuh abadi tertanam dalam diri Okta, bahwa gagal berkali-kalipun tidak apa, masih bisa dicoba lagi sampai berhasil, tentu dengan dukungan juga dari orang lain, seperti saat itu oleh ibunya, bukan berarti sekarang sudah tidak bisa, bisa walaupun hanya mengingat dari kasih sayang yang begitu tulus, tanpa pamrih, tanpa banyak kata yang telah ibunya tanam dalam hati dan pikiran, tanpa Okta sadari itu yang selalu menuntunnya untuk tetap bertahan dalam setiap kegagalan.

Terjebak pada masalalu tidak selalu salah, itu hanya pengingat untuk kita tetap mengingat apa yang telah terjadi sebelumnya, apa yang bisa diambil dan apa yang bisa jadi pelajaran. Karenanya, tidak semua bahagia datang secara percuma di masa depan, ada yang bahagianya diciptakan dan ada yang memang bahagianya hanya datang secepat kilat diwaktu yang telah usang. Tapi apakah bahagia akan usang jika rupanya seperti kasih sayang? Tentu tidak, kasih sayang selalu menancap hebat di relung hati paling dalam dan menjadi ingatan kenangan yang membahagiakan.

Semuanya selalu dia usahakan, dengan cara terbaik bahkan yang paling baik. Otaknya selalu berputar tanpa berpikir panjang, itulah naluriah seorang ibu terhadap anaknya. Mengedepankan kepentingan anak diatas segalanya, suaranya tak ada tapi usahanya selalu nyata, apalagi jika bukan kasih sayang yang tak ada habisnya dan tak ternilai harganya. 

Kasih ibu sepanjang masa, mau waktunya habis ataupun sudah tidak dapat diulang, ada dan tiada dirimu akan selalu ada di dalam hatiku ya memang benar mau berwujud di depan mata ataupun tidak ibu selalu ada dan menduduki tempat spesial dalam hati setiap anaknya. Apa yang dilakukan dari hati akan sampai ke hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun