Mohon tunggu...
H Nana Suryana drs
H Nana Suryana drs Mohon Tunggu... Editor - Penulis Freelance pemerhati masalah sosial ekonomi

Telco Employee, Penulis freelance, fesbuker, twitter, kompasianer, Blogger http://NanaSuryana.Com...

Selanjutnya

Tutup

Nature

Menuju Indonesia Bebas Emisi Karbon (Bag-2 Habis)

11 November 2021   13:13 Diperbarui: 11 November 2021   13:18 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

#AyoDietKarbon, ditulis dalam rangka memperingati Hari Habitat Dunia (HHD) dan Hari Kota Dunia (HKD) pada Bulan Oktober)

Data dan Fakta Pencemaran Bumi

Kegiatan industri merupakan titik awal penyebab terjadinya kenaikan suhu secara masif dari tahun ke tahun. Perpindahan perekonomian berbasis pertanian ke industrial di berbagai belahan dunia menyumbang angka besar kenaikan pemanasan global.

Sebuah studi menunjukkan bahwa pemanasan global dimulai sebagian besar oleh revolusi industry di Amerika pada pertengahan abad ke-19. Hingga kini selanjutnya hampir semua negara yang berbasis industri ikut menyumbang dengan skala besar penyebab pemanasan global.

Kadar karbon yang dihasilkan akibat kegiatan industry yaitu sebesar 412 bagian per juta dalam 150 tahun terakhir. Karbon dioksida, metana dan nitrogen oksida yang telah menyebabkan peningkatan suhu bumi selama 50 tahun terakhir.

International Energy Agency melaporkan antara tahun 2000-2016 negara yang menyumbang emisi karbon dioksida terbesar yang pertama yaitu Republik Rakyat China. Sedangkan Indonesia berada di urutan ke-6 setelah Rusia dengan nilai 2,053 miliar ton.Global Carbon Project (GCP) mengestimasi emisi karbon dioksida di Indonesia sebanyak 487 juta ton (MtCO2) per 2017, meningkat 4,7 persen dari tahun sebelumnya.

Pada tahun yang sama, Indonesia menyumbang 1,34 persen dari total emisi CO2 di dunia sebanyak 36.153 juta ton (MtCO2). Pada 2018, peneliti GCP menghitung kenaikan emisi CO2 sebanyak 2 persen, dibandingkan tahun sebelumnya. Emisi karbon ini terdisi dari pembakaran minyak, produksi semen, dan perubahan tata guna lahan seperti kebakaran hutan atau penggundulan hutan.

Kapan Indonesia bisa bebas karbon

Pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memiliki target penurunan emisi karbon hampir 400 juta ton pada 2030 mendatang. Target ini naik hampir lima kali lipat dari 64,4 juta ton CO2 pada 2020. Pemerintah berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca seperti kesepakatan dunia yang tertuang di dalam Perjanjian Paris. Kenaikan temperatur global diupayakan di bawah 2 derajat Celsius, bahkan kalau bisa di posisi 1,5 derajat Celsius.


Sebagai tindak lanjut, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement. "Pemerintah terbitkan UU No. 16, target emisi gas rumah kaca pada 2030 29% dengan business as usual dan 40% dengan bantuan internasional sektor energi bisa turunkan emisi 314-390 juta ton CO2," ungkap Menteri ESDM dalam launching Penghargaan Subroto Bidang Efisiensi Energi 2021, Kamis (18/03/2021).

Selain UU No.16 tahun 2016 tersebut, pemerintah pun telah menerbitkan sejumlah regulasi lainnya guna mendorong penurunan emisi karbon di Tanah Air. Salah satu peraturan guna mendorong pemakaian energi rendah emisi yakni Peraturan Pemerintah No.79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. Melalui aturan ini, Indonesia memiliki target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2025.

Lalu, ada juga Peraturan Presiden No.22 tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). "Efisiensi energi bukan merupakan upaya sesaat, perlu komitmen dan keberlanjutan pelaksanaannya." tuturnya.

Sebagai informasi, capaian EBT saat ini masih jauh dari target, yakni baru mencapai 11,5% hingga 2020 dari target 23% pada 2025. Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Energi Baru Terbarukan (EBT) saat ini tengah dibahas pemerintah bersama DPR RI. Diharapkan, dengan adanya UU EBT, maka iklim investasi di sektor energi baru terbarukan di Tanah Air bisa menjadi lebih menarik.

Adapun pada 2021 ini penurunan emisi karbon ditargetkan mencapai 67 juta ton CO2, naik dari 64,4 juta ton pada 2020. Capaian penurunan emisi pada 2020 tersebut berasal dari pemanfaatan EBT 53%, penerapan efisiensi energi 20%, penggunaan bahan bakar fosil rendah karbon 13%, pemanfaatan teknologi pembangkit bersih 9%, dan kegiatan reklamasi pascatambang 4%.

Pengelolaan Persampahan

Masalah emisi karbon juga tidak terlepas dari masalah sampah perkotaan yang juga  menimbulkan pencemaran udara. Sejumlah langkah strategis berikut dapat digunakan untuk mengatasi sampah ibukota, sehingga sampah menjadi komoditas yang menguntungkan, antara lain: Membuat Bank Sampah, untuk memfasilitasi masyarakat dalam mengumpulkan sampah yang kemudian dapat ditukarkan dengan barang atau jasa yang menarik. Sedangkan sampah yang diterima diproses daur ulang, dipergunakan untuk kembali menjadi sesuatu yang lebih berguna. Sistem ini dapat diterapkan dilingkungan perumahan dan dapat diintegrasikan dengan program lingkungan lainnya.

Memelihara lingkungan secara progresif yaitu dengan membangun sistem limbah diubah menjadi energi secara efisien yang mampu memberikan energi listrik langsung kepada penduduk. Dengan cara mendaur ulang dan memilah sampah secara efektif, akan mengurangi sampah yang dideliver ke tempat pembuangan akhir.

Mempromosikan kesadaran lingkungan, misalnya dengan menggerakan masyarakat menciptakan sebuah taman hiburan untuk anak-anak dari bahan bekas, yang terdiri dari limbah plastik, kertas dan sebagainya. Inisiatif kreatif ini dapat memberikan manfaat besar bagi lingkungan, pendidikan dan kesehatan.

Mengubah sampah plastik biasa menjadi pengganti aspal, dimana plastik sebagai bahan utama aspal yang digunakan untuk konstruksi jalan. Dengan melihat peningkatan kadar sampah plastik karena perkembangan ekonomi yang cepat maka sampah plastik dapat dimanfaatkan dan ternyata akan mereduksi biaya konstruksi hingga 15 persen dari aspal lebih mahal biasanya digunakan.

Membuat lokasi pembuangan sampah menjadi pembangkit dengan system hybrid yang integrasikan beberapa pembangkit seperti turbin angin, sel surya dan energi yang berasal dari gas metana yang dihasilkan dari sampah. Tempat pembuangan sampah ini dapat dijadikan lokasi wisata energi untuk pembelajaran generasi muda dan anak-anak.

Efisiensi Energi/Pemanfaatan Energi Terbarukan

Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hari ini (07/10/2021) mengatur berbagai kebijakan perpajakan, salah satunya mengenai pengenaan pajak baru berupa pajak karbon.

Untuk tahap awal, mulai tahun 2022, pajak karbon akan diterapkan pada sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara dengan menggunakan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi (cap and tax). Tarif Rp30.000 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) diterapkan pada jumlah emisi yang melebihi cap yang ditetapkan.

Penerapan pajak karbon menurut RUU HPP akan dilakukan secara bertahap dan diselaraskan dengan carbon trading sebagai bagian dari roadmap green economy. Hal ini untuk meminimalisasi dampaknya terhadap dunia usaha namun tetap mampu berperan dalam penurunan emisi karbon.

Pengenaan pajak ini sebagai bagian dari komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi karbon sesuai target Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030.

Kebijakan ini merupakan sinyal kuat yang akan mendorong perkembangan pasar karbon, inovasi teknologi, dan investasi yang lebih efisien, rendah karbon dan ramah lingkungan.

Penyediaan Ruang Terbuka Hijau utk Penyerapan Emisi

Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area yang memanjang berbentuk jalur dan atau area mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja di tanam.

Dalam Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang menyebutkan bahwa 30% wilayah kota harus berupa RTH yang terdiri dari 20% publik dan 10% privat. RTH publik adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum.

Contoh RTH Publik adalah taman kota, hutan kota, sabuk hijau (green belt), RTH di sekitar sungai, pemakaman, dan rel kereta api. Sedangkan RTH Privat adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.

Penyediaan RTH memliki tujuan sebagai berikut: Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air; Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat; Serta meningkatakan keserasian lingkunagn perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih.

Aktivitas Berbasis Masyarakat Guna Mengurangi Jejak Karbon

Pemerintah dianggap perlu menempatkan pemerintah daerah sebagai jantung strategi nasional dalam rangka mendukung komitmen nasional yang tertuang dalam Nationality Determined Contribution (NDC) dan menuju netral karbon di masa depan.

Dalam tataran implementasi, pemerintah nasional perlu memberikan perhatian dan dukungan kepada pemerintah daerah dengan menyiapkan perangkat pendukung (enabling environment) dan kemudahan birokrasi dalam mengakses pembiayaan iklim.

Misalnya yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta yang mewajibkan setiap kendaraan berusia di atas tiga tahun yang ada di Ibu Kota lulus uji emisi, aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 66 Tahun 2020 tentang uji emisi gas buang kendaraan bermotor, pengganti Peraturan Gubernur Nomor 92 Tahun 2007.

Cara lain juga dapat dilakukan dengan memulainya dengan hal-hal kecil seperti mengubah prilaku sendiri seperti antara lain: Melakukan penghematan listrik dengan mematikan lampu dan barang-barang elektronik yang tidak dipakai; Tidak membuang sampah sembarangan; Mulai memakai produk-produk ramah lingkungan; Mengurangi pemakaian kendaran bermotor dengan beralih menggunakan kendaraan ramah lingkungan seperti sepeda dan mulai berjalan kaki; Membiasakan menggunakan kendaran umum; Mengurangi pemakaian bahan plastic; Melakukan penamanan tanaman disekitar lingkungan rumah; Ikut serta dalam upaya pengelestarian lingkungan; Melakukan penanaman kembali lahan yang gundul; Tidak melakukan pembakaran terbuka; Menjaga kelestarian flora dan fauna; Menggunakan kembali barang yang dapat terpakai; Mendaur ulang sampah; Mengunakan bola lampu pijar agar menghemat penggunaan listrik; Menggunakan barang elekronik dengan bijak; Serta sumber energi alternatif, dan lain-lain.

Pelaksanaan Urban Farming

Urban farming merupakan istilah yang merujuk pada kegiatan bercocok tanam atau beternak secara mandiri di wilayah perkotaan. Biasanya, kegiatan ini memanfaatkan lahan yang terbatas, seperti pekarangan rumah. Hasil dari kegiatan ini biasanya bisa diolah sendiri untuk kemudian dikonsumsi atau didistribusikan ke tempat lain.

Selain menyenangkan, urban farming juga mendatangkan beberapa manfaat dan keuntungan bagi kesehatan, yaitu: Memenuhi asupan nutrisi; Di wilayah padat penduduk, urban farming menjadi strategi tepat dalam upaya membantu rumah tangga ekonomi lemah untuk menjafa konsumsi pangan dan asupan nutrisi sesuai dengan pedoman gizi seimbang.

Produk urban farming dinilai lebih segar dan bergizi, dengan harga yang kompetitif karena tidak melalui proses pengemasan, penyimpanan, dan pendistribusian yang memakan waktu berhari-hari.

Kegiatan urban farming juga memungkinkan masyarakat untuk lebih sering mengonsumsi buah dan sayuran segar karena bisa diakses dengan mudah dan cepat. Selain itu, juga bisa memantau sendiri pertumbuhan buah dan sayuran yang ditanam agar terbebas dari bahan kimia, seperti pestisida.

Perlu diketahui bahwa mengonsumsi sayur dan buah segar yang bebas pestisida diketahui dapat memberikan beragam manfaat untuk tubuh dan salah satunya adalah meningkatkan imunitas.

Kegiatan urban farming juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana melatih fisik menjadi lebih kuat dan bugar. Aktivitas ini juga membantu kita untuk kembali terhubung dengan alam.

Tak hanya itu, urban farming pun diketahui dapat menurunkan stres dan menjaga kesehatan mental secara keseluruhan. Selain tentu saja juga merupakan upaya menghidupkan kembali lingkungan, menciptakan lahan hijau, mengurangi panas dan polusi udara, serta menurunkan risiko banjir dan tanah longsor.

Selain itu, desain pertanian, perairan, dan bangunan yang dekoratif juga memberikan banyak manfaat, yaitu sebagai sarana untuk melepas stres sambil menikmati pemandangan indah dan udara berkualitas di ruang terbuka.

Agar mendapatkan manfaat sayur dan buah hasil urban farming dengan maksimal, sebisa mungkin hindari menggunakan tanah atau air yang terkontaminasi unsur-unsur berbahaya, termasuk penggunaan pestisida.

Sebongkah harapan

Pemerintah memang tengah merancang atau menargetkan Indonesia bebas emisi karbon di 2060, dengan melepaskan ketergantungan penggunaan energi fosil. Dengan demikian, Indonesia akan mulai beralih menggunakan energi baru terbarukan (EBT), sehingga transisi penggunaan energi fosil ke EBT akan menjadi tujuan pemerintah.

Terlebih berbagai negara di dunia juga telah mengarah pada tujuan yang sama, beralih ke energi bersih.

Usulan Anies Baswedan  dalam dialog C40 kepada Sekjen PBB, Antnio Gutteres, terkait hal apa saja yang bisa dilakukan PBB untuk membantu dan mendukung program pengurangan emisi karbon dan mengatasi dampak dari perubahan iklim, merupakan langkah strategis dalam upaya Indonesia mengurangi  emisi karbon.

Menurut Anies bahwa PBB memiliki peran yang besar untuk membantu kota-kota di dunia. Dua ususlan yang disampaikan Anies, yakni: Pertama, PBB dapat mendorong negara-negara untuk mengakui pencapaian aksi iklim yang dilakukan pada tingkat kota dan itu perlu dihitung sebagai bagian dari National Determined Contribution (NDC) dari aksi iklim.

Kedua, PBB sejatinya mampu meminjamkan tangannya untuk mendorong terjadinya integrasi vertikal dan horizontal pada tingkat aksi dan kebijakan. Dalam rangka menuju COP 26, PBB dapat pula mendukung negara-negara untuk mengembangkan arsitektur dan struktur pendanaan yang komprehensif untuk menerjemahkan manfaat-manfaat yang diperoleh pemerintah nasional pada forum global untuk dieksekusi pada level lokal.

Sementara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan optimistis Indonesia akan bisa mencapai target net zero emission (netral karbon/bebas emisi karbon) pada 2060 dengan terus mendorong kebijakan yang ramah lingkungan.

Dalam forum diskusi Indonesia Green Summit 2021 dengan topik Green National Policy-Menuju Indonesia Net Zero Emission 2060, Luhut mengatakan Indonesia akan menyeimbangkan antara konservasi dan pemanfaatan yang berkelanjutan atas kekayaan alam dan lingkungan agar dapat berkontribusi pada upaya penanganan dampak perubahan iklim demi generasi masa depan Indonesia dan dunia.

"Saya sangat optimistis Indonesia dapat mencapai target bebas emisi karbon karena dua hal. Yang pertama, kemajuan teknologi yang terus akan berkembang. Yang kedua, dukungan finansial yang bagus karena ekonomi Indonesia akan jauh lebih baik dari sekarang," kata Luhut dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, 31 Juli 2021.

Ia juga mengatakan Indonesia perlu segera berhenti menggunakan batubara dan meningkatkan target energi terbarukan pada tahun 2030 untuk bisa mencapai target tersebut.

Mungkinkah harapan itu menjadi kenyataan? Merealisasikan peningkatan energi terbarukan pada 2030 dan  bebas emisi karbon pada 2060? Ya, mungkin saja. Mengapa tidak, bukan?? (Selesai)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun