Siang itu rumah Ki Demang tampak tenang, alunan gesekan batang dan daun bambu tertiup angin semilir terdengar ber-irama. Gemericik air dari pancuran kolam ikannya seakan ikut memberi nada. Kicau burung pun seperti tak mau kehilangan moment tersebut untuk andil menyanyikan indah lagunya. Hmmmm... Harmoni nyanyian alam yang nyaris sempurna.
Sungguh besar nikmat alam ini diciptakan oleh-Nya.
Terlihat Ki Demang Ambeyen tengah duduk di balai tepi kolamnya. Ditemani anak gadisnya yang terdiam dengan kepala berbantal kedua paha bapaknya, Sambil memperhatikan ikan-ikan koi yang tengah asyik berenang mengitari kolam dengan aneka warnanya yang menawan.
" Saya sudah berusaha semaksimal kemampuan saya pak... ", kata anak gadisnya lirih membelah keheningan siang itu.
" Segala daya upaya sudah coba saya lakukan..", lanjutnya...
" Semua ilmu dan kemampuan yang saya peroleh selama kuliah sudah saya terapkan..",
" Datang ke tempat kerjapun lebih pagi dari teman-teman sekantor lainnya..", Ujarnya..
" Wis toh nduk.. Ikhlaskan saja.. Lebih banyak bersabar dan tawakal ..!", kata Ki Demang memotong perkataan anaknya. Ada sedikit perubahan pada raut muka Ki Demang, Ki Demang yang biasanya  santai, ceria, dan energik tampak sedikit tegang. Dahinya menampakan kerutan yang cukup jelas.
" Tapi saya nggak rela Pak!!", sambut anaknya sedikit lantang.
" Saya sudah bekerja sejujur mungkin, se-loyal yang saya mampu...",
" Menghindari segala hal yang bisa merugikan perusahaan maupun diri saya sendiri.."
"Lha bagus itu!!", sahut Ki Demang..
" Lho???.. bagus gimana??.. lha wong saya yang akhirnya dikeluarkan koq??!.. bukan malah mereka yang jelas-jelas melakukan kesalahan!??", sanggah anaknya dengan emosi..
" Yo bagus toh nduk... berarti kamu cuma kalah di dunia tapi menang di Akhirat hehehe...", jawab Ki Demang dengan santai sambil terkekeh.
" Dengarkan petuah mbah buyutmu dulu ya nduk!?", kata Ki Demang mulai pasang aksi untuk memamerkan suaranya yang fals-fals basah itu, seperti biasa mengambil nada dasarnya dulu
" do..dooo..do...doooooooo" mencari nada dasar yang pass...
"Sasedyane tanpa dadya
Sacipta-cipta tan polih Kang reraton-raton rantas Mrih luhur asor pinanggih Bebendu gung nekani Kongas ing kanistanipun Wong agung nis gungira Sudireng wirang jrih lalis Ingkang cilik tan tolih ring cilikira"
( terjemahan )
" Suatu waktu seluruh kehendak tidak ada yang terwujud, apa yang dicita-citakan akan berantakan, apa yang dirancang menjadi gagal, yang ingin menang malah kalah, karena datangnya hukuman yang berat dari Tuhan. Yang tampak hanyalah perbuatan-perbuatan tercela, orang besar akan kehilangan kebesarannya, lebih baik nama tercemar daripada bertanggung jawab (mati), sedangkan yang kecil juga tidak mau tahu akan keterbatasannya ".
................................
" Ojo ngono toh Pak, saya ini lagi sedih... ibarat jatuh tertimpa tangga pula, koq bapak malah ngidung", gerutu anaknya...
" Mas Arya juga gak bersedia sehidup semati denganku!", matanya mulai berkaca-kaca.
" Masalahku banyak Pak...", ungkap anaknya sambil tertunduk.
" Owalah nduk...nduk.. melas tenan toh kowe iki..?!", jawab Ki Demang sambil tersenyum
" Lho Bapak koq malah senang anaknya susah???", tanya anaknya heran.
" Ya nggak senang toh nduk... siapa yang senang dapat masalah??",Ki Demang balik bertanya
" Ibarat orang makan ya nduk ... makanan orang hidup itu setelah nasi adalah masalah, atau dengan kata lain masalah adalah makanan kedua orang yang masih hidup setelah makan nasi..", kata Ki Demang kalem...
"Maksudnya???", tanya anak gadisnya bingung campur penasaran.
"Maksudnya.. namanya orang hidup itu ya selalu dekat dengan masalah, masalah itu akan datang sendiri tanpa harus kita cari, masalah itu akan hadir setiap saat tanpa kulo nuwun dulu, dan masalah itu tidak pandang bulu akan mendatangi siapa saja... gak peduli itu Bintara atau Tamtama, bahkan Jenderal sekalipun", jelas Ki Demang.
"Hahahaha... seperti lagunya Iwan Fals saja Pak-e... pak-e !", jawab anaknya tertawa.
" Nah itu betul itu... begitulah harusnya menghadapi masalah, dengan tersenyum lebar dan berjiwa besar", sahut Ki Demang senang melihat anaknya sudah mulai tersenyum.
" Hidup senang dan masalah itu sama-sama cobaan nduk... jika kamu makan enak terasa nikmat dan lezat, maka makanlah masalah itu dengan nikmat dan lezat pula, dengan demikian fikiran kita akan lebih jernih dalam memecahkan masalah itu, karena bagaimanapun beratnya juga yang namanya masalah itu harus dihadapi dan diambil hikmahnya", jelas Ki Demang.
"Iya Pak... terima kasih nasehatnya", jawab anaknya sambil tersipu dan bahagia memiliki Bapak seperti Ki Demang Ambeyen.
"Yo wis sana Sholat dulu, mohon ampun sekalian berdoa minta petunjuk Allah SWT", saran Ki Demang kepada anaknya. Dan berakhir sudah obrolan siang itu dengan damai...
"Assalammu'alaikum... Ki Demang... Ki Demang..!", tiba-tiba terdengar suara lantang dari kejauhan yang sudah tidak asing lagi di telinga Ki Demang Ambeyen.
"Waduh arek iki maneh!!", Geram Ki Demang dalam hati dengan perasaan sebal dan sedikit waspada....
....................................
Cerita ini hanya Fiktif belaka dan sangat dibuat-buat, bukan ditujukan untuk menasehati siapa saja selain diri saya sendiri. Bila ada persamaan nama pada tulisan ini mohon maaf sebesar-besarnya karena memang saya sengaja... hehehehe....
Kidung Sableng sampaikan WASPADA! ...
...............................................................................................................................................................................
Kamus :
" Ojo ngono toh Pak " = "Jangan begitu dong Pak"
Nduk = panggilan untuk anak perempuan
"Owalah nduk..nduk, melas tenan toh kowe iki!" =Â "Aduh nak..nak..kasihan sekali kamu ini!"
Kulo nuwun = permisi
"waduh arek iki maneh!" = "Aduh anak ini lagi"
Sumber : Pak Dhe Wikipedia .....> Gambar : Omm Google .....> Lagu  : Pak Lik Youtube.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI