Tanyakan kepada pihak kepolisian apa yang menjadi penghalang jalan utama dalam penyelidikan mereka. Kasus pembunuhan Tuti Suhartini dan putri bungsunya Amalia Mustika Ratu yang biasa dipanggil Amel ditemukan tewas mengenaskan.
Hari Rabu pagi, 18 Agustus 2021 jasad ibu dan anak itu diketahui pertama kali oleh suami korban yang bernama Yosef bertumpuk di dalam mobil Alphard di kediaman korban di Dusun Ciseuti, Desa Jalan Cagak, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang.
Hampir 69 orang saksi yang dinilai potensial dalam kasus itu, 15 di antaranya dari keluarga, 11 saksi yang saat itu melintas di TKP, 32 saksi untuk menentukan alibi, sedangkan 11 saksi lain tidak berhubungan dengan peristiwa tapi diambil keterangannya, telah diperiksa petugas gabungan dari Polres Subang, Polda Jawa Barat hingga Bareskrim Mabes Polri. Selain itu, polisi pun telah memeriksa tujuh saksi ahli dan melakukan analisis kamera CCTV di 40-50 titik sepanjang 50 km.
Bercak darah di kamar korban dan mobil tempat dua korban ditemukan, jejak kaki, serta sidik jari yang saat ini masih diidentifikasi. Polisi juga menemukan papan penggilasan dengan bercak darah yang disembunyikan di rak barang bekas, pisau, dan pakaian korban. Dari rekaman kamera CCTV juga ditemukan petunjuk bahwa pembunuhan itu ada hubungannya dengan mobil Avanza putih dan sebuah sepeda motor. Dari hasil penyelidikan juga diduga kuat pembunuh ibu dan anak ini memiliki akses keluar masuk rumah. Hal ini terlihat dari tidak ditemukan kerusakan di pintu rumah korban.
Penyidik Polda Jabar meminta keterangan Yosef, Yoris, Yanti, dan Danu, terkait pembunuhan Tuti dan Amalia di Mapolda Jabar, Kamis 25 November 2021. Yosef merupakan suami Tuti dan ayah Amalia. Sedangkan Yoris merupakan anak Tuti dan Yosef. Sementara Yanti merupakan istri Yoris dan Danu merupakan keponakan Tuti.
Tes kebohongan dilakukan. Belum ditemukan satu pun bukti. Tak ada sidik jari tertinggal. Pelaku bahkan sempat memandikan kedua jenazah. Tak ada satu pun jejak terlihat. Jejak sinyal telepon seluler juga tidak terlihat.
Bisa jadi, pelaku paham betul bagaimana menghindari jejak yang bakal mengarah pada dirinya. Kuat dugaan pelakunya tidak sendiri. Tidak ditemukan jejak-jejak perampokan. Tidak ada barang hilang kecuali 1 ponsel milik Amel. Ini juga jadi pertanyaan, kenapa hanya ponsel Amel yang hilang? Apakah karena Amel sempat memergoki aksi para pelaku dan merekamnya?
"Insya Allah, saya tidak bisa berandai-andai mengarah atau tidaknya. Tetapi, selama ini tetap akan kita upayakan mencari menemukan tersangka. Karena ini merupakan suatu kejahatan yang memang luar biasa yang kemungkinan terencana kita akan tetap mencoba fokus dalam rangkaian penyelidikan," ucap Erdi di Mapolresta Bandung, Kamis (30/9/2021).
Dukungan peralatan canggih dari tim forensik dan inafis juga pengalaman telisik dari para penyidik yang memiliki scientific crime investigation ternyata belum mampu menjadikan kasus yang membetot perhatian publik ini terang benderang. "Utang" pengungkapan kasus kriminal berat tidak saja untuk kasus pembunuhan ibu dan anak di Subang, Polri pun masih ditagih untuk kasus-kasus kriminal yang hingga sekarang masih meninggalkan tanda tanya.
Namun, hingga sekarang kasus ini masih diselimuti misteri. Belum ada penetapan tersangka hingga saat ini semakin menunjukkan polisi kesulitan mengurai kasus tersebut.
Menarik untuk dicermati, bukti petunjuk dan paling kuat itu antara lain adanya bercak darah di jaket Yosef. Bercak darah diduga kuat darah anak dan istrinya saat terjadinya peristiwa tersebut terjadi karena bagian kepala korban luka parah. Dan sangat tidak logis apabila 18 Agustus pagi setelah kejadian berdarah, Yosef datang ke TKP langsung membuka jaket dan meletakkan sembarangan jaketnya di TKP karena di TKP banyak darah.
Kemudian, Yosef mengklarifikasi soal bercak darah di bajunya seperti dilansir dari YouTube Program AIMAN Kompas TV yang diunggah pada 28 September 2021. Yosef mengaku saat malam pembunuhan sedang berada di rumah istri mudanya yang jarak tempuh sekitar 20 menit. Yosef juga mengungkapkan tidak tahu persis kenapa ada bercak darah yang menempel di bajunya.
Tampaknya tersangka adalah pembunuh yang cerdas. Salah satu metode yang digunakan pembunuh untuk menipu pihak penyidik kepolisian: mengaburkan DNA mereka. Pelaku sangat paham bahwa di TKP tentunya memiliki DNA korban dan pembunuhnya. Jika seorang pembunuh bisa menyembunyikan keduanya, itu skenario yang sempurna. Penjahat yang cerdas terkadang mengenakan sarung tangan dan penutup sepatu atau mengambil tindakan pencegahan lain untuk menghindari meninggalkan DNA di TKP. Yang lain mencoba membersihkan diri mereka sendiri.
Pelaku berusaha menyembunyikan identitas korbannya, sebuah proses yang semakin rumit. Dalam kasus pembunuhan ibu anak di Subang ini, kembali ke pertanyaan diatas, tidak ada barang hilang kecuali 1 ponsel milik Amel. Kenapa hanya ponsel Amel yang hilang? Apakah karena Amel sempat memergoki aksi para pelaku dan merekamnya?
Di sisi lain, yang juga tak kalah penting, apa yang disampaikan Kriminolog UI Adrianus Meliala, setidaknya ada dua poin keanehan dan kelemahan pada Polisi yang dibaca dalam kasus pembunuhan Subang. Menurutnya, kelemahan pertama di kasus pembunuhan Subang, datang dari hasil pemeriksaan dokter forensik yang dianggap kurang tepat. Sementara kedua, dari olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) oleh Polisi yang dinilai jorok. Sebab olah TKP justru tak disterilkan. Hal ini memang diakui Adrianus kerap terjadi di sejumlah satuan wilayah bukan perkotaan. Di mana wilayah yang jarang menerima kasus besar, membuat anggotanya kurang terlatih saat peristiwa berlangsung.
Setelah hampir lima bulan berlalu. Dari rangkaian penyelidikan yang telah dilakukan, polisi hingga akhir Desember 2021 baru menemukan sketsa terduga pelaku. Dari sketsa tersebut, terduga pelaku tersebut merupakan pria berambut pendek. Gambar sketsa yang ditunjukkan merupakan foto menyamping dari belakang. Selain itu, hidung pria itu pun nampak tidak terlalu mancung. Pria itu pun menggunakan kemeja bermotif kotak-kotak berwarna gelap. Sketsa wajah itu dibuat setelah pihak kepolisian memeriksa 69 saksi yang dinilai potensial dalam kasus itu.
Enam tahun lalu, tepatnya tanggal 26 Maret 2015, mahasiswa Universitas Indonesia (UI) bernama Akseyna Ahad Dori yang berusia 19 tahun ditemukan tewas di Danau Kenanga, Kampus UI Depok, Jawa Barat.
Awalnya sempat diduga bunuh diri, mahasiswa jurusan Biologi Fakultas MIPA UI tersebut kemudian ditetapkan oleh pihak kepolisian sebagai korban pembunuhan.
Hingga saat ini, misteri kematian Akseyna setidaknya hanya diketahui satu orang: sang pelaku itu sendiri. Termasuk jauh sebelumnya, pemerkosaan Sum Kuning di awal Orde Baru, pelakunya diduga anak pejabat, kasus pembunuhan Marsinah tahun 1993, kasus pembunuhan wartawan Udin tahun 1996, dan kasus hilangnya 13 Aktivis tahun 1998.
Salah satu kajian penting berjudul An Exploratory Analysis of Factors Affecting Homicide Investigations: Examining the Dynamics of Murder Clearance Rates Studi yang dilakukan tim FBI ni menggunakan data dari 55 departemen kepolisian kota besar untuk memeriksa praktik penegakan hukum di sejumlah bidang, termasuk prosedur investigasi, metode analisis, dan demografi populasi.
Para peneliti berharap ini akan membantu mereka membuat beberapa kesimpulan mengapa kasus pembunuhan menjadi lebih sulit untuk diungkap.
Temuan lain yang perlu diperhatikan adalah, tidak mengherankan, liputan media bisa menjadi pedang bermata dua. Ini dapat memusatkan perhatian pada kasus tertentu tetapi juga membanjiri kepolisian setempat dengan begitu banyak panggilan telepon mengenai dugaan petunjuk sehingga petunjuk yang sah terbukti lebih sulit ditemukan dan dikejar.
Semua kasus pembunuhan dengan tersangka yang luar biasa cerdas memiliki satu kesamaan -- penyelidik berpengalaman. Tidak peduli seberapa rumit atau tampak jelas suatu kasus, penyelidik yang baik akan selalu melakukan penyelidikan dengan cara yang sama. Dan seperti yang ditunjukkan, metode yang dicoba dan diuji ini adalah cara terbaik untuk menangkap seorang pembunuh.
Catatan terperinci tentang penyelidikan pembunuhan lebih dari sekadar bantuan memori. Ia adalah tempat di mana penyelidik mencatat setiap langkah penyelidikan, termasuk pernyataan saksi, laporan forensik dan foto TKP.
Timeline adalah bagian penting dari setiap investigasi pembunuhan -- membuka sekaligus menutup jalan investigasi dan membuktikan atau mematahkan alibi tersangka.
Mempelajari segala sesuatu yang perlu diketahui tentang hari-hari dan minggu-minggu terakhir korban memungkinkan penyelidik untuk mengenal korban, kebiasaan, teman, dan hobi mereka dan dapat menjadi pembeda antara kasus yang diselesaikan dan kasus yang sedang ditangani.
Berpikiran terbuka tentang penyebab dan kemungkinan pelaku kejahatan sangat penting untuk keberhasilan penyidik. Jika kasus pembunuhan dengan tersangka yang luar biasa cerdas ini mengajari kita sesuatu, pembunuhan jarang terjadi secara langsung, dan mengikuti setiap petunjuk. Entah itu pernyataan saksi, penyelidik tidak pernah tahu ke mana petunjuk akan membawa mereka.
Segala sesuatu di TKP mulai dari tubuh korban hingga posisi perabotan dapat dianggap sebagai barang bukti. Pemrosesan tempat kejadian secara sistematis dapat secara dramatis meningkatkan peluang untuk memecahkan kejahatan -- tidak hanya pengumpulan bukti forensik dan sidik jari, tetapi menentukan apa yang termasuk atau tidak di tempat kejadian bisa sama bergunanya dengan DNA atau alat yang digunakan pembunuh.
Komitmen "potong kepala dan ekornya untuk ikan yang busuk" harus menjadi pedoman untuk polisi yang paham presisi: prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan. Oleh karena, tidak ada kejahatan yang sempurna karena setiap kasus kejahatan selalu meninggalkan jejak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H