Hanya satu buku menjadi petunjuk penelusuran tentang keberadaan mereka di nusantara. Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1762 - 1962. Judul Asli: Vrijmetselarij en samenleving in Nederlands -- Indie en Indonesie 1764-1962, karya Th. Stevens.
Tarekat Mason Bebas memiliki sejarah yang penting di Hindia Belanda dan Indonesia karena peran dan anggotanya yang adalah para pejabat pemerintah dan para profesional (hal. 73). Pada tahun 1815, Thomas Stanford Raffles dilantik menjadi anggota Tarekat Mason Bebas di Hindia Timur (nama yang dipakai di era Inggris) sebagai seorang ahli (gezzel) dan kemudian ditingkatkan menjadi suhu (meester) (hal. 82). Anggota lainnya adalah Gubernur Jenderal Deandeles (hal. 101), H. M. de Kock (hal. 104), J. van den Bosch (hal. 107), Van Mook (hal 338) dan sebagainya. Keanggotaan Tarekat Mason Bebas bukan hanya di pusat (Batavia) tetapi pejabat daerah, seperti Semarang, Surakarta dan Surabaya serta Makassar juga banyak yang menjadi anggota tarekat ini. Bukan saja para penguasa Eropa, tetapi Tarekat Mason Bebas juga diikuti oleh para pribumi seperti Paku Alam V (hal. 150) dan Paku Alam VI dan VII ( hal. 302), Aryo Notodirojo dan Mas Boedihardjo (pengurus Boedi Oetomo), Raden Adipati Tirto Koesoemo (Bupati Karanganyar), Dr. Radjiman Wediodiningrat (BPUPKI), Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo (Kepala Polisi) (hal. 167 - 172). Raden Saleh adalah anggota tarekat yang menjadi pengurus dalam loge (hal. 290). Keanggotaan juga meliputi para bupati di daerah setelah tahun 1890.
Diketahui, saat masa pemerintahan Letnan Gubernur Jenderal Sir Thomas Stamford Raffles, status administratif Cirebon menjadi Karesidenan yang wilayahnya meliputi lima kabupaten yaitu : Cirebon, Kuningan, Maja, Bengawan Wetan, dan Galuh. Untuk kepentingan perhitungan pajak Resident John Crawfurd telah mendata Sub Division of Cheribon atau desa-desa di Cirebon, pada saat itu di wilayah Kabupaten Cirebon terdapat 152 desa. Salah satunya tercatat dalam urutan No. 23 Gegusjik (Desa Gegesik, Kab. Cirebon).
Tesis Hazmirullah berjudul Surat-surat Thomas Stamford Raffles dan Sultan Sepuh VII Cirebon: Edisi Teks, Makna Posisi Cap, dan Gambaran Sosial Politik Tahun 1810-1812, yang dipublikasikan Repository Universitas Padjadjaran, membuktikan kesinambungan kisah historis sejak Inggris merencanakan invasi ke tanah Jawa, mengusir kekuatan Prancis-Belanda, memensiunkan para sultan di Cirebon, hingga memberlakukan reformasi agraria.
Fakta lain, keberadaan Surat Dipati Natadireja Kepada Herman Willem Daendels yang menginformasikan peristiwa pemberontakan di Cirebon pada tahun 1808 yang dipimpin oleh 3 tokoh utama yang disebut Kapala Titiga, yaitu Kulur, Rangin (Bagus Rangin), dan Draham. Surat Dipati Natadireja Kepada Herman Willem Daendels merupakan naskah koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia yang pernah diterjamahkan oleh Titin Nurhayati Mamun dan dipresentasikan dengan judul "Surat Dipati Natadireja kepada Daendels," dalam Simposium Internasional ke-16 Pernaskahan Nusantara dan Musyawarah nasional ke-6 Manassa, Jakarta, 26-29 September 2016.
Sungguh seksi membaca kisah Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1762 - 1962. Judul Asli: Vrijmetselarij en samenleving in Nederlands -- Indie en Indonesie 1764-1962, karya Th. Stevens. Jika melihat karyanya dalam sejarah Indonesia, tidak semestinya organisasi ini tidak disinggung dalam sejarah. Namun entah apa yang menyebabkan perannya seakan hilang dalam sejarah Indonesia. Bahkan gosipnya, buku ini yang dicetak sebanyak 5000 eksemplar oleh Penerbit Sinar Harapan telah diborong oleh seseorang sehingga tidak sempat beredar ke publik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H