"Diam!" Binar Sanumerta dengan belati dalam bola matanya.
Pengunci ilmu membuka hidungnya. "Kau melihatku tidak menutup hidung.Kau mengerti bahwa setiap yang mengendusmu selalu menyangka ada sebatang bangkai yang berjalan. Udara yang keluar dari parumu begitu menjijikkan orang di sekitarmu. Setiap kata yang kau ucapkan adalah hukuman mati bagi keluargamu."
Tanah menggetar kuat. Dinding rumah terguncang hebat. Lubang panjang menganga.
"Kau tebar ancaman dan menakutiku," Sanumerta mendesis.
Mengacu telunjuk sang guru ke arah Sanumerta
"Kau adalah malaikat." Ia mendesis.
"Aku adalah iblis peziarah."
"Kubur telah tergali. Kau dapat memilih."
"Jahanam!" Sanumerta menggeram.
Pengunci ilmu tak peduli. "Pilih, Sanumerta!"
Buram wajah Sanunerta. Dada yang terhimpit beban perih masa lalu, harapan yang menguap dan selalu diliput persimpangan yang mengaburkan nyaris meledak.