Mohon tunggu...
Khusnul Faidatul Lutfiyah
Khusnul Faidatul Lutfiyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi

Topik : Healthy | Kuliner | Seni

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Depresi Hingga Ingin Bunuh Diri? Ini Solusinya!

24 November 2024   21:50 Diperbarui: 24 November 2024   22:00 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Depresi pada Remaja (Sumber: Freepik) 

Kesehatan mental merujuk pada kesehatan seluruh aspek perkembangan seseorang, baik fisik maupun psikis. Dari sudut pandang masyarakat umum, orang sakit jiwa disamakan dengan orang gila. Faktanya, istilah gangguan mental atau gangguan jiwa dari sudut pandang psikologis memiliki batasan yang luas. Selain itu, menurut studi psikologi klinis, orang yang dalam keadaan sehat atau memiliki pola pikir yang baik seringkali mengalami ketidakwarasan. Saat ini, banyak permasalahan terkait kesehatan mental yang harus segera diatasi, salah satunya depresi. 

Depresi merupakan gangguan kesehatan mental yang dapat memengaruhi siapa saja, termasuk remaja. Masa remaja seringkali dianggap sebagai fase yang penuh kegembiraan, namun tekanan dari lingkungan, perubahan hormonal, dan tantangan sosial dapat meningkatkan risiko depresi pada usia ini.

Data kejadian depresi di Indonesia pada tahun 2023 sebanyak 9.162.886 kasus dengan prevalensi 3,7%. Jumlah ini diperkirakan akan bertambah lebih dari 3 juta orang setiap tahunnya sehingga totalnya saat ini menjadi 207.816.661 jiwa. Jumlah orang yang menderita depresi kemungkinan akan terus meningkat. Hasilnya, Indonesia mencatat 3,4 kasus bunuh diri per 100.000 penduduk. Ditemukan bahwa gejala kecemasan dan depresi yang dialami pelaku menjadi pemicu bunuh diri pada sekitar 16 juta orang yang berusia di atas 15 tahun (Ilmi and Harahap, 2024).

Pada remaja, gejalanya mungkin sulit dikenali karena seringkali dianggap sebagai bagian dari perubahan emosi normal. Gejala umum depresi pada remaja meliputi perubahan suasana hati, kehilangan minat, kesulitan berkonsentrasi, masalah tidur, perubahan nafsu makan, rasa tidak berharga, dan pikiran tentang kematian. Depresi pada remaja seringkali disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor, seperti tekanan sosial, perubahan hormonal, masalah keluarga, dan faktor genetik. Jika tidak ditangani, depresi dapat menyebabkan berbagai konsekuensi serius, seperti penurunan prestasi akademik, gangguan hubungan sosial, hingga risiko perilaku berbahaya seperti penyalahgunaan obat atau percobaan bunuh diri.

Temuan terkait individu yang tinggal di perkotaan mempunyai probabilitas mengalami gejala depresi lebih tinggi, juga sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Romans, Cohen and Forte, (2011) dengan temuan bahwa individu yang tinggal di perkotaan dan pinggiran kota memiliki perasaan yang lebih lemah untuk menjadi bagian dari sebuah komunitas mereka. Hal ini terjadi karena mereka cenderung individualis sehingga individu yang tinggal di perkotaan memiliki dukungan sosial yang lebih rendah daripada individu yang tinggal di pedesaan dengan perasaan yang kuat terhadap komunitas mereka. Untuk mengatasi depresi pada remaja bisa dilakukan dengan beberapa hal berikut ini:

1. Dukungan dari Keluarga

Dukungan keluarga adalah fondasi utama dalam membantu remaja mengatasi depresi. Komunikasi yang terbuka memungkinkan remaja merasa didengar tanpa takut dihakimi. Orang tua atau anggota keluarga dapat mendengarkan keluh kesah mereka, memberikan rasa aman, dan menunjukkan empati. Membuat remaja merasa dicintai dan diterima, bahkan saat mereka merasa rapuh, sangat penting untuk membantu pemulihan emosional mereka.

2. Konsultasi Profesional

Psikolog atau psikiater adalah tenaga ahli yang terlatih untuk menangani depresi. Mereka dapat memberikan evaluasi menyeluruh terhadap kondisi mental remaja dan menentukan langkah-langkah perawatan yang tepat. Dalam beberapa kasus, terapi berbicara, konseling keluarga, atau bahkan pengobatan medis mungkin diperlukan. Mengunjungi profesional memberikan pendekatan berbasis ilmu yang efektif dan aman dalam menangani depresi.

3. Terapi Kognitif-Perilaku (CBT)

CBT adalah bentuk terapi yang dirancang untuk membantu remaja mengenali dan mengubah pola pikir negatif yang berkontribusi pada depresi. Terapis akan membantu remaja belajar bagaimana menghadapi stres, meningkatkan rasa percaya diri, dan mengembangkan strategi positif untuk menghadapi masalah. CBT terbukti efektif dalam membantu remaja memandang kehidupan secara lebih optimis dan produktif.

4. Aktivitas Positif

Mengalihkan fokus pada kegiatan yang bermanfaat dan menyenangkan dapat membantu remaja mengatasi rasa sedih. Olahraga, misalnya, dapat merangsang pelepasan endorfin, hormon yang membantu meningkatkan suasana hati. Aktivitas seni seperti melukis, bermain musik, atau menulis jurnal juga memberikan saluran untuk mengekspresikan emosi mereka. Kegiatan ini tidak hanya membantu mengurangi stres, tetapi juga membangun rasa pencapaian dan kebahagiaan.

5. Pola Hidup Sehat

Gaya hidup yang seimbang sangat penting dalam mendukung kesehatan mental remaja. Tidur yang cukup membantu otak dan tubuh pulih dari kelelahan, sementara makanan bergizi memberikan energi yang dibutuhkan untuk aktivitas sehari-hari. Menjaga rutinitas, seperti bangun dan tidur pada waktu yang sama setiap hari, juga membantu mengurangi rasa kacau yang sering menyertai depresi. Pola hidup sehat menciptakan dasar yang kuat untuk proses pemulihan.

Dengan banyaknya kasus yang beredar karena masalah kesehatan mental, sebagai mahasiswa kesehatan masyarakat, saya memiliki peran penting dalam mengatasi masalah kesehatan mental melalui upaya promotif dan preventif. Edukasi menjadi langkah utama dengan menyelenggarakan kampanye, seminar, atau pembuatan materi informatif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan mental. Upaya preventif dilakukan melalui promosi gaya hidup sehat, deteksi dini masalah mental, dan peningkatan dukungan sosial di lingkungan sekitar. Selain itu, kolaborasi dengan tenaga kesehatan profesional dapat membantu memastikan akses bantuan bagi individu yang membutuhkan. Dengan langkah-langkah ini, saya berharap dapat berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang lebih peduli dan sehat secara mental. 

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Y., Relaksana, R. and Siregar, A.Y.M. (2021) 'Analisis Faktor Socioeconomic Status (Ses) Terhadap Kesehatan Mental: Gejala Depresi Di Indonesia', Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia, 5(2). Available at: https://doi.org/10.7454/eki.v5i2.4125.

Firmansyah, Y. and Widjaja, G. (2022) 'Masalah-masalah dalam kesehatan jiwa', Cross-border, 5(1), pp. 474--502.

Ilmi, N. and Harahap, P.S. (2024) 'MENTAL HEALTH , Seberapa Penting Mental Health Bagi Remaja?', Pendidikan Tambusai, 8(1), pp. 577--582.

Isni, K. and Laila, F.N. (2022) 'Pemberdayaan Remaja Guna Meningkatkan Minat Literasi Kesehatan Mental di Era Digital', PengabdianMu: Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat, 7(6), pp. 759--766. Available at: https://doi.org/10.33084/pengabdianmu.v7i6.2395.

Khoirunissa, D.H. and Sukartini, N.M. (2020) 'Kesehatan Mental Sumber Daya Manusia Indonesia', Jurnal Sains Sosio Humaniora, 4(1), pp. 241--258. Available at: https://doi.org/10.22437/jssh.v4i1.9919.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun