Kesehatan mental merujuk pada kesehatan seluruh aspek perkembangan seseorang, baik fisik maupun psikis. Dari sudut pandang masyarakat umum, orang sakit jiwa disamakan dengan orang gila. Faktanya, istilah gangguan mental atau gangguan jiwa dari sudut pandang psikologis memiliki batasan yang luas. Selain itu, menurut studi psikologi klinis, orang yang dalam keadaan sehat atau memiliki pola pikir yang baik seringkali mengalami ketidakwarasan. Saat ini, banyak permasalahan terkait kesehatan mental yang harus segera diatasi, salah satunya depresi.Â
Depresi merupakan gangguan kesehatan mental yang dapat memengaruhi siapa saja, termasuk remaja. Masa remaja seringkali dianggap sebagai fase yang penuh kegembiraan, namun tekanan dari lingkungan, perubahan hormonal, dan tantangan sosial dapat meningkatkan risiko depresi pada usia ini.
Data kejadian depresi di Indonesia pada tahun 2023 sebanyak 9.162.886 kasus dengan prevalensi 3,7%. Jumlah ini diperkirakan akan bertambah lebih dari 3 juta orang setiap tahunnya sehingga totalnya saat ini menjadi 207.816.661 jiwa. Jumlah orang yang menderita depresi kemungkinan akan terus meningkat. Hasilnya, Indonesia mencatat 3,4 kasus bunuh diri per 100.000 penduduk. Ditemukan bahwa gejala kecemasan dan depresi yang dialami pelaku menjadi pemicu bunuh diri pada sekitar 16 juta orang yang berusia di atas 15 tahun (Ilmi and Harahap, 2024).
Pada remaja, gejalanya mungkin sulit dikenali karena seringkali dianggap sebagai bagian dari perubahan emosi normal. Gejala umum depresi pada remaja meliputi perubahan suasana hati, kehilangan minat, kesulitan berkonsentrasi, masalah tidur, perubahan nafsu makan, rasa tidak berharga, dan pikiran tentang kematian. Depresi pada remaja seringkali disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor, seperti tekanan sosial, perubahan hormonal, masalah keluarga, dan faktor genetik. Jika tidak ditangani, depresi dapat menyebabkan berbagai konsekuensi serius, seperti penurunan prestasi akademik, gangguan hubungan sosial, hingga risiko perilaku berbahaya seperti penyalahgunaan obat atau percobaan bunuh diri.
Temuan terkait individu yang tinggal di perkotaan mempunyai probabilitas mengalami gejala depresi lebih tinggi, juga sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Romans, Cohen and Forte, (2011) dengan temuan bahwa individu yang tinggal di perkotaan dan pinggiran kota memiliki perasaan yang lebih lemah untuk menjadi bagian dari sebuah komunitas mereka. Hal ini terjadi karena mereka cenderung individualis sehingga individu yang tinggal di perkotaan memiliki dukungan sosial yang lebih rendah daripada individu yang tinggal di pedesaan dengan perasaan yang kuat terhadap komunitas mereka. Untuk mengatasi depresi pada remaja bisa dilakukan dengan beberapa hal berikut ini:
1. Dukungan dari Keluarga
Dukungan keluarga adalah fondasi utama dalam membantu remaja mengatasi depresi. Komunikasi yang terbuka memungkinkan remaja merasa didengar tanpa takut dihakimi. Orang tua atau anggota keluarga dapat mendengarkan keluh kesah mereka, memberikan rasa aman, dan menunjukkan empati. Membuat remaja merasa dicintai dan diterima, bahkan saat mereka merasa rapuh, sangat penting untuk membantu pemulihan emosional mereka.
2. Konsultasi Profesional
Psikolog atau psikiater adalah tenaga ahli yang terlatih untuk menangani depresi. Mereka dapat memberikan evaluasi menyeluruh terhadap kondisi mental remaja dan menentukan langkah-langkah perawatan yang tepat. Dalam beberapa kasus, terapi berbicara, konseling keluarga, atau bahkan pengobatan medis mungkin diperlukan. Mengunjungi profesional memberikan pendekatan berbasis ilmu yang efektif dan aman dalam menangani depresi.
3. Terapi Kognitif-Perilaku (CBT)