Mohon tunggu...
Khusnul Kholifah
Khusnul Kholifah Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu dan Pendidik

Pencinta literasi sains, parenting, dan kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Peran Orangtua Suportif terhadap Eksplorasi Identitas Diri bagi Remaja

26 Mei 2024   01:11 Diperbarui: 26 Mei 2024   12:07 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak unjuk bakat depan orangtua. (Dok RichLegg via grid.id)

"Aku tidak punya bakat, bingung nanti mau jadi apa. Tidak seperti si C, dia punya piala lomba seabrek. Prestasinya banyak sekali, belum lagi kalau di kelas, kepandaiannya mendominasi teman-temannya."

Demikianlah secuil pernyataan salah seorang anak sekolah yang usianya beranjak remaja. Perasaan bingung yang menderanya menimbulkan beragam asumsi. 

Kemungkinan karena dari dirinya sendiri yang tidak berinisiatif mengasah kemampuannya atau bisa juga karena kurangnya daya dukung keluarga terhadap prestasi belajarnya.

Lain halnya dengan si C yang kemungkinan memiliki minat tinggi untuk berprestasi. Ia mampu mengeksplorasi diri sehingga dengan mudah dapat meraih prestasi. Kemungkinan lain, si C memiliki keluarga yang bisa menjadi support system yang baik untuk mengasah bakat dan kemampuannya.

Gambaran situasi dan kondisi di atas merupakan salah satu contoh yang seringkali penulis jumpai pada murid sekolah menengah atas (SMA). Tidak jarang dari mereka sudah pesimis duluan perihal minat dan bakatnya sebagai penunjang masa depan.

Terdapat beberapa hal yang melatarbelakanginya. Pertama, ketiadaan dukungan dari orang-orang terdekat misalnya orang tua. Padahal, anak di usia remaja sangat membutuhkan dukungan berupa persetujuan, bimbingan, dan arahan agar tidak salah jalan.

Kedua, ketidaktahuan, keterbatasan pemahaman, atau minim literasi baik anak maupun orang tua. Sedangkan seharusnya, sudah sepatutnya orang tua memberikan edukasi yang dapat meningkatkan kemampuan anak seperti motivasi belajar, menciptakan ide, pengambilan keputusan, dan menyelesaian masalah.

Ketiga, faktor finansial. Kondisi keuangan orang tua yang berbeda-beda juga dapat memengaruhi sikap orang tua terhadap ketertarikan anaknya pada sesuatu. Kondisi ini bisa menjadi salah satu daya dukung orang tua untuk mengasah kemampuan anak.

Contoh lain yang masih ada di sekitar kita yakni orang tua yang memiliki kecenderungan menaruh standar tinggi pada anaknya. Berharap anaknya berprestasi pada bidang tertentu namun yang didapati anak merasa terpaksa. Anak tetap menjalankannya walau terkadang tidak sesuai dengan kata hati.

Ketika anak berada pada kondisi kegagalan atau berbuat kesalahan, ia merasa sangat bersalah dan takut pada orangtuanya. Alhasil, hal demikian memengaruhi kondisi kesehatan mentalnya.

Karena totalitas harapan yang tinggi dari orang tua atau keluarga menjadi salah satu faktor masalah kesehatan mental pada remaja. Sehingga hal demikian menyebabkan hilangnya minat pada aktivitas yang biasanya ia sukai.

Seharusnya orang tua atau pengasuh berperan untuk membangun kesehatan mental dan emosional anak yang baik. Sehingga anak memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan yang baik dan bertanggung jawab atas tindakan mereka.

Oleh sebab itu, dalam pencarian jati dirinya, remaja membutuhkan sosok orang tua suportif yang mendukung dan menyemangati segala aktivitas positifnya.

Eksplorasi Identitas Diri pada Remaja

Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), remaja merupakan kelompok usia 10 tahun sampai sebelum berusia 18 tahun. Pada rentang usia tersebut, remaja mengalami perubahan fisik, psikologis, dan sosial secara signifikan.

Ilustrasi seorang anak menunjukkan bakat bermain musik di depan orangtuanya | Sumber : freepik via voi.id.
Ilustrasi seorang anak menunjukkan bakat bermain musik di depan orangtuanya | Sumber : freepik via voi.id.

Masa remaja merupakan masa dimana seorang manusia sedang berada dalam pencarian jati dirinya. Remaja yang mengetahui identitas diri secara tepat akan menemukan jati diri melalui eksplorasi berbagai aktivitas. Dengan demikian, ia akan semakin mengenali dirinya sendiri, dapat melihat masa depan dan memaknai kehidupan secara optimal.

Eksplorasi identitas diri merupakan proses penjelajahan atau pencarian jati diri dalam rangka pemenuhan kebutuhan pada tingkat kesadaran diri meliputi perubahan sikap dan perilaku sehat. Proses ini memiliki peran penting dalam membantu remaja mencapai kehidupan yang bermakna.

Kehidupan bermakna seperti apa yang remaja idamkan?

Yakni meningkatkan kecerdasan pribadi sesuai kemampuan dan kemauan dari lubuk hati.

Eksplorasi identitas diri bagi remaja penuh dengan tantangan. Maka, disinilah orang tua berperan untuk menciptakan iklim keluarga yang sehat, berfokus pada interaksi sosio-emosional antar anggota keluarga. Mengajarkan cara menangani sesuatu sehingga terbentuk karakter remaja yang realistis dan stabil.

Orang tua wajib mewaspadai apabila anak mengalami penurunan prestasi akademik, berkurangnya minat terhadap sekolah, interaksi dengan guru dan teman. Remaja sebagai pelajar sedang ada di fase rasa kecewa akibat kegagalan atau ketidakberhasilan dalam mencapai cita-cita (impian atau prestasi) yang berujung frustrasi.

Saat anak berada di titik terendah sekalipun, orang tua diharapkan bisa hadir menjadi pelipur lara sang anak agar bisa bangkit kembali. Berikan empati ketika anak mengalami krisis emosional serta berikan dukungan secara tepat.

Ilustrasi seorang ibu berempati terhadap anaknya yang sedang bersedih | Sumber : iStockphoto via aceh.voi.id.
Ilustrasi seorang ibu berempati terhadap anaknya yang sedang bersedih | Sumber : iStockphoto via aceh.voi.id.

Bentuk Dukungan Orang Tua

Adapun bentuk dukungan orang tua terhadap anak yang sedang eksplorasi identitas dirinya, antara lain:

1. Menciptakan komunikasi yang baik.

Ada kalanya orang tua kurang setuju dengan pilihan anak. Oleh sebab itu, melalui komunikasi baik misalnya berupa diskusi dan terbuka pada setiap pendapat dapat menjembatani untuk memperoleh keputusan final yang terbaik.

Berbicara dari hati ke hati, menjabarkan segala hal, sehingga diperoleh titik temu bentuk support seperti apa yang anak inginkan dan orang tua harapkan.

Jika tidak dikomunikasikan, bagaimana orang tua tahu apa yang ada dalam pikiran anak.

Maka, selalu siapkan ruang untuk mendengar baik orang tua maupun anak. Jika sudah terbiasa saling menghargai, maka orang tua dan anak akan selalu berusaha untuk saling membahagiakan.

Dengan demikian, anak mampu mengungkapkan gagasan (isi hati) kepada orang tua. Karena tak jarang selama ini masih banyak didapati hubungan yang tidak harmonis antara orang tua dan anak lantaran ketiadaan komunikasi baik yang intens dan kontekstual.

2. Menyediakan fasilitas penunjang minat dan bakat anak.

Orang tua berusaha untuk mendukung dengan sepenuh hati misalnya pada ketertarikan anak di bidang kesenian, sains, olah raga, tata boga, fashion, dan sebagainya. Sebagai sarana penunjang, orang tua dapat menyediakan fasilitas untuk menyalurkan hobi atau ketertarikannya dengan bebas.

Misalnya, orang tua membimbing anak menemukan minatnya sejak kecil dengan mencoba berbagai hal seperti bermain bulu tangkis, berenang, bermain catur, berkebun, dan sebagainya. Fasilitasi yang ia minati agar ia semakin berkembang secara mandiri. 

Apabila berbenturan dengan kondisi finansial orang tua, maka bisa ditempuh dengan cara sederhana. Misalnya, orang tua yang memiliki keterampilan berenang bisa melatih anak belajar renang tanpa mengikuti les yang mengeluarkan biaya.

3. Memberi kesempatan anak menentukan pilihannya sendiri.

Sebagai contoh, sejak kecil anak dibiasakan untuk memilih pakaiannya sendiri. Semakin bertambah usianya, bebaskan anak memilih hobi yang paling ia sukai. Tugas orang tua mendukung apapun yang anak lakukan selama itu positif.

Hal ini bertujuan agar anak bisa mengembangkan keterampilan dalam pengambilan keputusan dan rasa percaya diri yang terus meningkat. Sehingga pada usia remaja menjelang dewasa, anak juga bisa menentukan gambaran masa depan misalnya jenis pekerjaan seperti apa yang tepat baginya.

4. Hadir memberi support setiap kali anak mengikuti ajang lomba.

Kehadiran orang tua menjadi mood booster bagi anak. Pada event tertentu, ada kalanya orang tua bisa dengan leluasa hadir untuk memberikan dukungan pada anak. 

Dalam proses eksplorasi identitas dirinya, ia merasa diakui keberadaannya serta dihargai oleh orang tuanya. Sehingga ia akan semakin semangat mengasah potensinya tersebut.

5. Memberikan apresiasi atas usaha, prestasi, atau hal-hal positif yang anak lakukan.

Pencapaian sekecil apapun patut diberi apresiasi oleh orang tua sebagai bentuk menghargai usaha yang dilakukan oleh anak.

Dengan demikian, hal itu dapat membuatnya merasa didukung dalam melakukan apapun.

6. Memberi saran dan nasihat yang membangun.

Inilah salah satu peran penting orang tua suportif yakni menyadarkan anak akan pilihannya agar tidak berakibat buruk di masa depan.

Menasihatinya dengan tegas kalau salah tetapi juga memberinya kesempatan untuk memperbaiki diri agar ia bisa survive dan belajar dari kesalahan. Dengan demikian anak tidak stres dan tetap mau belajar.

Ilustrasi seorang ayah sedang menasihati anaknya | Sumber : freepik via voi.id.
Ilustrasi seorang ayah sedang menasihati anaknya | Sumber : freepik via voi.id.

7. Mendoakan agar diberi kemudahan dan kelancaran.

Dukungan spiritual orang tua terhadap anak sangat dibutuhkan dalam setiap langkahnya memperluas pemahaman tentang dunia sekitar (luar). Dukungan ini juga memiliki "kekuatan" untuk membentuk sugesti positif dan semangat anak.

Selain tindakan nyata mendampingi anak eksplorasi identitas diri yang penuh lika-liku, orang tua juga memberikan dukungan berupa doa yang tulus. Agar dalam proses pencarian jati dirinya dimudahkan dan dilancarkan.

*****

Peran orang tua suportif terhadap eksplorasi identitas diri bagi remaja dapat melalui pendekatan-pendekatan seperti memperlakukan anak dengan penuh kasih sayang, penuh dukungan, menggunakan komunikasi dua arah dan saling menjadi pendengar yang baik. 

Selain itu, kehadiran orang tua menjadi pendukung "nomor wahid" dalam memberi motivasi belajar, menjamin keamanan anak dari bahaya, serta memberikan kesempatan anak membuat keputusan terhadap pilihannya dengan batasan yang telah diberikan.

Keterlibatan orang tua yang positif dapat meningkatkan prestasi dan menekan kemungkinan perilaku buruk pada anak remaja. Untuk itu orang tua juga perlu meningkatkan kesadaran literasi sebagai pedoman pengasuhannya.

Dukungan keluarga seperti orang tua atau pengasuh sangat diperlukan sehingga remaja dapat menemukan identitas dirinya untuk menunjang kemampuan, minat, dan bakatnya. Membantu remaja menggapai tujuan hidupnya meliputi mengembangkan potensi serta membangun fondasi yang kuat untuk masa depan.

Eksplorasi identitas diri bagi remaja dapat menjadikannya memahami dirinya sendiri dengan lebih baik serta mengarahkan pada jalan yang sesuai dengan keinginan dan potensi.

Dengan demikian, anak akan lebih berhati-hati dalam bertindak, menekan segala risiko buruk atau kesalahan. Sehingga anak menjadi sosok yang penuh percaya diri menatap masa depan tanpa merasa tertekan.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun