Mohon tunggu...
Khusnul Kholifah
Khusnul Kholifah Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu dan Pendidik

Pencinta literasi sains, parenting, dan kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Puasa Ramadan dan 5 Kebiasaan Mubazir yang Harus Ditinggalkan

20 Maret 2024   23:38 Diperbarui: 20 Maret 2024   23:40 921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak terasa puasa Ramadan sudah memasuki pekan kedua. Bagaimana evaluasi amalan dan kegiatan yang sudah dilakukan satu pekan yang lalu?
Efektifkah? Amankah? Lancarkah? Boroskah? Fluktuatifkah?

Evaluasi tersebut meliputi amal ibadah, pemanfaatan waktu, hingga pengelolaan keuangan selama bulan Ramadan. Jangan sampai di bulan yang penuh berkah ini menjadi "ladang pemborosan" baik dari segi material maupun non material.

Terkadang kita tidak sadar sudah melakukan pemborosan harta di tempat yang tidak semestinya. Apalagi di bulan Ramadan ini seseorang rentan terhadap pemborosan berupa uang, makanan, minuman, dan penggunaan kebutuhan lain secara berlebihan.

Dalam agama Islam perilaku boros atau berlebihan disebut mubazir. Atau lebih lanjut definisi mubazir merupakan suatu sikap berlebihan dan pemborosan yang pada akhirnya menjadikan sesuatu yang sia-sia dan tidak berguna.

Adapun mubazir bukan hanya terkait penggunaan barang atau hal lain yang berlebihan, melainkan dalam berbahasa serta penggunaan waktu pun seringkali bersifat mubazir.

Mubazir Hampir Saja Menghampiri

Beberapa hari yang lalu, saya membeli daging sapi yang kemudian diolah menjadi dua menu yaitu sop daging dan semur daging di hari yang berbeda. Adapun saya membeli daging tersebut di pasar tetapi bukan di tempat pedagang langganan.

Hidangan sop tersaji akan tetapi kenampakannya tidak seperti masakan sop sebelum-sebelumnya. Padahal cara pengolahannya sama persis. Kenampakan sop tersebut cenderung keruh berlemak dan kenikmatan dagingnya pun tidak seperti biasanya.

Hal tersebut didukung oleh kurang antusiasnya si kecil saat makan sop yang biasanya habis tidak bersisa. Pada akhirnya saya yang memakan dan menghabiskannya karena dirasa sop masih layak dikonsumsi.

Tidak sampai di situ saja, pada hidangan menu kedua, ketika memasak semur daging, terjadi pula hal yang sama. Si kecil dan ayahnya merasakan ada yang kurang dari hidangan semur tersebut baik dari segi rasa, aroma, dan tekstur daging. Pada saat itu juga saya sempat ingin menyerah untuk membuang saja masakan tersebut.

Namun, setelah diperhatikan dan diamati semur masih fresh dan baik kondisinya. Pada akhirnya saya memutuskan untuk mencuci bersih daging yang dimasak semur tersebut kemudian memotongnya tipis-tipis. Kemudian, saya mencampurkan daging tersebut pada hidangan nasi goreng yang saya masak pada menu makan berikutnya. Alhamdulillah hidangan nasi goreng dengan potongan daging tadi kami makan habis tidak bersisa.

Beruntung saya tidak jadi membuang daging tersebut. Dalam hati saya berpikir bahwa dengan membuangnya justru akan menimbulkan masalah baru. Seketika teringat bahwa dibutuhkan materi, tenaga, waktu, dan pikiran untuk menjadikannya sebuah hidangan untuk keluarga. Semur daging yang tidak boleh disia-siakan. Saya harus menyikapinya dengan sabar dan penuh pertimbangan.

Dari segi ekonomi pun saya berpikir bahwa itu salah satu upaya untuk menghindari pemborosan. Belum lagi perihal sampahnya, tindakan tersebut jadinya dapat mempercepat proses sampah dalam waktu relatif singkat. Apalagi di bulan puasa ini sampah baik organik maupun non organik semakin menggunung.

Berdasarkan pada pengalaman di atas, saya harus lebih berhati-hati terhadap sikap mubazir yang hampir saja menghampiri.

Kebiasaan Mubazir yang Harus Ditinggalkan

Mubazir bukan hanya menyoal hal-hal yang bersifat materi seperti secuil cerita dari pengalaman saya, namun juga non materi yang potensial sekali menghampiri kita apabila tidak menyadarinya.

Oleh sebab itu, berikut saya sampaikan beberapa kebiasaan mubazir dalam kehidupan sehari-hari yang harus ditinggalkan beserta cara menyikapinya.

1. Mubazir dalam penggunaan uang atau harta.

Seseorang memiliki hak dan kewajiban untuk mengelola dan menggunakan nikmat harta yang diberikan Allah SWT. Hendaknya senantiasa bersikap sederhana tidak lantas lapar mata.

Salah satu contoh misalnya, bagi para ibu yang baru saja melahirkan di bulan Ramadan, belanjakan harta untuk perlengkapan bayi seperlunya. Bisa disiasati dengan sebelumnya mencatat segala kebutuhan yang akan dibeli menjelang kelahiran buah hati.

Bagi yang terpikat dengan aneka produk belanja online jangan sampai pemborosan menghampiri dengan menggunakan uang demi memuaskan hasrat belanja.

"Tidak apa-apa, sekali-sekali mumpung ada diskon."

Sesungguhnya utamakan membelanjakan harta untuk kebutuhan sehari-hari dan dapat dipastikan manfaatnya. Hindari hidup bermewah-mewahan dan cukup dengan kesederhanaan sesuai takaran kemampuan.

2. Mubazir dalam penggunaan barang atau benda.

Televisi jika sudah tidak ditonton tolong dimatikan!
Lampu kalau sudah terang tolong dimatikan, tidak dibiarkan nyala terus!
Air tidak dibiarkan ngucur terus menerus hingga tumpah dan meluber.

Begitulah kiranya sebagian ibu-ibu mengomel dengan versinya masing-masing. Bukan tanpa alasan, melainkan hal demikian merupakan kebiasaan yang harus dihindari karena termasuk mubazir dalam penggunaan barang. Imbasnya, tau-tau tagihan air dan listrik membengkak. Lalu, siapa yang patut disalahkan?

Oleh sebab itu, mari tinggalkan kebiasaan tersebut dimulai dari tidak saling menyalahkan melainkan mengubah sudut pandang kita untuk efektif dan efisien dalam menggunakan barang atau dalam hal ini misalnya sumber daya energi.

Melalui perbaikan-perbaikan kecil ini akan berdampak pada kebiasaan baik yang akan menjauhkan kita dari sikap mubazir.

3. Mubazir dalam mengonsumsi makanan dan minuman.

Makanan dan minuman adalah kebutuhan primer yang tidak terhindarkan. Dalam keputusan mengonsumsinya pun membutuhkan pertimbangan salah satunya agar tidak terjadi pemborosan.

Di bulan yang penuh berkah ini tidak sulit untuk menemukan aneka hidangan takjil yang berwarna-warni. Alhasil, tanpa disadari kita terlalu sibuk berbelanja makanan untuk menu berbuka. Lapar mata melihat makanan enak, setelah dibeli malah tidak habis.

Padahal kebiasaan makan yang dihabiskan dan tidak menyisakan makanan sedikitpun di piring setelah makan adalah sebuah anjuran.

Maka, sebaiknya mengambil makanan secukupnya dengan memperkirakan porsi makanan atau minuman yang diambil akan bisa dihabiskan. Barulah bisa menambah porsi apabila masih dirasa kurang.

Ingat bahwa banyak makan hingga kekenyangan dapat berpengaruh pada produktivitas di bulan Ramadan seperti perut menjadi begah sehingga muncul rasa kantuk, malas sholat tarawih, tadarus Al-Qur'an, dan sebagainya.

Upaya lain agar terhindar dari mubazir dalam mengonsumsi makanan dan minuman bisa disiasati melalui pembelanjaan yang terencana. Membiasakan untuk menulis daftar belanja yang akan dibeli serta senantiasa mengecek stok bahan makanan di rumah sebelum menyuplai kembali.

Belanja kebutuhan menu makan sahur dan berbuka bisa pula dilakukan mingguan dengan mengelompokkan waktu pembelian bumbu dapur, sumber protein hewani, sayuran, serta buah-buahan yang akan dibeli.

Menyetok makanan secukupnya tidak berlebihan dan sebaiknya mempersiapkan makanan sesuai kebutuhan. Dalam memasak pun jumlahnya harus memperhatikan jumlah takaran.

Hal demikian untuk menghindari makanan yang mubazir akibat sisa dari makanan. Memang sebelum berbuka puasa rasanya ingin makan yang banyak. Padahal kemampuan setelah makan berbuka biasanya tidak banyak.

4. Mubazir dalam berbicara atau berkata-kata.

Mubazir bukan hanya terkait dengan penggunaan uang, barang, dan makanan tetapi juga perihal seseorang dalam berbicara dengan orang lain.

Berbicara boros alias tidak ada manfaatnya seperti berbicara dengan orang lain secara berlebihan akan minim faedah. Hal demikian sepatutnya dihindari karena termasuk mubazir dalam berkata-kata.

Oleh sebab itu, hindari pemicu dan pencetusnya seperti dengan menghindari momen berkumpul untuk membicarakan aib orang. Karena di balik pembicaraan yang mengasyikkan berpotensi membahas banyak hal hingga esensi pembicaraan yang berfaedah terlupakan. Hal demikian juga akan mengurangi pahala berpuasa seseorang. Kan sungguh disayangkan!

Maka, warnai dan isi bulan Ramadan dengan kegiatan bermakna dan bermanfaat. Berkumpul dengan banyak orang untuk kegiatan positif yang membawa manfaat seperti mengikuti kajian di bulan Ramadan serta menghadiri majelis lainnya yang sarat dengan ilmu. Di situlah tempat yang tepat untuk kita meluapkan kata-kata yang bermakna melalui berbagai pertanyaan dan diskusi.

5. Mubazir dalam penggunaan waktu.

Adapun mubazir dalam penggunaan waktu meliputi kegagalan seseorang dalam mengatur dan mengelola waktu yang seharusnya digunakan untuk kegiatan yang bermanfaat namun justru untuk hal-hal yang tidak berguna.

Alhasil, waktu yang seharusnya untuk tadarusan misalnya, justru digunakan untuk berlama-lama di depan layar gawai berselancar tanpa batas hingga lupa waktu. Entah di media sosial maupun untuk kepentingan belanja online hingga lupa waktu untuk memasak hidangan berbuka, menunaikan sholat, tadarus, serta urusan pekerjaan penting lainnya.

Inilah pentingnya membuat jadwal yang teratur terkait rutinitas harian yang harus dikerjakan. Sehingga tidak ada alasan untuk kebanyakan tidur misalnya dengan dalih tidak ada hal yang perlu dikerjakan. Kalahkan kemalasan di bulan Ramadan dan jangan sampai meninggalkan ketaatan.

Nikmat kesehatan yang Allah berikan kepada kita sebaiknya dimanfaatkan dalam hal-hal positif sebagai pengisi aktivitas sehari-hari. Terkadang kita diuji melalui nikmat sehat dan waktu luang. Hal demikian menjadi sinyal bahwa kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu sehat kita untuk tetap produktif terhadap hal-hal yang baik.

Jangan sampai membuang waktu percuma dengan hal mubazir mengingat waktu sangatlah berharga. Maka, menyia-nyiakannya adalah bentuk dari kerugian dan memperbaikinya adalah cara yang bijak.

***

Esensi dari ibadah puasa adalah menahan diri dari perbuatan buruk dan berupaya untuk memperbanyak perbuatan baik. Serta berprinsip bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.

Dengan demikian, untuk menyikapi perilaku mubazir tentunya terdapat beberapa upaya perbaikan yang perlu ditempuh. Kebiasaan mubazir harus segera ditinggalkan seperti menghindari melakukan pembelanjaan impulsive atau yang kurang perlu, memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk senantiasa melakukan amalan saleh, serta jangan sampai kehilangan kesempatan untuk melakukan kebaikan di bulan yang penuh berkah ini.

Untuk menghindari perilaku mubazir sebaiknya menyalurkan harta di jalan yang benar sesuai syariat. Misalnya berbagi dengan kerabat dekat, tetangga yang membutuhkan, fakir miskin, anak yatim piatu, dan sebagainya melalui sedekah, infak, dan wakaf.

Selalu mengingat bahwa semua harta yang kita miliki adalah pemberian Allah SWT dan merupakan amanah dari-Nya. Senantiasa mensyukuri segala jenis kenikmatan sehingga dapat menjaga seseorang dari sikap mubazir.

Segala bentuk kebiasaan yang mengarah pada perilaku mubazir harus ditinggalkan. Hal demikian tentu saja untuk menghindari dampak buruk darinya, yakni bersaudara dengan setan.

"Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan." (QS. Al Isra' : 26-27).

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun