5. Mubazir dalam penggunaan waktu.
Adapun mubazir dalam penggunaan waktu meliputi kegagalan seseorang dalam mengatur dan mengelola waktu yang seharusnya digunakan untuk kegiatan yang bermanfaat namun justru untuk hal-hal yang tidak berguna.
Alhasil, waktu yang seharusnya untuk tadarusan misalnya, justru digunakan untuk berlama-lama di depan layar gawai berselancar tanpa batas hingga lupa waktu. Entah di media sosial maupun untuk kepentingan belanja online hingga lupa waktu untuk memasak hidangan berbuka, menunaikan sholat, tadarus, serta urusan pekerjaan penting lainnya.
Inilah pentingnya membuat jadwal yang teratur terkait rutinitas harian yang harus dikerjakan. Sehingga tidak ada alasan untuk kebanyakan tidur misalnya dengan dalih tidak ada hal yang perlu dikerjakan. Kalahkan kemalasan di bulan Ramadan dan jangan sampai meninggalkan ketaatan.
Nikmat kesehatan yang Allah berikan kepada kita sebaiknya dimanfaatkan dalam hal-hal positif sebagai pengisi aktivitas sehari-hari. Terkadang kita diuji melalui nikmat sehat dan waktu luang. Hal demikian menjadi sinyal bahwa kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu sehat kita untuk tetap produktif terhadap hal-hal yang baik.
Jangan sampai membuang waktu percuma dengan hal mubazir mengingat waktu sangatlah berharga. Maka, menyia-nyiakannya adalah bentuk dari kerugian dan memperbaikinya adalah cara yang bijak.
***
Esensi dari ibadah puasa adalah menahan diri dari perbuatan buruk dan berupaya untuk memperbanyak perbuatan baik. Serta berprinsip bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.
Dengan demikian, untuk menyikapi perilaku mubazir tentunya terdapat beberapa upaya perbaikan yang perlu ditempuh. Kebiasaan mubazir harus segera ditinggalkan seperti menghindari melakukan pembelanjaan impulsive atau yang kurang perlu, memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk senantiasa melakukan amalan saleh, serta jangan sampai kehilangan kesempatan untuk melakukan kebaikan di bulan yang penuh berkah ini.
Untuk menghindari perilaku mubazir sebaiknya menyalurkan harta di jalan yang benar sesuai syariat. Misalnya berbagi dengan kerabat dekat, tetangga yang membutuhkan, fakir miskin, anak yatim piatu, dan sebagainya melalui sedekah, infak, dan wakaf.
Selalu mengingat bahwa semua harta yang kita miliki adalah pemberian Allah SWT dan merupakan amanah dari-Nya. Senantiasa mensyukuri segala jenis kenikmatan sehingga dapat menjaga seseorang dari sikap mubazir.