Mohon tunggu...
Khusnul Kholifah
Khusnul Kholifah Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu dan Pendidik

Pencinta literasi sains, parenting, dan kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Ide Anies Baswedan Bangun Daycare, Dukungan bagi Ibu Bekerja?

11 Februari 2024   16:49 Diperbarui: 11 Februari 2024   18:12 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Acara "Desak Anies" | amp.suara.com

Pada Debat Capres Kelima (4/2/2024), selain dari gestur bahasa isyarat Anies Baswedan yang menuai perhatian publik, terdapat satu hal lagi yang menyita perhatian penulis yakni terkait visi dan misi capres nomor urut satu tesebut. Anies menyampaikan bahwa akan melaksanakan pembangunan daycare bagi ibu bekerja. Hal demikian berarti menjadi sinyal bahwa ternyata selama ini dilema ibu bekerja saat harus meninggalkan anak balitanya turut menjadi perhatian negara.

Pertumbuhan kelas pekerja di kota menjadi muasal kehadiran Tempat Penitipan Anak (TPA) atau daycare. Biasanya, orang tua mengambil keputusan untuk menitipkan anaknya di daycare lantaran rutinitas kerja dan tidak ada kerabat atau keluarga yang tinggal dekat atau di sekitar rumah.

TPA memberikan layanan pembelajaran dan pengasuhan kepada anak usia 0 hingga 4 tahun yang terpaksa ditinggal orang tuanya karena bekerja atau halangan lainnya.

Pada praktiknya, banyak perempuan harus berhenti bekerja karena dihadapkan pada pilihan merawat anak atau melanjutkan karier. Ada ibu yang memang keukeuh untuk berhenti bekerja karena ingin fokus dalam pengasuhan anak. Mengambil jeda dalam waktu tertentu untuk tidak bekerja.

Namun, ada pula ibu yang harus tetap bekerja lantaran roda perekonomian keluarga harus terus berjalan. Lalu, tidak ada pilihan kedua yaitu bekerja sambil mengasuh anak.

Jika ingin menitipkan anak, akan terasa berat di awal karena harus menitipkan anak dengan orang lain serta anak harus beradaptasi lagi. Sehingga para orang tua dihadapkan pada beberapa pilihan mengambil keputusan dalam pengasuhan anak selama bekerja.

Pilihan pertama, menyewa pengasuh atau baby sitter dari yayasan atau tetangga atau bahkan kerabat dengan perjanjian tertentu. Misalnya tinggal bersama di rumah, atau datang di pagi hari dan pulang di sore hari selama hari kerja.

Pilihan kedua, dititipkan ke nenek baik itu ibu kandung maupun ibu mertua dari orang tua.

Pilihan ketiga, daycare dengan biaya yang kurang lebih sama dengan sewa baby sitter. Karena jauh dari sanak keluarga atau merantau.

Ketiga pilihan tersebut menyesuaikan kondisi dan kemampuan finansial masing-masing orang tua. Mengingat, tidak semua ibu di negeri ini memiliki privilege.

Kodrat perempuan terkait dengan sistem reproduksi yaitu haid, hamil, melahirkan, dan menyusui. Hal ini yang tidak bisa dialihkan kepada pihak laki-laki. Maka, saat perempuan pekerja mempunyai anak, tanggung jawab bertambah hingga seringkali tanggung jawab ini pun berbenturan dengan tanggung jawab pekerjaan.

Ketika akan kembali bekerja, tanpa adanya regulasi atau intervensi dari pemerintah, ibu akan berpikir anak akan diurus oleh siapa. Jika ingin resign untuk mengurus sendiri anak, atas keputusan ayah dan ibu berarti itu baik.

Namun, jika harus resign padahal masih ingin bekerja karena karier baik atau karena situasi dan kondisi tertentu yang masih butuh topangan ekonomi untuk mengurus anak, maka tepat jika negara datang untuk berperan dengan adanya daycare.

Sejarah singkat Daycare

Dilansir dari laman historia.id, sejarah TPA berakar di Perancis pada 1840-an. Pada masa itu banyak anak balita meninggal dan tumbuh telantar lantaran tidak terawat dengan baik oleh orang tua.

Terjadi pula peningkatan jumlah perempuan pekerja pabrik pada pertengahan abad ke-19. Kemudian, sekelompok perempuan perawat di Perancis berupaya mengubah kondisi miris tersebut.

Para orang tua bukan tidak ingin merawat dan membesarkan anak balita mereka. Mereka terhimpit kemiskinan akut di kota. Upah bekerja seorang ayah tidak cukup untuk menyambung hidup satu keluarga. Dengan demikian, ibu turut bekerja agar kebutuhan keluarga tercukupi dan keberlangsungan hidup terpenuhi.

Namun, kedilemaan pun terjadi mana kala mereka juga harus meninggalkan anak-anak untuk bekerja. Para orang tua mencari solusi bagaimana cara meninggalkan anak balita di rumah tanpa membuat mereka telantar.

Maka bertemulah prakarsa para perawat dengan kebutuhan orang tua terhadap keberlangsungan tumbuh kembang anak balita mereka pada sebuah tempat bernama crches. Kemudian konsep crches berkembang ke kota-kota industri lain di Eropa. Di mana kelas pekerja berpijak, di situ pula lahan tumbuh crches.

Eksistensi Daycare masa kini

Begitu pula di Indonesia, perempuan turut andil dalam menggerakkan roda perekonomian negera. Berbagai lowongan pekerjaan dengan beragam posisi pun tersedia untuk para perempuan.

Pada mulanya daycare di Indonesia sempat kurang dilirik oleh para orang tua dengan alasan tertentu. Kuantitasnya pun masih terbatas. Lama-kelamaan karena perkembangan dan tuntutan zaman tentunya, para orang tua mulai menaruh ketertarikan pada daycare karena beberapa alasan.

Hal demikian pun menarik perhatian Anies, apalagi dahulu sudah pernah membangun daycare di lingkungan kementerian pada saat Anies masih menjabat sebagai Menteri Pendidikan.

Pada masa kini, ibu-ibu bekerja yang didominasi oleh ibu milenial dan ibu generasi z, ibu bekerja dari rumah pun sudah hal yang lumrah dan banyak dijumpai. Saking harus fokus dan konsentrasi, hal tersebut pula menuntut para ibu untuk sejenak mengondisikan anaknya dengan berbagai cara. Jika budget mencukupi, maka ada yang menitipkan bahkan sekaligus menyekolahkan anaknya di daycare yang ada fasilitas pendidikan juga.

Fasilitas daycare tidak bisa dihindari pada masyarakat modern, karena sebagian besar seorang ibu saat ini juga bekerja. Kerap dipilih oleh orang tua yang bekerja dan tidak memiliki asisten rumah tangga.

Yang menjadi kelebihan daycare selama ini adalah anak lebih aman karena pengasuh dan perawat semua sudah terlatih, terampil, dan usia produktif. Selain itu, anak mudah beradaptasi, bersosialisasi, lebih aktif, cenderung tidak kenal gadget.

Sedangkan kelemahan daycare selama ini adalah anak mudah sakit karena rentan tertular dengan teman yang sedang sakit.

Mengasah, mengasih, dan mengasuh

Mengasah diri untuk belajar ilmu tentang pengasuhan, mengasih anak untuk senantiasa aman dan nyaman, serta mengasuh anak dengan penuh cinta. Ketiga komponen tersebut menjadi prioritas untuk memenuhi hak dan kewajiban baik daycare maupun orang tua kepada anak. Yang perlu ditekankan lagi, bahwa daycare bukan pengganti orang tua, namun keberadaannya untuk membantu.

Anak adalah anugerah sekaligus amanah, maka jaga dan jadikan prioritas utama. Mengingat kualitas pengasuhan orang tua merupakan faktor kunci perkembangan anak, maka diperlukan komitmen menjadi orang tua yang baik, mengawasi perkembangan anak, dan memilih daycare yang baik pula.

Jika Anies menyampaikan bahwa sudah selayaknya setiap kantor di Indonesia membuat daycare untuk mendukung para perempuan pekerja, maka ada beberapa hal yang patut menjadi perhatian. Mengingat daycare bukan sekadar tempat penitipan anak namun juga dibutuhkan pendekatan kontekstual agar tujuan tercapai.

Pertama, penerapan daycare dilaksanakan oleh semua kantor swasta maupun pemerintah. Perlu diingat kembali bahwa tidak semua perusahaan bisa menjalankannya karena ketidakmampuan dari segi sumber daya manusia, keterbatasan anggaran,  maupun lokasi yang tidak memadai. Bisa saja dilakukan oleh beberapa perusahaan yang menengah ke atas, sedangkan menengah ke bawah harus penuh pertimbangan.

Mengingat ketimpangan sosial dan ekonomi masih terjadi di Indonesia, maka tidak mudah untuk menyama-ratakan semua ibu bekerja di negeri ini. Ada yang bekerja di perusahaan atau instansi tertentu namun status belum terikat aturan kantor karena masih diperbantukan misalnya.

Kedua, para pelaksana di daycare harus benar-benar care dan ramah anak dengan memperhatikan komposisi pengasuh dibandingkan jumlah anak. Idealnya, daycare yang baik memiliki dokter anak, rasio anak dengan guru 3:1, dan juga memiliki pembantu guru selain guru utama. Guru yang terlatih untuk sering tersenyum, berbicara dengan bayi, menyediakan lingkungan yang aman bagi para bayi termasuk mainan-mainan yang merangsang tumbuh kembang anak sesuai usianya.

Ketiga, fasilitas memadai. Seperti tempat bermain, ruang tidur, ruangan khusus bayi, dapur dan loker penyimpan barang. Selain itu, wajib ada ruang pumping dan kulkas ASI. Membangun daycare berarti juga membangun ruang laktasi yang berkualitas di tempat-tempat kerja, maka beri sanksi bagi perusahaan yang tidak menjalankannya.

Keempat, pemeliharaan kesehatan meliputi kebersihan, sanitasi, dan menu makanan bergizi. Oleh sebab itu, penting sekali untuk memisahkan sementara anak yang sakit dengan anak yang sehat untuk meminimalisir penularan penyakit misalnya batuk dan pilek. Selain itu, memisahkan kamar balita dan bayi mengingat kekebalan tubuh bayi masih lemah jika dibandingkan dengan anak balita.

Kelima, sistem keamanan dan perlindungan bagi anak misalnya keberadaan cctv dan petugas satuan pengamanan (sekuriti) untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan misalnya penculikan anak.

Karena anak bukanlah sekadar anak. Mereka harus dibesarkan dengan sepenuh jiwa. Dibutuhkan daycare yang benar-benar "care", memperhatikan kebutuhan anak meliputi asupan makanan dan lingkungan yang mendukung tumbuh kembangnya.

Bagaimana upaya pemerintah kelak meyakinkan para orang tua agar mau menitipkan anaknya di daycare seiring dengan semakin menjamurnya bisnis daycare. Banyak daycare yang menawarkan penitipan sekaligus untuk sekolah anak dengan metode pembelajaran yang menyesuaikan perkembangan anak misalnya daycare berbasis montessori dan sebagainya.

*****

Jika memang kelak pembangunan daycare oleh pemimpin berikutnya akan terwujud, maka sangat dibutuhkan sinergi antara orang tua, pelaksana daycare, dan pemerintah. Diharapkan pula daycare turut menjadi perhatian pasangan calon presiden yang lain yang kelak akan memimpin negara ini.

Daycare merupakan satu support system penting ibu pekerja. Jika anak merasa aman dan nyaman, maka ibu bisa bekerja dengan tenang. Dengan catatan, prinsip pengasuhan yang sama antara daycare dengan orang tua di rumah agar terjalin pola pengasuhan yang baik dan berkesinambungan.

Dengan lebih banyak perempuan bisa bekerja dengan tenang, maka penghasilan keluarga akan meningkat, terjadi perputaran uang, sehingga diharapkan ekonomi semakin bertumbuh.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun