Alhasil, di usianya yang remaja, anak lebih nyaman mencari "kesenangan" sendiri sebagai upaya meluapkan isi hati tanpa adanya kontrol yang baik. Bahkan remaja cenderung lebih nyaman berbagi cerita atau curhat dengan teman-temannya dibandingkan dengan orang tua. Jika hal tersebut tanpa adanya kontrol yang baik, maka dikhawatirkan remaja terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak diinginkan karena berteman dengan orang yang tidak tepat.
Dunia akan menawarkan berbagai bentuk pergaulan. Usia remaja rentan dengan perilaku negatif apabila tidak bisa memfilter sendiri mana yang baik dan salah.
Bahkan pada remaja putri yang menjelang puber atau sudah mengalami menstruasi, sebaiknya terus dipantau oleh orang tua. Amati jika belum datang bulan. Demikian sebagai upaya screening awal dari keluarga.
Komunikasi yang terjalin baik antara orang tua dan anak akan menjembatani segala permasalahan remaja sehingga dapat diselesaikan dan dicarikan solusi bersama. Dengan dekat orang tua, remaja merasa nyaman dan aman karena keharmonisan yang diberikan keluarganya. Apabila orang tua bekerja di luar kota atau luar negeri, maka pengasuhan dapat diserahkan kepada keluarga besar yang masih ada hubungan keluarga agar pengawasan terus berjalan.
Kontrol sosial di sekolah
Sekolah telah memberikan fasilitas berupa Bimbingan dan Konseling (BK) untuk para siswa sebagai ruang edukasi meliputi minat, bakat, motivasi, dan prestasi belajar. Bahkan BK merupakan salah satu mata pelajaran utama yang memantau kondisi psikis siswa.
Pembinaan remaja dalam hal ini siswa di sekolah juga meliputi screening dari Puskesmas yang telah bekerja sama dengan pihak sekolah. Pada umumnya ada kunjungan berapa pekan sekali oleh Puskesmas ke sekolah guna memberikan penyuluhan terkait berbagai informasi seperti kesehatan reproduksi dan vaksinasi.
Sekolah sebaiknya tegas dan terus mengedukasi siswa pada fenomena kehamilan remaja. Sinergitas pihak sekolah sangat besar peranannya untuk menekan perilaku menyimpang pada siswa.
Kontrol sosial di masyarakat
Contoh kontrol sosial yang dapat dilakukan di masyarakat sebagai efek jera meliputi pengucilan, celaan, ejekan, gosip, intimidasi, dan sanksi. Dengan tujuan menciptakan keteraturan sosial.
Bagi individu yang menjadi subjek sasaran kontrol sosial, diharapkan tidak masa bodoh melainkan akan melakukan instropeksi diri, evaluasi diri, serta mencari tahu penyebab hal tersebut terjadi kepadanya. Pada akhirnya, individu menyadari dan berbenah diri kembali kepada norma-norma yang berlaku.