Mohon tunggu...
Khusnul Kholifah
Khusnul Kholifah Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu dan Pendidik

Pencinta literasi sains, parenting, dan kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hati-hati! Ketahui 5 Hal yang Menyakiti Pejuang Garis Dua

16 Januari 2024   11:38 Diperbarui: 18 Januari 2024   00:47 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Harus digunakan dengan benar agar hasil test pack akurat.(Shutterstock via kompas.com)

Kapan ya aku punya anak? Kenapa ya kok aku belum hamil juga?

Gimana ya rasanya punya anak? Makan apa ya biar cepat punya anak?

Apa aku coba saran si A saja?

Apa benar ya aku belum dikasih anak karena belum siap jadi orang tua?

Atau karena aku belum mapan finansial?

Begitulah kiranya beberapa pertanyaan yang dirasakan dan terlontar pada dirinya sendiri sebagai pejuang garis dua. Ada yang menantikan kehamilan di usia pernikahan 1 bulan, 1 tahun, 2 tahun, 5 tahun, bahkan belasan tahun.

Jika kita menilik penyebabnya secara umum, diantaranya (1) status kesehatan atau riwayat medis karena pola makan tidak baik, kurang istirahat karena kesibukan pekerjaan, dan sebagainya, (2) infertilitas atau gangguan kesuburan yang kerap kali tidak disadari akan berujung stres dan frustrasi yang akan berpengaruh juga pada hormon kesuburan, (3) kondisi pernikahan jarak jauh (Long Distance Marriage) sehingga intensitas bertemu yang terbatas jarak dan waktu, (4) keterbatasan finansial yang berimbas pada kelabilan emosi dan juga pemenuhan asupan gizi yang tidak diperhatikan terutama pada makanan yang dianjurkan untuk kesuburan, dan (5) ketidaktahuan dan minim literasi yang terkadang berujung pada gangguan kesehatan mental dan fisik.

Namun yang disayangkan, ada sepasang pejuang garis dua yang mendengar "kalimat sumbang" dengan nada tidak mengenakkan nan ketus dari seseorang. 

Kemudian patahlah hati mereka, berlarut-larut dalam kesedihan dan perasaan tidak menerima akan semua "kalimat" itu. Betapa tega orang yang menggores lukanya.

Testpack (sumber: freepik)
Testpack (sumber: freepik)

Ada yang melakukan program kehamilan belum tuntas karena belum kuat mental keburu dikelilingi lingkungan yang tidak menunjang. Belum lagi vonis status kesehatan pada salah satu pasangan yang bermasalah dan berpengaruh pada fertilitas.

Bahkan seorang figur publik Nikita Willy pun merasa lebih stres saat ditanya kapan hamil dari pada kapan nikah. Meski sekadar bertanya sudah isi atau belum.

Terkadang ingin marah, tetapi mau bagaimana lagi. Omongan orang tidak bisa dikontrol. Padahal itu semua kehendak Allah.

Banyak dari mereka yang berusaha terlihat kuat, namun sebenarnya rapuh jiwanya. Padahal luka batin tak mudah sembuhnya. Jika tidak mampu mengobatinya, setidaknya jadilah oase di padang tandus yang sejuk perkataannya dan menjadi pelipur lara hatinya.

Hal-hal yang menyakitkan bagi para pejuang garis dua

Pertama, hubungan dengan teman-teman dekat mulai merenggang karena fokus dengan keluarga masing-masing. Obrolan mulai tidak nyambung karena teman-teman sudah mulai membicarakan tentang kehamilan, pengalaman menyusui, dan tumbuh kembang anak.

Sedangkan di sisi lain, ada yang masih bingung harus berbagi tentang kesulitan program kehamilan dengan siapa.

Seolah timbul rasa iri kepada teman yang sudah memiliki momongan. Melihat unggahan teman tentang anak di media sosial. Berusaha lapang dada dan menenangkan diri untuk membisukan atau tidak lagi melihat postingan-postingan teman.

Kedua, perlahan mulai menarik diri dari kehidupan sosial. Pertemuan dengan keluarga besar dan reuni dengan teman-teman lama tidak semudah dulu. Terasa sulit untuk dijelaskan. Apalagi harus menghadapi pertanyaan "Kapan punya anak?". Begitu terasa sangat melelahkan. Rasanya ingin menarik diri dari semua circle pertemanan.

Mengalami tekanan sosial yang menjadikan pribadi insecure yang enggan berkumpul atau bersosialisasi dengan orang banyak yang semata-mata untuk menjaga hati menghindari pertanyaan toxic.

Ketiga, tuntutan dari orang sekitar benar-benar membuat dada sesak. Bahkan terkadang harus mencari alasan untuk tidak menjawab perjuangan dan ikhtiar apa yang sedang dilakukan.

Orang tidak tahu bahwa ada pasangan yang minum racikan herbal setiap hari, detok tubuh, minum suplemen, program bayi tabung bagi yang diberikan kelebihan finansial, minum jus buah kaya antioksidan setiap hari, dan sebagainya.

Orang tidak tahu jika ada pasangan menangis tiap kali selesai menunaikan sholat sambil elus-elus perut yang belum kunjung hamil. Ada pasangan yang menanti-nanti waktu terlambat datang bulan sampai mengunduh berbagai aplikasi untuk mencatat kondisi.

Keempat, menerima "verbal" tidak mengenakkan dan merasa dibanding-bandingkan. Berada di posisi terpojokkan karena usia pernikahan yang lebih lama namun tak kunjung memiliki momongan. Lain halnya dengan si A yang baru menikah selang beberapa minggu langsung "positif" hamil. Bahkan ada yang tega melabeli pasangan tidak subur dengan istilah sarkas.

Kerja terus, ngejar karier sih makanya tidak hamil. Itu adik yang nikahnya duluan kamu, sudah hamil dulu.

Kapan hamil? kapan isi? kapan punya anak?

Kenampakkannya itu pertanyaan remeh temeh namun bagi para pejuang garis dua itu membuat rendah diri dan menyalahkan diri sendiri. Hal itu membuat tidak nyaman dan putus harapan.

Kelima, salah memilih teman curhat. Tidak sedikit pasangan yang berbagi cerita kepada seseorang namun berujung salah paham dan kekecewaan karena mereka curhat salah orang. Ada satu cerita nyata sepasang pejuang garis dua yang diajak ke "orang pintar" oleh teman yang mereka curhati. Padahal mereka tidak menginginkan tindakan tersebut. Alhasil terjadilah salah paham dan pertikaian antara mereka dengan temannya karena perbedaan prinsip. Pada akhirnya, hubungan mereka dengan teman merenggang.

Kesehatan dan ketenangan hidup

Jangan sampai waktu terbuang sia-sia karena memikirkan hal-hal yang tidak semestinya misalnya terlalu berlebihan negative thinking terhadap seseorang. Apalagi terhadap orang yang tidak "sefrekuensi" dengan kita.

Oleh sebab itu, sebagai upaya kesadaran dan menekan kesedihan berlarut sebaiknya :

1. Keluarga, teman, dan tetangga sebagai support system harus memahami posisi masing-masing "perjuangan". Orang-orang terdekat seharusnya menjadi sandaran dan topangan bagi para pejuang garis dua. Memiliki sisi positif dan perasaan empati untuk memilah apa yang harus dan tidak dilakukan meskipun belum pernah mengalaminya. Sebagai makhluk individu sekaligus sosial, sebaiknya tidak intervensi "berlebihan" mengenai urusan pribadi orang lain.

2. Berusaha semampunya dan berdoa semaksimalnya. Allah bersama orang-orang yang sabar. Jangan terlalu berlarut, yakini bahwa Allah akan mengganti dengan hal baik lainnya. Ingat bahwa time line kehidupan orang berbeda-beda.

3. Mengupayakan pasangan yang makin erat, saling menyeka air mata, dan saling menguatkan di tengah ujian. Tidak perlu gamblang mengumumkan bahwa pasangan sedang menunda atau mengidamkan kehamilan. Cukup pasangan, Tuhan, dan orang tertentu yang tahu misalnya dokter.

4. Menulis di buku harian tentang kisah perjalanan perjuangan dan ikhtiar yang dilakukan selama ini. Sebagai upaya menerima keadaan dengan ikhlas, kuat, dan tabah.

5. Tidak abai dengan kondisi fisik dan mental, diimbangi dengan pola makan sehat dengan asupan bernutrisi, rutin berolahraga, tidak begadang, bersedekah, dan asupan batiniah lainnya. Terutama hindari stres, harus rileks, dan tidak boleh kelelahan. Memang benar sebaiknya menyibukkan diri dengan hal-hal positif, tetapi beri pula jeda dengan memberikan hak badan untuk istirahat dan tidak terforsir.

***

Ada yang merencanakan kehamilan sampai "segitunya". Tidak pernah berputus asa, berusaha totalitas, dan berdoa kepada Allah. Para pejuang garis dua adalah pasangan hebat, meski tak mudah tapi mampu melaluinya. Mampu saling mengisi tangki kasih sayang, saling mendukung, dan saling menguatkan. Allah akan menyiapkan "keturunan" yang melebihi ekspektasi selama ini. Stop over thinking!

Lebih baik menjalani hidup dengan tidak berpikir berlebihan. Sebaiknya mempersiapkan fisik, mental, finansial, ilmu parenting, dan bekal lainnya. Karena memiliki anak bukan sekadar memberikannya asupan gizi dari makanan, tapi juga tangki kasih sayang dan pola pengasuhan yang baik untuk menciptakan generasi terbaik.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun