“Uhm, bunda haus sekali selesai jemur pakaian”. Lalu, amati respon anak misal anak belum sesuai dengan yang kita inginkan, pancing kembali.
“Kakak tidak ambilkan bunda minum, gitu? kan bunda haus”. Kemudian amati kembali respon anak.
2. Mengajukan pertanyaan
“Aduh, kaki bunda pegel-pegel nih. Enaknya ngapain, ya”.
Biasanya si kecil langsung memijat kaki saya meskipun tenaga tak sebesar orang dewasa.
3. Menceritakan kondisi nyaman
“Wah, bunda barusan selesai menyapu nih sama merapikan mainan kakak. Lantai jadi bersih, mainan dan buku-buku kakak jadi tertata rapi, jadi lebih indah dipandang”. Eh, tapi kok sepatu kakak masih ada yang belum diletakkan di rak sepatu, ya. Jadi tidak rapi deh terasnya. Nanti kalau keinjak pas kita jalan gimana karena sepatu masih berada di depan pintu.
Mari kita memperhatikan respon anak lalu apa reaksinya.
4. Mengajak anak bermain peran
Misalnya bermain peran menjadi orang sakit. Menangis karena kesakitan, kemudian anak menyusun bantal. Kepala saya diangkat diminta tidur, lalu minum obat. Kalau saya tidak mau, saya langsung diambilkan minum air putih. Yang dilakukan si kecil benar-benar persis sama yang biasa saya lakukan kepadanya. Memang ya, anak peniru ulung.
Mari kita menerapkan cara-cara tersebut untuk membangun kemampuan empati anak. Disadari atau tidak, rasa empati pada anak dapat membentuk karakter baiknya di kemudian hari diantaranya sebagai bekal hidup bermasyarakat. Semoga bermanfaat.