Pernahkah Anda dalam sehari tidak mengonsumsi minuman manis? Atau bahkan Anda "puasa" minum minuman manis?
Sejak dahulu, salah satu kebiasaan sebagian besar masyarakat Indonesia adalah mengonsumsi makanan pedas dan ditutup dengan minuman manis. Pemandangan demikian masih sering saya dapati ketika berada di warung makan maupun restoran cepat saji.
Mengonsumsi minuman manis selepas makan makanan pedas memang terasa nikmat dan menyegarkan. Namun, apabila minuman manis tersebut kita konsumsi secara berkala pasti akan berdampak pada kesehatan. Maka, beruntung bagi anda yang sudah bisa mengontrol konsumsi minuman manis.
Minuman manis merujuk pada produk minuman yang mengandung gula tambahan atau pemanis lainnya seperti sirup jagung, sukrosa (gula tebu), konsentrat minuman buah, aspartam, sakarin, siklamat, dan masih banyak lagi.
Banyak dan masifnya ragam merk dan jenis minuman manis atau selanjutnya kita sebut minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) meliputi susu, teh, kopi, minuman elektrolit, sari buah, dan soda dapat berdampak pada status kesehatan masyarakat di Indonesia.
Berdasarkan pada penelitian Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 bahwa lebih dari 60% orang Indonesia minum satu jenis minuman berpemanis setiap hari. Berdasarkan pada survei kesehatan tersebut pula, obesitas dan diabetes meningkat di usia muda.
Hal demikian sejalan dengan antusiasme Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang sedang "memperjuangkan" penerapan cukai pada MBDK. Ketua Pengurus YLKI Indah Sukmaningsih menyampaikan pada salah satu program di kanal Youtube bahwa Indonesia darurat MBDK.Â
YLKI prihatin dengan peningkatan dua kali lipat penyakit diabetes yang terjadi pada anak-anak dan remaja. Tentu hal tersebut menjadi sebuah ancaman dimana anak-anak dan remaja yang notabene dipersiapkan sebagai generasi sehat dan handal menuju generasi emas tahun 2045.
MBDK yang biasa kita temui dengan kemasan berupa botol, kaleng, kardus/karton, maupun sachet diklaim sebagai minuman menyegarkan dan berenergi.Â
Padahal, minuman tersebut perlu ditinjau ulang lagi karena kandungan gulanya yang tinggi. Minuman berpemanis ini tinggi kalori namun rendah gizi yang didominasi oleh rasa manis.
Berdasarkan hasil riset YLKI bahwa anak-anak dan remaja adalah konsumen utama MBDK. Hampir 26% anak dan remaja yang berusia di bawah 17 tahun mengonsumsi minuman berpemanis setiap hari dan 31,6% mengonsumsinya setiap 2-6 kali dalam seminggu.Â
Hal demikian mengonfirmasi bahwa tingkat prevalensi diabetes cukup tinggi sehingga dinyatakan darurat dan cukup mengkhawatirkan.
Bahkan, temuan dari hasil survei YLKI terhadap 10 kota besar di Indonesia menyatakan bahwa Jakarta menjadi kota yang mendominasi tingginya konsumsi MBDK terutama produk kemasan pada susu, teh, dan kopi.
Minuman-minuman "sehat" yang justru mengganggu kesehatan adalah minuman-minuman yang memiliki klaim gizi bermanfaat untuk kesehatan entah untuk pencernaan, tinggi vitamin dan serat, dan sebagainya. Dapat mengganggu kesehatan karena keberadaan kandungan gula berlebih yang membahayakan.
Sebagai contoh, minuman susu kotak berperasa yang diklaim atau dipersepsikan produk sehat sebagai minuman tinggi protein, tinggi kalsium, dan baik untuk tulang yang sangat digandrungi oleh anak-anak. Tak jarang anak-anak juga cenderung mengonsumsinya lebih dari satu kemasan per hari.Â
Oleh sebab itu, anak-anak lebih rentan mudah terpapar dampaknya seperti kerusakan gigi, kenaikan berat badan yang berujung pada obesitas, diabetes, bahkan penyakit jantung.
Kemudahan akses terhadap MBDK
MBDK semakin populer karena rasanya manis, kenyamanan dan kepraktisan dalam pengemasan serta penyajian, dan harganya relatif terjangkau.Â
Akses pembeliannya pun mudah dengan waktu yang sangat cepat untuk mendapatkannya seperti di warung-warung terdekat, minimarket, supermarket, sekolah-sekolah, dan fasilitas umum.
Warung merupakan aksesbilitas tertinggi karena cenderung menjual MBDK dengan harga yang relatif lebih murah. Yang lebih memprihatinkan lagi, masih ada minuman kemasan gelas harga seribuan atau di bawah dua ribu rupiah yang dijual di warung-warung.Â
Apabila minuman manis ini dikonsumsi secara berlebihan, maka jumlah gula dalam tubuh akan meningkat drastis sehingga memicu timbulnya berbagai penyakit seperti diabetes dan obesitas.
Selain adanya rasa penasaran dari orang-orang terdekat, pengaruh iklan yang mudah didapat juga membuat anak-anak "merengek" minta dibelikan dan ikut-ikutan teman.Â
Pengaruh iklan ini sangat besar apalagi remaja juga banyak yang menggunakan media sosial seperti Instagram yang notabene menjamur postingan-postingan berkaitan dengan MBDK oleh influencer idola mereka misalnya.
Iklan semakin "agresif" dengan tampilan kemasan yang menarik, bahkan ada yang memiliki jargon yang sudah akrab di telinga masyarakat Indonesia seperti apapun makanannya, minumnya MBDK tersebut dan ada satu lagi jargon MBDK yang nyatanya nyegerin.
Pengawasan MBDK belum optimal
Sering kita jumpai di minimarket maupun supermarket, minuman berpemanis ini diletakkan di bagian bawah yang mudah dijangkau oleh anak-anak. Bahkan anak-anak dengan leluasa memasukkan sendiri ke keranjang belanjaan karena ketertarikannya pada kemasan minuman tersebut.
Kadar kandungan gula seperti pisau bermata dua, diperlukan tapi dia berbahaya sehingga harus menjadi perhatian. Gula tidak akan bermasalah di dalam tubuh jika kita mengetahui batasan konsumsinya dan segala yang berlebihan memang tidaklah baik termasuk mengonsumsi gula.
Dengan demikian, diharapkan edukasi tentang MBDK ini seperti bahaya merokok misalnya berapa batasan konsumsi per hari minuman ini untuk anak-anak, remaja, maupun orang dewasa. Maka, perlu edukasi masyarakat secara masif.
Perilaku hidup sehat harus dikontrol
Anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa gemar minum minuman manis. Selain faktor iklan yang booming dengan kemasan menarik, faktor kebudayaan dan kebiasaan masyarakat Indonesia juga turut memberikan pengaruh.
Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut untuk bisa dikontrol melalui perilaku hidup sehat seperti lebih cerdas dan cermat dalam memilih produk yang lebih sehat dan meningkatkan budaya literasi masyarakat Indonesia yang selama ini "dipandang" masih rendah.
Kita tidak bisa berdiam diri dan membiarkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia dihancurkan oleh minuman -minuman berpemanis.
Sambil menunggu pengesahan aturan cukai MBDK yang dalam rencana akan diberlakukan pada tahun 2024, tidak ada salahnya dimulai dari diri kita dan keluarga agar mulai sekarang melakukan strategi penanganan lain melalui kebiasaan-kebiasaan baik untuk menuju generasi sehat Indonesia.
Berikut saya merangkum 6 kebiasaan baik yang dapat mendukung masyarakat dalam mengontrol konsumsi MBDK, diantaranya :
1. Berbekal air putih saat bepergian, misalnya membawa botol air yang bisa diisi ulang atau gelas dan meletakkannya di meja kerja untuk membantu membiasakan diri minum air putih. Lebih baik minum air putih karena lebih sehat untuk tubuh dan juga kantong.
2. Memperhatikan batasan konsumsi, misalnya sengaja tidak memiliki persediaan minuman berpemanis di rumah karena keberadaannya berpotensi pada peningkatan konsumsi.
3. Mengalihkan dengan konsumsi gula langsung dari buah atau mengonsumsi smoothies.
4. Mengurangi konsumsi minuman berpemanis secara perlahan atau bertahap untuk meminimalkan keinginan mengonsumsinya.
5. Membaca dan memahami makna label di setiap kemasan minuman berpemanis seperti tanggal kedaluwarsa (expired date), informasi nilai gizi, komposisi, dan kode produksi.
6. Jika ada yang bertamu ke rumah, mulai menyuguhkan teh dengan gula terpisah. Bahkan kita juga bisa membiasakan diri untuk mengonsumsi teh atau kopi tanpa gula.
Tarif cukai belum diketahui secara pasti. Sekalipun harga sudah dinaikkan karena pemberlakuan tarif cukai, kalau tidak dibarengi dengan kebiasaan-kebiasaan tadi maka keberadaannya sama saja percuma.
Kedepannya, diharapkan pula agar industri mau mereformulasi menjadi produk yang lebih sehat yang awalnya tinggi gula menjadi lebih rendah.Â
Penerapan cukai sebagai pajak "dosa" semoga kelak dapat menurunkan dan menekan angka konsumsi gula pada masyarakat dengan diimbangi dengan mengontrol pola hidup sehat.Â
Keberadaan tarif cukai ini juga agar masyarakat berpikir dua kali untuk mengonsumsi minuman berpemanis sehingga berdampak pada penurunan tingkat pembelian minuman tersebut.
Dengan demikian, mari bersama-sama meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia agar bisa lebih baik lagi dengan mengubah pola konsumsi masyarakat yang lebih sehat dan cerdas.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H