Hal tersebut sebagai salah satu upaya orang tua melindungi anak dari hal-hal yang tidak diinginkan disamping tidak boleh lengah. Selain itu, dibutuhkan pula penunjang misalnya taman bermain yang ramah dan aman untuk anak yang dilengkapi dengan cctv dan terdapat petugas keamanan yang senantiasa berjaga.
Menilik indikator motif penculikan melalui usia anak, Praktisi Kepolisian Sri Suari pada salah satu program stasiun televisi menyampaikan bahwa lokalisir modus penculikan bisa berdasarkan umur. Terdapat tiga pola besar motif penculikan anak, diantaranya (1) kepentingan adopsi ilegal atau dibesarkan sendiri yang menyasar anak usia di bawah 1 tahun, (2) ekonomi atau mencari keuntungan uang melalui tebusan yang menyasar pada anak yang sudah bisa bicara, dan (3) eksploitasi ekonomi misalnya untuk mengemis yang menyasar usia di bawah 10 tahun dan eksploitasi seksual yang biasanya di atas 12 tahun ke atas.
Di samping itu, kasus penculikan dengan motif pedofilia juga mengindikasikan bahwa penculikan menyasar anak usia di bawah umur atau belum mencapai usia pubertas yang umumnya anak-anak di bawah usia 11 tahun.
Ada pula motif penculikan lainnya, seperti motif yang dilatarbelakangi dendam atau persoalan pribadi orang tua dari sang anak dengan pelaku yang menjadi pemicu misalnya anak menjadi korban perebutan hak asuh yang melibatkan keluarga. Kemudian, satu lagi motif yang membuat para orang tua "bergidik" yaitu motif jual-beli organ.
Patut diingat bahwa ada kalanya penculik coba-coba dan terjadi penculikan insidental karena melihat anak sendirian tanpa pantauan orang tua maka terbersit pelaku untuk menculik anak tersebut dengan motivasi-motivasi pendukung berikutnya misalnya minta tebusan.
Selain orang tua, peran masyarakat, pihak sekolah apabila anak sudah bersekolah, dan pemangku kepentingan menjadi pagar penting menghindari penculikan anak. Bentuk kepedulian sesama di semua elemen tersebut dapat menciptakan sinergitas yang memperkuat sikap saling Asah, Asih, dan Asuh.
Sikap saling Asah
Sikap saling Asah mengacu pada sikap saling memperbaiki kemampuan dan potensi diri misalnya dalam hal intelektualitas. Orang tua sebagai ruang konfirmasi pertama anak sebaiknya mengevaluasi diri apakah pola asuh dan komunikasi orang tua terhadap anak sudah terjalin optimal atau belum.
Misalnya, orang tua menanyakan apa saja yang dialami anak hari ini, kemudian membiasakan anak untuk meminta persetujuan dan izin kepada orang tua dan selalu izin serta pamit ketika hendak bepergian.Â
Orang tua mengupayakan untuk menciptakan komunikasi yang erat antara orang tua dan anak yang bertujuan agar orang tua dapat memantau segala aktivitas anak salah satunya dari cerita anak. Demikian sebagai evaluasi pengasuhan ranah keluarga.
Selain itu, terdapat pengasuhan berbasis komunitas. Dari sini para orang tua dapat menjalin relasi bersama masyarakat bahkan pemangku kepentingan untuk berbagi ilmu, ruang, dan pengalaman.Â