Mohon tunggu...
Khusnul Zaini
Khusnul Zaini Mohon Tunggu... Pengacara - Libero Zona Mista

Menulis Semata Mencerahkan dan Melawan ....!!!

Selanjutnya

Tutup

Nature

Skema Hutan Desa: Alat Negosiasi Politik Sekaligus Solusi Ketahanan Pangan dan Climate Change

5 September 2024   18:14 Diperbarui: 5 September 2024   18:16 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Penyematan analogi "seperti lingkaran setan" itu, setidaknya relevan untuk menggambarkan penanganan masalah "ketahanan pangan" dan "climate change". Kedua masalah itu saling terkait pengaruhnya, ketika harus memilih prioritas penanganan yang dilakukan lebih dahulu.

Saat ini, yang menjadi pertanyaan kritisnya adalah "Dapatkah dunia memproduksi pangan yang cukup pada tingkat harga yang pantas dan terjangkau oleh kelompok miskin serta tidak merusak lingkungan?"

Sementara itu, untuk memacu tercapainya peningkatan ketersediaan bahan pangan lokal, nasional, global, dibutuhkan kondisi stabil atas kondisi iklim untuk menunjang kebutuhan waktu tanam hingga panen sesuai siklus pergantian cuaca alam secara alamiah.  

Dasar ketahanan pangan harus berarti menjamin kecukupan ketersediaan pangan bagi umat manusia dan jaminan setiap individu memperoleh pangan. Simpulan ini didasarkan atas pendapat Amartya Sen bahwa persoalan kelaparan tidak semata akibat kurangnya makanan, tetapi lebih karena ketiadaan akses orang miskin atas pangan.

Argumentasi Amartya Sen tersebut sejalan dengan pendapat FAO yang mendefinisikan ketahanan pangan sebagai "keadaan ketika semua orang, kapan saja, memiliki akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi sesuai kebutuhan mereka demi kehidupan yang aktif dan sehat".

Untuk diketahui bahwa tragedi kemanusian yang diakibatkan masalah ketahan pangan sejatinya sudah terjadi sejak perang dunia pertama. Paparan FAO membagi  4 (empat) periode, yakni 1930--1945, 1945--1970, 1970--1990, dan 1990 hingga sekarang. Fenomena setiap periodenya, setidaknya ditandai dengan situasi dan kondisi spesifik tertentu.

Awal mula penggulliran konsep ketahanan pangan tahun 1935 berdasarkan paparan hasil survey yang berjudul "Nutrition and Public Health" dengan gambaran yang memperlihatkan tentang situasi kekurangan pangan di negara-negara miskin.

Paparan material survey menegaskan bahwa ada korelasi antara konsep ketahanan pangan dengan situasi kelaparan dan kekurangan gizi dunia. Kondisi ini telah memaksa Liga Bangsa-Bangsa mengadakan pertemuan untuk membahas kebijakan gizi bagi berbagai negara.

Berkenaan dengan persoalan climate change, menurut PBB, perubahan iklim mengacu pada perubahan jangka panjang dalam suhu dan pola cuaca. Pergeseran ini mungkin alami, seperti melalui variasi siklus matahari. Namun sejak tahun 1800-an, aktivitas manusia menjadi pendorong utama perubahan iklim, terutama akibat pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak dan gas.

Sedangkan Menurut World Wildlife Fund (WWF), definisi perubahan iklim adalah perubahan pola iklim global atau regional yang disebabkan oleh meningkatnya kadar gas rumah kaca di atmosfer sejak Revolusi Industri, akibat penggunaan bahan bakar fosil.

Sedangkan dampak perubahan iklim yang bisa dicegah relevansinya dengan pengelolaan kawasan HD, bisa ditafsirkan sebagai kontribusi melakukan upaya pengendalian, sehingga kepunahan spesies yang berdampak besar pada ekosistem dan rantai makanan tidak terjadi secara ekstrem.

Upaya pengendalian sebagaimana dimaksud, adalah mencegah punahnya berbagai spesies makhluk hidup dengan cara menjaga dan mempertahankan habitatnya dari berbagai gangguan, sehingga tetap bisa bertahan dan beradaptasi terhadap perubahan suhu dan alam.

Selain itu, kontribusi nyata lainnya adalah berupaya mencegah terjadinya kebakaran hutan dalam kawasan HD yang dikelolanya. Hutan merupakan produsen oksigen sekaligus sebagai paru-paru bumi, yang membantu menyerap gas rumah kaca yang menjadi penyebab terjadinya pemanasan global.

Korelasi saling bergantung antara ketahanan pangan dan climate change bisa diantisipasi dengan local wisdom melalui praktik pengetahuan pangan lokal, sistem pertanian, hukum adat, teknologi pengelolaan alam, hingga kemampuan membaca makna musim tanam.

Dengan kecakapan membaca tanda-tanda alam itu, mereka mampu mensiasati cara menghadapi perubahan cuaca yang sangat berpengaruh terhadap proses penanaman hingga pemanenan hasil pertanian yang dilakukan serentak dengan semangat bergotong-royong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun