Mohon tunggu...
Khusnul Zaini
Khusnul Zaini Mohon Tunggu... Pengacara - Libero Zona Mista

Menulis Semata Mencerahkan dan Melawan ....!!!

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Skenario Parpol Ciderai Demokrasi dan Kotak Kosong

13 Agustus 2024   01:54 Diperbarui: 13 Agustus 2024   02:13 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Paparan artikel opini ini akan membedah "logika konstruksi politik kekuasaan" bagi Parpol yang "menciderai demokrasi" hingga melahirkan "fenomena kotak kosong" dalam kontestasi Pilkada dengan "skenario koalisi mayoritas Parpol".

Demokrasi memang bukan sistem poltik yang ideal. Penolakan terhadap demokrasi juga berlangsung selama berabad-abad. Paska revolusi Prancis, sistem demokrasi baru memperoleh perhatian dunia.

Pemikiran tentang demokrasi terus berevolusi mengatasi berbagai tantangannya, khususnya dari sistem komunisme, militerisme, dan fasisme.

Cidera, cacad dan tegaknya praktik demokrasi itu, pada ghalibnya sangat ditentukan mentalitas, orientasi-visioner politik, prilaku dan tabiat para elite Parpol. Mandat komunal yang dititipkan rakyat, jangan dimanipulasi hanya untuk kepentingan pribadi dan koleganya.

Demokrasi tidak akan efektif dan lestari tanpa adanya substansi demokrasi, yang berupa jiwa, kultur atau ideologi demokratis yang mewarnai pengorganisasian internal partai politik, lembaga-lembaga pemerintahan, serta perkumpulan-perkumpulan kemasyarakatan.

Demokrasi akan terwujud apabila rakyat bersepakat mengenai makna demokrasi, paham dengan bekerjanya demokrasi dan kegunaan demokrasi bagi kehidupan mereka. Teori demokrasi substantif ini bersifat normatif, rasionalistik, utopis dan idealistik.

Jika para pimpinan Parpol bermental feodalistis, orientasi-visionernya sebatas merebut kursi kekuasaan dan popularitas sesaat, berprilaku dan bertabiat semata ingin dihormati kader partai dan disegani pimpinan Parpol lain, maka cidera demokrasi akan berlangsung dengan sempurna.

Demokrasi memang identik dengan kebebasan dan terwakilinya kepentingan melalui forum publik yang dipilih, atau melalui partisipasi kelompok. Tujuan demokrasi sejatinya ingin melihat dan mengukur pertumbuhan warga negara dalam penentuan dirinya sendiri.

Representasi suara rakyat dimanipulasi Parpol dengan atas nama sistem, mekanisme dan praktik demokrasi, yang selanjutnya rakyat dipaksa (dengan terpaksa) memilih calon pemimpin (Bupati/Walikota, Gubernur, Presiden) sesuai selera dan kalkulasi politik para pimpinan Parpol.

Karenanya, cidera demokrasi juga ditandai dengan kegagalan Parpol membentuk karakter kader partai yang bisa diteladani dengan orientasi dan visioner pemikiran kebangsaannya untuk diorbitkan sebagai calon pemimpin dalam menjaga kedaulatan negara-bangsa.

Setidaknya dugaan "praktik politik pencideraan demokrasi Indonesia" telah dilakukan secara sadar melalui konstruksi negosiasi politik kekuasaan. Motif politiknya dilakukan demi kepentingan para elite Parpol melalui prilaku dan skenario dengan memanfaatkan peluang politik tertentu.

Meskipun skenario koalisi mayoritas Parpol melalui rekayasa strategi negosiasi yang dijalankan tidak menyalahi proses demokrasi, tetapi dibalik preses pencapaiannya ada fakta praktik politik ikutan yang ternyata bisa berakibat buruk untuk demokrasi Indonesia, sebagaimana paparan lanjutan dalam tulisan artikel opini ini.

Dendam Politis 

Cidera demokrasi dipicu fenomena arogansi dan gengsi politis antar elite Parpol paska kontestasi Pilkada atau Pilpres. "Kekalahan selalu identik kecurangan" dari pihak pemenang. Potensi stigmatisasi ini menyuburkan pikiran, sikap dan perilaku ingin membalas dendam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun