Mohon tunggu...
Khusnul Zaini
Khusnul Zaini Mohon Tunggu... Pengacara - Libero Zona Mista

Menulis Semata Mencerahkan dan Melawan ....!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kontemplasi Politis Soal Demokrasi dan Keadilan Menuju Indonesia Emas 2045

21 Februari 2024   23:34 Diperbarui: 7 Mei 2024   02:46 1022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjaga demokrasi dalam konteks penegakan hukum secara adil juga sangat penting untuk menjaga wibawa pemerintah penguasa. Pertanyaannya, apakah para praktisi dan penegak hukum sudah mempratikkan azas "Fiat Justitia Ruat Caelum" secara konsisten? Fenomena yang ada belum sepenuhnya terjadi, mereka justru bersembunyi dibelakangnya dan menggunakannya sebagai palu untuk melindungi para pemilik modal besar. Mereka tidak tertarik pada hukum dan integritasnya, tetapi hanya ambisi untuk memuaskan diri demi nominal dan kekuasaan, hingga membuat frustasi bagi para pencari keadilan.

Kemarahan public karena mendapat informasi salah dari berbagai media yang ada, bahkan mendalihkan demokrasi sedang teraniaya dan sedang menuju kehancurannya itu, setidaknya fenomena situasi politik ini merupakan potret politik bangsa Indonesia kekinian. Realitas ini harusnya menjadi tanggung jawab bersama bagi politisi dan Parpol beserta pemerintah penguasa melalui Kementerian maupun komisioner yang relevan.

Jika dalih demokrasi dijadikan alasan untuk bebas bicara dan bebas berkehendak memenuhi Hasrat politik setiap individu maupun kelompoknya, maka cara penyelesaiannya harus berdasar aturan hukum menurut tatanan demokrasi itu sendiri. Sebagai misal, sebuah keputusan hukum harus dilawan dengan keputusan hukum yang baru, tidak dengan menghalalkan segala cara. Jika perlawanannya dengan menghalalkan segala cara, maka para pelakunya justru tidak/belum memahami esensi demokrasi yang sesungguhnya.

Apabila ada putusan hukum dari para hakim kemudian dianggap salah dan/atau berpihak, maka keputusan itu harus dilawan dengan keputusan hukum baru/tandingan melalui prosedur yang ada. Jika ada penilaian hakimnya tidak adil dan berpihak, maka bisa diadukan/dilaporkan kepada internal institusi maupun institusi eksternal yang punya kewenangan melakukan evaluasi atau pengawasan terhadap kinerja para Hakim.

Keteladanan Para Pemimpin

Untuk merawat dan menjaga demokrasi, harus dimulai dengan keteladanan. Keteladanan yang dipraktikan mulai dari kehidupan keseharian orang tua kepada anak dan keluarganya melalui budaya dialektika, menyuruh tanpa paksaan karena ada alasan dan argumentasinya, hingga keteladanan cara memimpin dan dipimpin dilingkungan kerja, keteladanan cara berprilaku selama berinteraksi social, dan keteladanan mengkritik dan menyuarakan aspirasi secara benar dan santun tanpa ada pretensi menjatuhkan karakter terkait status maupun posisi subyek hukumnya.

Sebagai introspeksi diri yang mengaku penjaga dan pengawal demokrasi dan keadilan indonesia, apakah dalam kesehariannya sudah memberi contoh keteladanan berdemokrasi ketika berinteraksi sosialnya? Sebagai orang tua, apakah sudah mengajarkan dan mempraktikkan kehidupan demokrasi pada keluarga inti dan lingkungan tetangga sekitarnya secara santun dan beradab?

Jika belum, maka menjadi tidak adil bila secara reaktif mengkritisi bahkan menstigmatisasi pemerintah dengan tuduhan merusak hingga mematikan demokrasi dan keadilan Indonesia. Jangan bermimpi demokrasi dan keadilan bisa berjalan secara ideal, apabila prilaku demokratis tidak pernah dibangun mulai dari hulu (kehidupan berkeluarga). Sesungguhnya rusaknya demokrasi dan keadilan bisa disebabkan karena prilaku warga bangsa maupun pemerintah penguasanya.

Keteladanan yang dicontohkan para pemimpin di setiap level, secara social-politik bisa berdampak positif-masif. Apakah para pemimpin dari level RT, Kades hingga Presiden yang mewakili lembaga Eksekutif, NGO, lembaga keagamaan, lembaga profesi, Ormas, hingga pimpinan lembaga Legislatif dan Yudikatif sudah memberi contoh yang patut untuk diteladani? Jawaban ini sangat penting dan menentukan, sekaligus menjadi kritik dan kaca politis bagi setiap pemimpin dimanapun posisi dan keberadaannya.   

Jika masih ada praktik secara masif oknum Kades tidak menyalurkan program Bansos secara adil dan transparan, penggunaan Anggaran Dana Desa (ADD) tidak transparan, akuntable tetapi dikorupsi secara berjamaah melibatkan perangkat Kadus, ketua RW, ketua RT tanpa ada keberanian melakukan kritik dan perlawanan warganya hingga mengupayakan dilakukan penindakan hukum, maka fenomena potret sosial politik tingkat tapak ini menjadi contributor yang menyebabkan demokrasi dan keadilan tidak berjalan sesuai rambu-rambu yang disyaratkan.

Kenapa indikator Kades dijadikan rujukan penilaian, karena dalam struktur pemerintahan paling bawah, Pemdes menanungi dan memerintah warga masyarakat tingkat tapak. Jika ada potret prilaku warga desa yang ternyata tidak patuh dan memusuhi Kadesnya karena tidak amanah sebagai pemimpin dalam kepemimpinannya, tentu karena banyak hal penyebabnya.

Selain itu, jika masih ada warga masyarakat mau menerima politik uang dalam proses pemilihan kepala desa, dalam pesta demokrasi pemilu Pilleg dan Pilpres, melakukan tindakan suap untuk pengurusan perihal tertentu, mengklaim diri maupun kelompoknya sebagai pihak paling benar, ingin tetap berkuasa dengan cara memanipulasi kebenaran subyektifnya, melakukan praktik kolusi dan nepotisme dalam proses pemilihan pengurus sebuah kelembagaan tertentu, maka akan sangat sulit demokrasi dan keadilan bisa ditegakkan di bumi Indonesia tercinta ini.

Pertanyaan kritis-logisnya? apakah ada relevansinya antara demokrasi Indonesia dengan situasi yang terjadi pada masyarakat tingkat tapak (lingkungan keluarga, dan wilayah desa)? Jika ada kausalitas secara signifikan, maka relative sulit menegakkan demokrasi dan keadilan, apalagi untuk memilih seorang pemimpin yang bisa menjadi teladan atas keteladanannya. Konsekwensi politisnya, sangat berat melahirkan para pemimpin yang berkwalitas, amanah, adil, mengayomi dan melindungi rakyatnya.

Simpulan

Orientasi sistem pendidikan formal tingkat dasar, menengah hingga perguruan tinggi yang cenderung hanya untuk kepentingan bisnis semata, patut dicurigai menjadi penyebab sekaligus kontributor terbentuknya kwalitas SDM yang miskin budi pekerti dan kesantunan sosialnya. Berbagai prilakunya sangat berpotensi menciderai semangat ke-bhineka-an dan nilai-nilai ke-gotong-royong-an bangsa Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun