Mohon tunggu...
Khusnul Zaini
Khusnul Zaini Mohon Tunggu... Pengacara - Libero Zona Mista

Menulis Semata Mencerahkan dan Melawan ....!!!

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Menggugat Keteladanan Para Aktivis Lingkungan

13 Januari 2021   03:41 Diperbarui: 13 Januari 2021   03:58 1091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dunia ini panggung sandiwara
Cerita yang mudah berubah
Kisah Mahabarata atau tragedi dari Yunani .......

Setiap kita dapat satu peranan
Yang harus kita mainkan
Ada peran wajar ada peran berpura pura .......

Penggalan narasi bait lagu "Panggung Sandiwara" yang dinyanyikan Achmad Albar vokalis "Grup Musik God Bless" ini, patut dibincangkan ulang. Lagu ini dirilis 1973 lewat album musik Duo Kribo, pernah merajai belantika musik Indonesia era tujuhpuluhan akhir.

Memaknai kata "setiap kita dapat satu peranan" itu, telah memantik sebagai judul tulisan soal keteladanan para aktivis lingkungan. Subyek pelakunya, bisa mewakili seorang ASN, akademisi, pengamat, buruh perusahaan, karyawan NGO ketika menjalankan profesinya.

"Siapa saja para aktivis lingkungan itu? Jika menyitir kalimat yang terkandung dalam kitab suci, disebutkan bahwa setiap manusia adalah khalifah dimuka bumi, punya tanggung jawab menjaga dan memelihara ekologi bumi untuk kebutuhannya" 

KKBI mendefinisikan, aktivis adalah orang (terutama anggota organisasi politik, sosial, buruh, petani, pemuda, mahasiswa, wanita) yang bekerja aktif mendorong pelaksanaan sesuatu atau berbagai kegiatan dalam organisasinya. Atau dalam perspektif politik adalah seseorang yang menggerakkan (demonstrasi dan sebagainya).

Ada juga yang mendefinisiban aktivis lingkungan adalah orang atau seseorang yang bergerak untuk melakukan sebuah perubahan dan memiliki wadah sebagai alat untuk mencapai tujuan perubahan untuk lingkungan.

Kenapa hal ini harus dipahami? semata menghindari sikap saling mendiskreditkan sesama subyek dengan profesinya masing-masing. Penting untuk mendefinisikan subyek dimaksud, sekaligus menghindari bias dalam pemaknaannya.

Ton Dietz, ahli filsafat geografi politik lingkungan membagi gerakan lingkungan menjadi tiga kategori dengan istilah Eco fascism, Eco developmentalism, dan Eco populism. Berdasarkan perspektif spesifikasinya, masing-masing aliran bisa dibenarkan dengan target capaiannya.

Ada diposisi dan kategori aliran politik yang mana bagi anda, ketika mengklaim diri sebagai aktivis lingkungan? Apakah dalam praktik dan kontribusinya, ketiga kelompok aliran pemikiran ini sudah mampu menjawab tantangan dan krisis lingkungan global?

"Orientasi seorang aktivis lingkungan bisa melenceng dengan komitmennya karena godaan eksistensi. Apresiasi berbagai penghargaan berakibat paradoksal, bisa merubah militansi tanpa harus berkotor tangan lagi, karena lebih memilih tindakan tertentu demi popularitas"

Setiap orang dan atau kelompok dapat menjadi agen untuk suatu peran. Walaupun, situasi dan kondisinya saat ini, belum mampu secara signifikan menjawab kepentingan para elite birokrat meramu kebijakan politiknya, meski sudah menjadi bahasan dan perdebatan para pakar akademisi sekalipun.

Sejatinya, setiap umat manusia sebagai aktivis lingkungan. Mengapa? karena seluruh aktivitas dan interaksinya terkoneksi melalui cipta-rasa-karsa dengan lingkungan tempat mereka berbudaya dan menjalankan kebudayaannya dalam berkehidupan.

Meski demikian, ada juga yang dengan kegagahannya mengklaim diri sebagai sosok aktivis lingkungan, dengan spesifikasi sesuai tugas dan keahliannya melakukan mobilisasi massa, agitasi dan kampanye, atau para elite birokrat karena penugasannya berkaitan dengan urusan kebijakan lingkungan.

"Jika dipersempit berbasis teritorial, sejatinya para tetua adat dan kepala desa merupakan sosok aktivis lingkungan garda terdepan dalam wilayah administratifnya"

Tanpa alasan apapun, mereka tidak pernah mendeklarasikan diri sebagai aktivis lingkungan. Segala prilaku, petuah hingga kebijakannya, setidaknya menjadi penjaga dan penentu lestari atau hancurnya lingkungan dalam batas teritorialnya.

Mewariskan dan merawat budaya tutur melalui dongeng cerita rakyat bernuansa local wishdom berdasarkan sejarah masing-masing suku/etnis daerah tertentu, menjadi sangat efektif sebagai media membangun kesadaran lingkungan secara dini warga masyarakatnya. 

Seyyed Hossein Nasr, filsuf muslim kontemporer Iran, menganggap manusia modern dengan segala kegalauan rasionalitasnya, menilai alam tidak sakral sama sekali. Bahkan, manusia mengeksploitasi alam layaknya pelacur, mengganti segala kesakralannya dengan uang.

Idealnya, kesakralan relasi lingkungan alam dengan manusia seperti pernikahan, penuh tanggung jawab dan berkeadilan. Kritik lain yang lebih prinsip, terkait isu krisis lingkungan. Menurutnya, manusia modern menolak melihat Tuhan sebagai alam yang tertinggi.

"Jika menganggap dan menilai lingkungan semakin rusak, sejatinya perlu memeriksa ulang, tindakan apa saja kiranya yang sudah diperbuat untuk menjaga, menyelamatkan dan melestarikan lingkungan sekitar kita?"

Siapapun mereka manusia, tanpa memandang ras dan bangsa mana, status, pangkat dan jabatan sebagai apa, serta ajaran agama apapun, telah mengajurkan untuk berbuat dan bertanggung jawab bersama merawat bumi.

Karenanya, prilaku keseharian para aktivis lingkungan baik yang berstatus relawan, karyawan NGO, ASN, hingga elite birokrat dan pimpinan NGO berkelas apapun, idealnya sudah selesai lebih dahulu soal pelestarian dan penanganan masalah lingkungan rumah dan sekitarnya.

Mari kita berkaca diri, apakah rumah tinggal dan perumahan/perkampungan tempat kita tinggal sudah selesai kita tangani masalah lingkungannya? Jika belum, bersiaplah mendapat pertanyaan dari siapapun statusnya, hingga membuat malu secara moral-intelektual.

Apakah cukup dengan pakai kaos bertulisan kata ajakan beserta symbolnya? Apakah cukup dengan menulis status di Metsos atau membuat pers release? Apakah cukup dengan acara webinar atau seminar? Apakah cukup menjadi perancang aturan hukum dan proposal?

  • "Keteladanan menjadi penting agar tidak dinilai hanya pandai bicara dan menyuruh orang lain, tetapi perkataan dan suruhannya belum pernah dilakukan/diperbuat, apalagi memahami dampak dan konsekwensi perbuatannya"

Anthony Giddens, pakar sosiolog Inggris dengan teori strukturasi dan pandangan menyeluruh tentang masyarakat modern. Pemikiran Giddens tentang strukturasi yang mengilustrasikan suatu hubungan dialektika antara struktur dan agen (tindakan) yang disebut konsep dualitas struktur, atau tindakan dan struktur saling mengandaikan.

Karenanya, harmonisasi soal interaksi antar pejabat dan antar aktivis lingkungan, antara OPD dengan NGO, hingga koneksitas projek/program pelestarian dan perbaikan lingkungan, harus dipastikan selaras dan saling mendukung diantara mereka semua.

Kompetisi bersifat saling mereduksi, saling klaim kevalidan data, saling menghambat kinerja rekanan sesama aktivis, harusnya tidak boleh terjadi. Jika hal itu terjadi, maka bisa dimaknai mereka sendiri sedang mereduksi komitmen dan stigma sebagai aktivis lingkungan

"Sesungguhnya, saat ini sedang terjadi perubahan prilaku sangat ekstrem mayoritas umat manusia, dimanapun mereka berada, dibawah kendali siapa saja pemimpin dan sistem pemerintahannya"

Teori pemikiran Giddens relevan diangkat untuk menganalisis simbol-simbol, gagasan, keyakinan dan norma sebagai suatu budaya yang bekerja secara strukturasi dalam praktek-praktek sosial penguasaan dan pengelolaan sumberdaya antara negara dan masyarakat lokal.

Aparatur negara, elite lokal, dan berbagai individu selalu menampilkan relasi bersifat dinamis sesuai kepentingan masing-masing. Nuansa relasi meski tampak kolaboratif, tapi dalam situasi tertentu diwarnai konflik ide, gagasan, dan nilai antarpihak.

Dinamika perdebatan antara relasi agen dan struktur inilah yang justru sangat menarik, karena akan melahirkan relasi-relasi kekuasaan antar pihak yang berinteraksi, dan bahkan bentuk-bentuk negosiasi baru.

"Untuk mempertahankan eksistensi sebagai aktivis lingkungan, terkadang mereka lupa dan hanya sibuk silang pendapat, saling menegasikan soal data, bahkan soal strategi pendekatan masalah, hingga skema kebijakan dan scenario solusi masalah yang diusulkan" 

Keseruan gelaran perdebatan, justru berimbas dengan tujuan dan kerja konkritnya. Pada akhirnya, tidak signifikan pengaruh dampak yang dirasakan masyarakat secara social-ekonomi-politik, meskipun mereka dan potensi wilayahnya selalu menjadi topik perdebatan.

Bahkan, cepat atau lambat, sengaja atau tidak, secara sadar atau khilaf, dengan dalih kepedulian dan kesejahteraan, demi wacana para akademisi, demi sensitifitas kemanusiaan para aktivis, telah menempatkan komunitas dan berbagai masalahnya sebatas obyek semata.

Siapa yang diuntungkan, dan bagaimana konsekwensi dampak yang harus menanggung akibatnya? Atas nama eksistensi profesi dan militansi, popularitas dan keberlangsungan organisasi, konsekwensi politis apapun terhadap tindakan yang dilakukan menjadi benar karenanya.

Menjadi begitu soliter dan egois, menafikan etika dan sopan santun, sulit berkoordinasi dan kerjasama, cenderung menyalahkan dan selalu merasa benar, saling mengintip dan menihilkan hasil kerja terhadap sesama aktifis lingkungan.

Pertanyaan kritisnya, apakah semua itu gambaran sikap dan prilaku para aktivis lingkungan? Apabila hal itu benar terjadi, sejatinya tindakan tersebut tidak bisa dijadikan keteladanan sebagai aktivis, sejalan dengan suruhan/arahannya kepada masyarakat dampingannya.

Untuk hal di atas, mari kita berkaca pada diri kita sendiri, meski responnya sebatas "senyum malu akui kebenaran". Tidak salah dan tidak melanggar aturan hukum memang, tetapi menggangu soal keteladanan ketika berbicara atas nama lingkungan kepada pihak tertentu.

Salam lestari, ......

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun