Mohon tunggu...
Khusnul Zaini
Khusnul Zaini Mohon Tunggu... Pengacara - Libero Zona Mista

Menulis Semata Mencerahkan dan Melawan ....!!!

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Menggugat Keteladanan Para Aktivis Lingkungan

13 Januari 2021   03:41 Diperbarui: 13 Januari 2021   03:58 1091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kompetisi bersifat saling mereduksi, saling klaim kevalidan data, saling menghambat kinerja rekanan sesama aktivis, harusnya tidak boleh terjadi. Jika hal itu terjadi, maka bisa dimaknai mereka sendiri sedang mereduksi komitmen dan stigma sebagai aktivis lingkungan

"Sesungguhnya, saat ini sedang terjadi perubahan prilaku sangat ekstrem mayoritas umat manusia, dimanapun mereka berada, dibawah kendali siapa saja pemimpin dan sistem pemerintahannya"

Teori pemikiran Giddens relevan diangkat untuk menganalisis simbol-simbol, gagasan, keyakinan dan norma sebagai suatu budaya yang bekerja secara strukturasi dalam praktek-praktek sosial penguasaan dan pengelolaan sumberdaya antara negara dan masyarakat lokal.

Aparatur negara, elite lokal, dan berbagai individu selalu menampilkan relasi bersifat dinamis sesuai kepentingan masing-masing. Nuansa relasi meski tampak kolaboratif, tapi dalam situasi tertentu diwarnai konflik ide, gagasan, dan nilai antarpihak.

Dinamika perdebatan antara relasi agen dan struktur inilah yang justru sangat menarik, karena akan melahirkan relasi-relasi kekuasaan antar pihak yang berinteraksi, dan bahkan bentuk-bentuk negosiasi baru.

"Untuk mempertahankan eksistensi sebagai aktivis lingkungan, terkadang mereka lupa dan hanya sibuk silang pendapat, saling menegasikan soal data, bahkan soal strategi pendekatan masalah, hingga skema kebijakan dan scenario solusi masalah yang diusulkan" 

Keseruan gelaran perdebatan, justru berimbas dengan tujuan dan kerja konkritnya. Pada akhirnya, tidak signifikan pengaruh dampak yang dirasakan masyarakat secara social-ekonomi-politik, meskipun mereka dan potensi wilayahnya selalu menjadi topik perdebatan.

Bahkan, cepat atau lambat, sengaja atau tidak, secara sadar atau khilaf, dengan dalih kepedulian dan kesejahteraan, demi wacana para akademisi, demi sensitifitas kemanusiaan para aktivis, telah menempatkan komunitas dan berbagai masalahnya sebatas obyek semata.

Siapa yang diuntungkan, dan bagaimana konsekwensi dampak yang harus menanggung akibatnya? Atas nama eksistensi profesi dan militansi, popularitas dan keberlangsungan organisasi, konsekwensi politis apapun terhadap tindakan yang dilakukan menjadi benar karenanya.

Menjadi begitu soliter dan egois, menafikan etika dan sopan santun, sulit berkoordinasi dan kerjasama, cenderung menyalahkan dan selalu merasa benar, saling mengintip dan menihilkan hasil kerja terhadap sesama aktifis lingkungan.

Pertanyaan kritisnya, apakah semua itu gambaran sikap dan prilaku para aktivis lingkungan? Apabila hal itu benar terjadi, sejatinya tindakan tersebut tidak bisa dijadikan keteladanan sebagai aktivis, sejalan dengan suruhan/arahannya kepada masyarakat dampingannya.

Untuk hal di atas, mari kita berkaca pada diri kita sendiri, meski responnya sebatas "senyum malu akui kebenaran". Tidak salah dan tidak melanggar aturan hukum memang, tetapi menggangu soal keteladanan ketika berbicara atas nama lingkungan kepada pihak tertentu.

Salam lestari, ......

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun