Tindakan pengusiran kerumunan massa disekitaran ruang publik, pembatasan waktu jualan hingga bentuk peringatan yang bersifat memaksa pada warung makan/kuliner dan para pedagang kaki lima, terbuka kemungkinannya terjadi dalam masa pelaksanaan PSBB tahap kedua.
Jika hal ini harus dilakukan, maka sangat rawan terjadinya praktik penyalahgunaan kekuasaan. Dengan situasi ini dikhawatirkan bisa memicu terjadi amuk massa secara massif di setiap sudut kota Jakarta.
Siapa yang menjadi korban jika prediksi di atas benar terjadi? secara politik eksistensi kepemimpinan presiden dan gubernur Jakarta bisa dinilai resisten, dan secara ekonomi warga Jakarta itu sendiri.
Dengan suasana dan situasi amuk massa seperti itu, justru membuat situasi politik semakin tidak menentu. Tentu kondisi chaos tersebut tidak diinginkan siapapun, kecuali para pialang politik yang memang mengharapkan ada kekacauan hingga berakhir pergantian tampuk pimpinan negara bangsa tercinta ini.
Dikarenakan biaya pelaksanaan PSBB di Jakarta menggunakan skema pendanaan APBN yang relative besar, sehingga sangat wajar jika ada kemungkinan penggunaan dana tersebut tidak tepat sasaran, bahkan kemungkinan ada penyalagunaan anggaran dana yang ada.
Setidaknya kekhawatiran ini telah mengusik kegelisahan para politisi hingga kalangan akademisi yang tergabung dalam koalisi-koalisi tertentu, melalui berbagai upayanya melakukan kontrol praktik pelaksanaannya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Karenanya, dengan berkembangnya wacana penolakan Perpu.No.1/2020 yang sedang diusulkan menjadi Undang-Undang, patut dijadikan sinyal politik dengan serius.
Perseteruan antara bendahara umum PAN Totok Daryanto dengan Amien Rais, Din Syamsudin dan tokoh lain yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Peduli Konstitusi (KMKP), adalah potret kegelisahan yang ditunjukkan dengan perbedaan cara pandang dalam menafsirkan mengenai perlu tidaknya pengajuan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Meski pada akhirnya gugatan Amien Rais Dkk tersebut telah diterima MK dengan nomor tanda terima 1962/PAN.MK/IV/2020 tertanggal 14 April 2020 (Jakarta, KOMPAS.com Senin, 20 April 2020).
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) juga sebagai salah satu koalisi masyarakat yang peduli akan hal ini, dan juga telah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi terkait keberadaan Perpu.No.1/2020 khususnya ketentuan Pasal 27 Perpu.No.1/2020 yang menyebutkan :
Ayat (1) Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.