Suka atau tidak, figur Anies Baswedan merupakan aset nasional yang digadang-gadang partai politik tertentu menjadi salah satu kontestan paling laku dipromosikan sebagai kandidat Presiden RI berikutnya.
Untuk mengangkat kembali popularitasnya, Anies Baswedan harus menunjukkan kepiawaian leadershifnya. Keberhasilan menanggulangi pandemic COVID-19 terhadap warga Jakarta merupakan media sekaligus tiket terakhir memperbaiki performa eksistensi politisnya.
Model kepemimpinannya harus dievaluasi, karena memimpin Jakarta tidak cukup hanya menyampaikan pernyataan dalam narasi politik semata. Butuh ketegasan tanpa pandang bulu, merangkul dan memberi akses politik kepada kelompok kepentingan politik yang berseberangan sekalipun.
Pembenar Kegagalan
Indikator yang dijadikan argumen pembenar bahwa pelaksanaan PSBB tahap pertama tidak berjalan maksimal, karena jumlah warga terkonfirmasi positif COVID-19 terus bertambah, yang tidak signikan dengan jumlah pasien sembuh dan pasien meninggal.
Tidak terlaksananya pola kerja dan koordinasi yang efektif antar OPD, antara OPD dengan organisasi sosial maupun organisasi massa yang ada, setidaknya fenomena politik ini menunjukkan potret dari sikap arogansi penguasa.
Pernyataan gubernur Anies Baswedan yang mengatakan "hampir pasti PSBB diperpanjang, oleh sebab itu, ini sebagai satu fase. Ini fase pertama, ini minggu pertama.Tapi berapa lamanya, saat ini setahu saya di seluruh dunia belum ada yang bisa selesai.
Bahkan di Tiongkok pun, Wuhan masih menghadapi masalah, padahal mereka berjalan sudah empat bulan. Artinya kita di Jakarta juga harus bersiap untuk periode (PSBB) yang mungkin agak panjang" berdasarkan liputan berita CNN Indonesia Kamis, 16/04/2020 adalah argumentasi yang menjadi basis narasi pembenarnya.
Memang sangat disayangkan pernyataan gubernur yang menyebut kota Wuhan di negeri Tiongkok sebagai pembandingnya. Mengapa? jika cara penanganannya seperti kota Wuhan, maka warga Jakarta yang terkonfirmasi positif COVID-19 tidak mengalami penambahan secara ekstrem.Â
Prosedur tetap (protap) penanganan Covid-19 di kota Wuhan yang begitu ketat berikut dukungan infra dan suprastruktur yang begitu besar ternyata masih menghadapi kendala, apalagi dengan kondisi dan kesiapan pemerintah DKI Jakarta yang jauh beda dalam segala hal dibawah kwalitas pemerintah kota Wuhan dan Tiongkok.
Fluktuasi soal penambahan jumlah pasien positif COVID-19 puluhan hingga ratusan sejak ditetapkan PSBB 10 April 2020 hingga 17 April 2020, merupakan bukti bahwa pelaksanaan PSBB belum berjalan maksimal.