Jika penguasa semesta alam ini sudah berkehendak, maka siapapun tidak bisa menghindar selangkahpun. Kasus pandemi COVID-19 menjadi bukti tak terbantahkan, hingga WHO mengkonfirmasi kota Wuhan negeri China tempat awal mula penyebarannya.
Kasus COVID-19 ini mampu memporak-porandakan perekonomian global, eksistensi para pemimpin dunia, hingga pemimpin tingkat paling rendah ketua RT melakukan gotong royong dalam mencegah dan penanggulangannya.
Tanggal 23 April 2020, sehari sebelum memasuki bulan suci Ramadhan, menjadi hari pertaruhan bagi orang nomor satu di Indonesia dan ibu kota negara. Mengapa? Karena pada saat itu adalah batas waktu penerapan wilayah PSBB pertama, sekaligus menjadi barometer wilayah lainnya.
Berdasarkan data per 18 April 2020, warga Jakarta terkonfirmasi positif COVID-19 berjumlah 2924, pasien sembuh 205 dan pasien meninggal 253 jiwa (info terbaru Gugus Tugas Penanganan COVID-19).
Penilaian berhasil tidaknya, diprediksi menjadi konsumsi berita para kuli tinta, atau bahkan menjadi issue politis kalangan pengamat dan faksi-faksi politik aliran yang ada. Berbagai indikator yang digunakan, bisa dijadikan basis perdebatan mereka.
Kenapa hal ini menjadi penting? Karena bisa dijadikan bahan kajian atau pertimbangan politis pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanaan PSBB kedepannya.
Dengan terus bertambahnya jumlah pasien positif COVID-19 yang tidak signifikan dengan jumlah pasien sembuh dan yang meninggal, tentu tidak sulit menemukan jawaban pelaksanaan PSBB di Propinsi DKI Jakarta.
Soal ketidaksiapan aparat pemerintah, keterbatasan sarana dan prasarana, lambannya proses pemberian bantuan, ketidak-patuhan warga, hingga tidak berjalan efektif koordinasi kerja pemerintah pusat dan daerah, adalah beberapa argumen selama pelaksanaan PSBB di Propinsi DKI Jakarta.
Jika deskripsi di atas benar adanya, maka pertanyaannya, siapa yang menjadi korban politisnya? Fenomena ini berimplikasi dengan raport presiden beserta para Menteri pembantunya, dan eksistensi dan performa Gubernur DKI Jakarta, serta warga Jakarta yang harus menanggung semua dampak akibatnya.
Spesial untuk pak Anies Baswedan, setidaknya penilaian yang diberikan kepadanya merupakan kredit poin tersendiri untuk tiket menuju kontestasi perhelatan politik 2024.
Siapa yang Dirugikan?